Opini WTP 12 Kali Berturut Jadi Kamuflase Sistem Penganggaran yang Kusut [Bagian Ketujuh]

Sejumlah mobil dinas  Pemkot Palembang yang terparkir. (dok/rmolsumsel.id)
Sejumlah mobil dinas Pemkot Palembang yang terparkir. (dok/rmolsumsel.id)

Temuan BPK juga mengungkapkan modus yang digunakan ASN Pemkot Palembang dalam penggunaan anggaran atas perbaikan kendaraan dinas seperti misalnya menggunakan nota fiktif pada bengkel tempat perbaikan kendaraan. Termasuk hal yang sudah menjadi rahasia umum, pertanggungjawaban atas bahan bakar kendaraan dinas yang tidak sesuai dengan kondisi riil.


10. Pertanggungjawaban belanja pemeliharaan peralatan dan mesin pada dua OPD tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp160.018.750; 

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 menganggarkan Belanka Pemeliharaan Peralatan dan Mesin sebesar Rp48.986.247.053,24 dengan realisasi per 30 November 2021 sebesar Rp31.846.545.862 atau sebesar 65,01 persen dari anggaran. Realisasi itu antara lain digunakan pada Dinas Perhubungan dan Kecamatan Ilir Barat I dengan rincian: (1) Dinas Perhubungan menganggarkan Rp2.490.967.100 dengan realisasi Rp1.243.468.078; (2) Kecamatan Ilir Barat I menganggarkan Rp323.860.000 dengan realisasi Rp323.836.000.

Hasil pemeriksaan uji petik atas dokumen bukti pendukung dan kelengkapan pertanggungjawaban belanja, hasil pemeriksaan fisik dan konfirmasi kepada pihak penyedia menunjukkan bahwa terdapat pertanggungjawaban atas Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin pada Dinas Perhubungan dan Kecamatan Ilir Barat I tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp160.018.750, dengan uraian sebagai berikut: 

a. Belanja Suku Cadang Kapal Penumpang pada Dinas Perhubungan sebesar Rp21.604.750

Realisasi Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin pada Dinas Perhubungan antara lain digunakan untuk belanja suku cadang kapal penumpang sebesar Rp39.985.000 yang dilaksanakan oleh PT PJB dengan rincian untuk kapal BA PMS sebesar Rp19.987.000 dan kapal BA PSIL sebesar Rp19.998.000.

Namun, hasil permintaan keterangan kepada PPK diakui terdapat item suku cadang yang tidak dipasang pada kapal tersebut. Item suku cadang yang sebenarnya terpasang hanya berjumlah Rp14.2000.000 sehingga terdapat selisih kelebihan pembayaran sebesar Rp21.604.750.

b. Belanja Servis Kendaraan Bermotor pada Kecamatan Ilir Barat I sebesar Rp138.414.000

Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin pada Kecamatan Ilir Barat I antara lain digunakan untuk servis kendaraan bermotor pegawai dengan realisasi sebesar Rp170.609.000. Hasil konfirmasi BPK kepada pihak bengkel menunjukkan bahwa terdapat pertanggungjawaban servis kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp138.414.000 atau mencapai 75 persen dari anggaran, yang diuraikan sebagai berikut: 

1. Nota servis kendaraan sebesar Rp30.966.000 bukan nota milik bengkel. Sebab, pihak bengkel menyatakan bentuk nota, tanda tangan pemilik dan cap pada nota berbeda dengan milik bengkel. 

2. Lokasi bengkel servis kendaraan bermotor sebesar Rp95.257.000 tidak dapat ditemukan seperti yang tercantum pada nota servis kendaraan.

3. Nota servis kendaraan tidak mencantumkan keterangan nama bengkel servis kendaraan sebesar Rp12.191.000 sehingga tidak bisa dilakukan konfirmasi. 

Berdasarkan hasil permintaan keterangan kepada Bendahara Pengeluaran dan Camatan Ilir Barat I menyatakan bahwa nota belanja servis kendaraan yang dipertanggungjawabkan itu memang tidak sesuai dengan realisasi yang sebenarnya. 

Menurut BPK, permasalahan ini disebabkan oleh Kepala Dinas Perhubungan dan Camat Ilir Barat I kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin di lingkungan kerjanya; PPK dan PPTK pada Dinas perhubungan dan Kecamatan Ilir Barat I lalai dalam memverifikasi keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pertanggungjawaban belanja pemeliharaan peralatan dan mesin sesuai dengan ketentuan; dan Bendaharan Pengeluaran Kecamatan Ilir Barat I tidak mempertanggungjawabkan belanja servis kendaraan bermotor sesuai dengan kondisi sebenarnya. 

11. Pertanggungjawaban belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 12 OPD tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp771.277.639; 

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 menganggarkan belanja pembelian bahan bakar minyak untuk kendaraan dnas dan perlatan operasional melalui tiga rekening antara lain: (1) Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin dianggarkan Rp48.986.247.053,24 dengan realisasi Rp31.846.545.862; (2) Belanja Bahan Bakar Minyak dan Pelumas dianggarkan Rp4.946.852.950 dengan realisasi Rp3.609.288.557; dan (3) Belanja Sewa Peralatan dan Mesin dianggarkan Rp7.176.838.477 dengan realisasi Rp4.232.150.346. 

Hasil pemeriksaan uji petik atas pertanggungjawaban belanja BBM, konfirmasi dan wawancara pada 12 OPD menunjukkan terdapat pembayaran belanja BBM yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp771.277.639, dengan rincian sebagai berikut: 

a. Belanja BBM untuk dua excavator pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan sebesar Rp119.047.400

Dinas LHK menggunakan belanja BBM untuk operasional kendaraan truk sampah dan alat berat dengan mekanisme pelaksanaan distribusi belanja menggunakan sistem kupon. Dalam proses ini, Dinas LHK bekerjasama dengan PT BMS untuk menyediakan BBM untuk truk sampah dan alat berat tersebut senilai Rp7.039.648.300

Hasil pemeriksaan secara uji petik atas laporan penggunaan BBM pada UPTD Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menunjukkan bahwa terdapat penggunaan BBM jenis solar yang digunakan untuk enam excavator, dengan jumlah penggunaan sebanyak 20 liter/jam dengan durasi perharinya selama 8 jam dan dengan harga BBM sebesar Rp5.150/liter. Diantara enam excavator itu, terdapat dua excavator merk Komatsu tipe PC210 yang meruapaka hasil pengadaan pada TA 2020. 

Hasil pemeriksaan atas durasi penggunaan dua unit tersebut dengan membandingkan satuan hour meter (HM) hasil cek fisik pada 20 Desember 2021 dengan jumlah jam operasi dua excavator itu pada SPJ laporan penggunaan BBM menunjukkan terdapat selisih jumlah HM sebanyak 1.331,80 jam.

Hasil permintaan keterangan pada KPA dan Plt Kepala UPTD TPA menyatakan bahwa terdapat sisa stok BBM yang tersimpa di UPTD TPA yang akan digunakan sampai tanggal 31 Desember 2021. Hal ini karena sejak 3 Desember 2021, UPTD TPA yang berlokasi di Sukawinatan itu tidak lagi merealisasikan belanja BBM untuk ekdua excavator. 

Namun, menindaklanjuti keterangan tersebut, didasarkan pula pada hasil perhitungan kembali jumlah jam operasional kedua excavator yang dimaksud dengan memperhitungkan pengoperasian excavator hingga 31 Desember 2021 yaitu selama 88 jam per unit, masih menunjukkan terdapat selisih pengoperasian alat selama 1.155,80 jam untuk kedua excavator tersebut. 

Atas selisih ini, maka terdapat ketidaksesuaian dalam jumlah jam pengoperasian alat yang sebenarnya dengan jumlah pengoperasian alat yang dilaporkan dalam SPJ penggunaan BBM pada UPTD TPA itu sebesar Rp119.047.400

b. Belanja BBM untuk Kapal Penumpang pada Dinas Perhubungan sebesar Rp148.442.300

Realisasi Belanja Sewa Peralatan dan Mesin pada Dinas Perhubungan diantaranya digunakan untuk belanja BBM lima unit Kapal Penumpang antara lain Kapal Penumpang Bus Air (BA) SLG, Kapal Penumpang KM SGA, BA PMS, BA PSIL, dan BA ARD dnegan jenis BBM Pertadex dengan jumlah pembelian sampai dengan 30 September 2021 sebesar Rp341.788.150. 

Pembelian BBM Kapal Penumpang dilaksanakan oleh PT PJB untuk belanja BBM bulan Januari-April 2021 sedangkan untuk bulan Mei-September 2021 dilaksanakan oleh PT PSA yang telah dibayar 100 persen dengan rincian sebagai berikut:

PT PJB pada bulan Januari dengan nilai SPK Rp38.038.000; pada bulan Februari nilai SPK Rp38.121.600; pada bulan Maret nilai SPK Rp38.184.300; pada bulan April nilai SPK Rp38.038.000

PT PSA pada bulan Mei nilai SPK Rp37.787.200; pada bulan Juni nilai SPK Rp38.017.100; pada bulan Juli nilai SPK Rp38.017.100; pada bulan Agustus nilai SPK Rp37.808.100; pada bulan September nilai SPK Rp37.776.750.

Hasil pemeriksaan fisik atas penggunaan BBM lima unit kapal penumpang bersama dengan PPK dan PPTK menunjukkan bahwa Kapal Penumpang BA SLG menggunakan BBM jenis Pertalite, sedangkan untuk kapal penumpang KM SGA, Bus Air (BA) PMS, PSIL, dan ARD menggunakan BBM jenis Bio solar.

Hasil permintaan keterangan kepada PPK dan KPA menyatakan BBM yang digunakan pada kapal bukan jenis Pertadex melainkan jenis Pertalite dan Bio solar sesuai dengan kebutuhan dan permintaan awak kapal. Berdasarkan permintaan keterangan lebih lanjut kepada PPTK kegiatan menyatakan bahwa pembelian BBM tidak dilakukan oleh pihak penyedia melainkan dilakukan secara langsung ke SPBU oleh awak kapal atas perintah dari PPTK dengan jenis BBM yang dibeli yaitu jenis Pertalite dan Bio solar yang kemudian disimpan di gudang penyimpanan Dinas Perhubungan. 

Hasil perhitungan kembali atas penggunaan BBM jenis Pertalite dan Bio solar pada kapal penumpang menunjukkan bahwa terdapat selisih pembayaran BBM kapal penumpang sebesar Rp148.442.300.

c. Belanja BBM Kendaraan Dinas pada 12 OPD sebesar Rp503.787.939

Mekanisme pertanggungjawaban BBM kendaraan dinas melalui sistem reimburse yaitu pengguna kendaraan dinas membeli BBM terlebih dahulu kemudian nota pembelian BBM disampaikan kepada PPTK untuk diserahkan kepada bendahara pengeluaran. 

Hasil pemeriksaan uji petik atas pertanggungjawaban belanja BBM pada 12 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan hasil konfirmasi ke beberapa SPBU menunjukkan bahwa nota pembelian BBM yang disampaikan dalam bukti pertanggungjawaban tidak sesuai dengan bentuk fisik dan format nota asli dari pihak SPBU. 

Hasil permintaan keterangan kepada para pegawai pengguna kendaraan dinas pada 12 OPD itu menyatakan bahwa nota yang disampaikan dalam bukti pertanggungjawaban memang tidak sesuai dengan pembelian riil. 

Hasil perhitungan kembali atas penggunaan riil BBM kendaraan dinas ini yang disampaikan oleh masing-masing pengguna menunjukkan terdapat selisih pembayaran BBM kendaraan dinas sebesar Rp503.787.939 dengan rincian sebagai berikut: 

(1) Dinas LHK SPJ BBM sebesar Rp608.305.783 dengan penggunaan riil sebesar Rp450.007.361; (2) Dinas Perikanan SPJ BBM sebesar Rp125.000.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp94.000.000; (3) Dinas Dukcapil SPJ BBM sebesar Rp125.175.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp108.179.350; (4) Kecamatan Jakabaring SPJ BBM sebesar Rp193.200.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp161.900.000; (5) Kecamatan Alang Alang Lebar SPJ BBM sebesar Rp176.000.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp141.000.000; (6) Kecamatan Kalidoni SPJ BBM sebesar Rp65.000.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp55.743.877; (7) Kecamatan Kertapati SPJ BBM sebesar Rp210.378.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp156.240.000; (8) Kecamatan Plaju SPJ BBM sebesar Rp204.430.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp173.130.000; (9) Kecamatan Kemuning SPJ BBM sebesar Rp176.291.525 dengan penggunaan riil sebesar Rp158.377.475; (10) Kecamatan Ilir Timur III SPJ BBM sebesar Rp111.000.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp105.935.000; (11) Dinas Perhubungan SPJ BBM sebesar Rp1.080.196.000 dengan penggunaan riil sebesar Rp4986.941.850; dan (12) Kecamatan Ilir Timur I SPJ BBM sebesar Rp210.524.356 dengan penggunaan riil sebesar Rp20.266.544.

Sehingga permasalahan ini mengakibatkan kelebihan pembayaran atas belanja BBM untuk operasional excavator, kapal penumpang dan kendaraan dinas sebesar Rp771.277.639. Menurut BPK, permasalahan ini disebabkan oleh Kepala Dinas LHK, Kepala Dinas Perikanan, Kepala Dinas Dukcapil, Camat ALang Alang Lebar, Camat Jakabaring, Camat Kalidoni, Camat Plaju, Camat Kertapati, Camat Kemuning, Camat Ilir Timur III, Camat Ilir Timur I dan Kepala Dinas Perhubungan kurang cermat mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan belanja BBM di lingkungan kerjanya; PPTK belanja BBM pada Dinas LHK, Dinas Perikanan, Dinas Dukcapil, Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Jakabaring, Kecamatan kalidoni, Kecamatan Plaju, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Ilir Timur III, Kecamatan Ilir Timur I dan Dinas Perhubungan kurang cermat dalam memverifikasi keabsahan dan kelengkapan bukti pertanggungjawaban pembelian BBM sesuai ketentuan. (*tim/bersambung)