Opini WTP 12 Kali Berturut Jadi Kamuflase Sistem Penganggaran yang Kusut [Bagian Keempat]

Kantor Wali Kota Palembang (Istimewa/rmolsumsel.id)
Kantor Wali Kota Palembang (Istimewa/rmolsumsel.id)

Melanjutkan rincian temuan BPK RI Perwakilan Sumsel dalam LHP atas Belanja Daerah TA 2021 pada Pemkot Palembang, yang telah dibahas sebelumnya. Kali ini secara tersirat laporan tersebut juga mengungkapkan modus yang dilakukan.


  1. Pertanggungjawaban belanja sewa peralatan dan mesin pada tiga OPD tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp482.066.703;

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 telah menganggarkan Belanja Sewa Peralatan dan Mesin sebesar Rp7.176.838.477 dengan realisasi per 30 November 2021 sebesar Rp4.144.733.127 atau 57,75 persen dari anggaran. Realisasi tersebut, antara lain digunakan untuk kegiatan sewa peralatan dan mesin pada Sekretariat DPRD, Sekretariat Daerah dan Dinas Perhubungan dengan rincian: (1) Sekretariat DPRD menganggarkan Rp1.564.196.875 dengan realisasi Rp440.360.000; (2) Sekretariat Daerah menganggarkan Rp2.574.053.840 dengan realisasi Rp.1.645.931.291; dan (3) Dinas Perhubungan menganggarkan 1.009.114.513 dengan realisasi Rp597.736.950.

Hasil uji petik pada masing-masing pengguna anggaran dan penyedia menunjukkan pertanggungjawaban belanja sewa peralatan dan mesin itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sebesar Rp482.066.703. Hal ini dijelaskan dalam laporan BPK itu dengan rincian yakni:

Pertama, pada kegiatan reses anggota DPRD Kota Palembang dilakukan dua kali reses yakni Reses I pada 8-12 April 2021 dan Reses II pada 27-31 Agustus 2021. Untuk mendukung kegiatan tersebut, Sekretariat DPRD menewa peralatan dan mesin dengan jumlah realisasi sebesar Rp368.735.000, diantaranya sebesar Rp203 .475.000 merupakan ewa peralatan dan mesin kepada PT FTS berupa tenda, meja dan kursi serta sound system.

Berdasarkan SP2D GU No.1193 tanggal 6 Mei 2021 dan SP2D GU No.5275 tanggal 5 Oktober 2021 diketahui bahwa pembayaran sewa untuk kegiatan dua kali reses itu telah dibayar penuh. Namun, dalam pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban sewa dan konfirmasi yang dilakukan oleh BPK, juga keterangan kepada PPTK kegiatan Reses dan Kabag Legislasi selaku KPA kegiatan reses menunjukkan bahwa peralatan yang telah disewa itu sama sekali tidak digunakan, meskipun terdapat bukti kuitansi sewa tenda, meja dan kursi serta sound system.

Kedua, belanja sewa peralatan dan mesin pada Sekretariat Daerah yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yang dilakukan oleh Bagian Umum sebesar Rp146.834.774. BPK merincikan bahwa Bagian Umum tersebut telah melakukan penyewaan kipas blower sebesar Rp228.850.000 yang dilaksanakan oleh CV PAJ untuk pelaksanaan dua kegiatan yakni Posko Palembang Komando Terpadu Penanganan Covid-19 sebesar Rp194.350.000 dan Kejuaraan Pencak Silat Kota Palembang sebesar Rp34.500.000. Dalam prosesnya, Bagian Umum menunjukkan bahwa harga sewa satu unit kipas blower tersebut seharga sebesar Rp1.150.000 per unit. Sementara saat dikonfirmasi oleh BPK, Direktur CV PAJ menunjukkan bahwa harga satuan sewa kipas tersebut hanya sebesar Rp300.000. Sehingga secara total, BPK menemukan lebih bayar atas sewa kipas blower untuk dua kegiatan yang dilakukan oleh bagian umum tersebut sebesar Rp146.834.774.

Modus yang sama (mark up harga) yang dilakukan oleh bagian umum juga ditemukan oleh BPK dalam item penyewaan peralatan sewa tenda, meja, kursi, panggung, karpet, kipas blower dan AC Floor Standing oleh Bagian Umum Sekretariat Daerah Palembang yang dilaksanakan oleh SC IWT Grup sebesar 59.178.157

Ketiga, belanja sewa peralatan pada Dinas Perhubungan yang digunakan untuk kegiatan Operasi Ketupat selama 12 hari pada 6-17 Mei 2021 yang dilaksanakan oleh CV PAJ berupa sewa peralatan untuk posko berupa meja, panggung, TV, kursi, meja sofa, karpet dan tenda sarnafil sebesar Rp72.578.772.

Temuan ini, menurut BPK disebabkan oleh Sekretaris DPRD, Kepala Bagian Umum Setda dan Kepala Dinas perhubungan tidak cermat dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan Balanja Sewa Peralatan dan Mesin yang berada di bawah tanggungjawabnya. BPK juga menemukan bahwa Kabag Legislasi, PPTK Kegiatan Reses DPRD, PPTK Bagian Umum Setda dan PPK Kegiatan Operasi Ketupat tidak mempertanggungjawabkan kegiatan belanja sewa peralatan dan mesin sesuai dengan kondisi sebenarnya.  

  1. Pertanggungjawaban belanja jasa konsultansi non kontruksi pada dua OPD tidak sesuai kondisi sebenarnya sebesar Rp248.127.000;

Dalam poin ini, Pemkot Palembang pada TA 2021 menganggarkan Belanja Jasa Konsultasi Non Konstruksi sebesar Rp11.014.834.700 dengan realisasi per 30 November 2021 sebesar Rp3.934.436.500 atau 35,42 persen dari anggaran. Realisasi tersebut, antara lain digunakan untuk kegiatan belanja konsultasi non konstruksi pada Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) dengan rincian: (1) Dinas Kominfo menganggarkan Rp700.438.00 dengan realisasi Rp526.965.000; dan (2) Bappeda Litbang menganggarkan Rp4.744.789.500 dengan realisasi Rp1.273.279.500.

Dalam uji petik yang dilakukan oleh BPK menemukan bahwa realisasi belanja konsultasi non konstruksi pada Dinas Komunikasi dan Informatika yang digunakan untuk survei keterbukaan informasi publik melalui CV MGM dianggarkan sebesar Rp75.000.000 untuk kurun waktu pelaksanaan pekerjaan selama tiga bulan.

Hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban biaya non personel dan permintaan keterangan kepada direktur CV MGM menunjukkan bahwa badan usaha tersebut membuat sendiri bukti pembelian sehingga pengeluaran yang sebenarnya tidak sesuai dengan bukti yang dilampirkan sebesar Rp13.731.000.

Sementara pada Bappeda Litbang, Belanja jasa konsultasi non konstruksi antara lain digunakan untuk pembayaran hutang jasa konsultansi non konstruksi TA 2020 dengan realisasi sebesar Rp685.234.000. Akan tetapi dalam pemeriksaan dokumen SPK dan invoice yang terlihat dalam hasil uji petik, serta konfirmasi kepada personel konsultan menunjukkan bahwa terdapat personel tenaga ahli dan tenaga pendukung yang tidak melakukan tugasnya sesuai dengan SPK sebesar Rp234.396.000.

Konsultan ini berasal dari CV HBM dengan paket pekerjaan Pemetaan Demografi Pembangunan Kota Palembang Berbasis SIG dan Kajian Percepatan Pembangunan Fasum Fasos di Kecamatan Perbatanan Kota Palembang; CV DKU dengan paket pekerjaan Kajian Pemberdayaan Masyarakat Miskin pada Wilayah Seberang Ulu kota PAlembang; CV MBK dengan paket pekerjaan Kajian Visit Year 2022 untuk Mendukung Kepariwisataan Kota Palembang; CV RRB dengan paket pekerjaan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Persampahan kota Palembang; CV PRD dengan paket pekerjaan Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Kota Palembang; dan CV CGP dengan paket pekerjaan Dokumen Penataan Pemukiman Sungai Keramasan.

Modus yang terungkap dalam permintaan keterangan lebih lanjut kepada masing-masing pimpinan dari CV tersebut, mengungkapkan kalau tenaga ahli dan tenaga pendukung tersebut memang tidak hadir dan melakukan tugasnya sesuai SPK karena hanya dipinjam nama dan sertifikat keahliannya.

Kondisi ini, menurut BPK disebabkan oleh Kepala Dinas Kominfo dan Kepala Bappeda Litbang kota Palembang yang tidak cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan jasa konsultasi non konstruksi; juga PPK dan PPTK yang tidak cermat dalam melaksanakan verifikasi kelengkapan dan kebenaran bukti pengeluaran atas biaya personel dan biaya non personel. (*/bersambung)