Merajut Asa Usai Skandal Dana Hibah, Kendaraan itu Bernama KONI Sumsel [Bagian Kedua]

Baliho Yulian Gunhar yang juga Ketua Umum KONI Sumsel/ist
Baliho Yulian Gunhar yang juga Ketua Umum KONI Sumsel/ist

KONI Sumsel baru saja memperbaiki peringkat di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 yang berlangsung di Papua. 


Berada di peringkat ke-17, kontingen Sumsel berhasil menghimpun 8 emas, 4 perak dan 17 perunggu. Pada Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) Sumatera XI/2023 di Riau, Sumsel bahkan berhasil menempati peringkat keempat dengan torehan 14 emas, 28 perak dan 16 perunggu. 

Seakan kontraproduktif dengan hasil yang telah dicapai dan target kedepan, Ketua Umum, Ketua Harian dan Sekretaris Umum KONI Sumsel periode 2019-2024 malah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana hibah oleh Kejati Sumsel. 

Sejak awal kepengurusan tersebut, KONI Sumsel memang kerap menjadi sorotan. Selain komposisi yang gemuk, personalia yang mengisi struktur kepengurusan saat itu disebut banyak yang tidak memiliki kompetensi mengurusi olahraga. 

Namun hal ini dibantah oleh Ketua Umum KONI Sumsel, Hendri Zainuddin yang saat itu mengatakan, dengan makin banyaknya pihak yang terlibat, maka makin besar juga peluang industri olahraga Sumsel jadi lebih baik. 

Secara kebetulan, saat terpilih itu Hendri masih menjabat sebagai Ketua DPD Partai Hanura Sumsel. Sehingga sinyalemen KONI Sumsel hanya digunakan sebagai alat dengan tujuan tertentu, utamanya tujuan politik cukup kentara. 

Di era kekinian, politik dan olahraga menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan. Olahraga kerap dijadikan kendaraan politik oleh individu ataupun kelompok tertentu, tak terkecuali di Sumsel. 

Namun, apakah kemudian politisi benar-benar tak punya kompetensi untuk memimpin induk organisasi olahraga, atau hanya memang menjadikan organisasi olahraga tersebut sebagai kendaraan politik? 

Cenderung Jadi Kendaraan Politik

Meskipun bagi sebagian pihak dianggap tidak lazim, namun keterlibatan politisi dalam mengurusi olahraga ini telah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir di Indonesia dan Sumsel khususnya. Sehingga ini berimbas pada prestasi olahraga yang kemudian terus dipertanyakan. 

Seperti pada kepengurusan Hendri Zainuddin yang kemudian harus diakui telah memberikan bukti prestasi sebagai jawaban. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu masih akan terus berlanjut. 

Terlebih secara kebetulan, terpilihnya Gunhar secara aklamasi memimpin KONI Sumsel periode 2023-2027 tidak hanya terjadi di tengah polemik dana hibah, tetapi juga tepat di masa kampanye dirinya sebagai calon anggota legislatif. 

Gunhar merupakan politisi PDI Perjuangan yang akan maju sebagai Caleg DPR RI dari Dapil Sumsel 1 meliputi kota Palembang, Lubuklinggau, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Banyuasin dan Musi Banyuasin. 

Karir Gunhar di politik juga cukup mentereng. Memulai sebagai anggota DPRD Ogan Ilir, Gunhar kemudian duduk di Senayan selama dua periode sejak 2014-2019 dan 2019-2024. Itu artinya, kali ini akan menjadi periode ketiganya untuk duduk kembali jika terpilih.

Di masa kepemimpinannya ini, banyak tokoh politisi yang dilibatkannya, khususnya mereka yang satu partai dengannya. Hal inipun mendapat sorotan dari pengamat Ade Indra Chaniago. 

Sebab menurutnya, komposisi politisi di kepengurusan KONI Sumsel yang baru saja diresmikan ini tidak sebanding dengan komposisi pelaku olahraga ataupun olahragawan Sumsel. 

"Ada beberapa catatan bagi saya yang cukup mengkhawatirkan diantaranya, terkait dengan susunan pengurus yang didominasi atau mayoritas diisi oleh pengurus partai. Persoalannya, bukan pada pengurus partainya namun lebih terkait soal profesionalitas serta pemahaman bagaimana mengurus berbagai macam cabang olahraga di Sumsel," jelasnya.

Lebih lanjut dia menambahkan, akan ada persoalan ketika mayoritas pengurus KONI Sumsel didominasi oleh orang partai yang bukan penggiat olahraga. Butuh waktu untuk bisa memahami berbagai persoalan yang dihadapi baik oleh atlet maupun pengurus cabor selama ini.

"Kita berharap lembaga ini tidak dipolitisasi dan murni untuk mengurus olahraga dan memajukan prestasi di Sumsel. Namun dengan komposisi yang mayoritas orang parpol tersebut kita masih ragu apakah mereka bisa bekerja profesional. Takutnya hanya menambah deretan panjang jabatan saja," tegasnya.

Kemudian, hal lain yang memprihatinkan bagi dirinya yakni ketika program 100 hari pengurus baru hanya sebatas mengurus bonus atlet yang belum cair. Menurutnya, program kerja KONI seharusnya memiliki cakupan yang luas terhadap pembinaan cabor dan atlet di Sumsel. 

Apalagi even nasional seperti PON Aceh-Medan sudah di depan mata. "Nah, ini harus dipikirkan karena bagaimana meningkatkan prestasi Sumsel di nasional. Langkah apa yang harus dilakukan untuk membina cabor dan atlet. Makanya penting KONI itu harus banyak diisi orang yang memang kompeten dan concern di bidang olahraga," pungkasnya. 

Di sisi lain, pada beberapa waktu terakhir PDI Perjuangan, partai tempat Gunhar bernaung merupakan salah satu partai yang vokal untuk berbicara mengenai etika dan konflik kepentingan. Lantas, apakah Gunhar mampu menepis isu negatif di masa jabatannya ini?