Membaca Pertanda Harimau dan Mitigasi Konflik Satwa Liar dari Panton Luas

Hutan Gampong Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan. Foto: Razi/RMOLAceh.
Hutan Gampong Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan. Foto: Razi/RMOLAceh.

Masyarakat Gampong (Desa) Pantan Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Aceh Selatan, semakin meningkat pemahamannya terhadap pertanda keberadaan harimau Sumatra. 


Upaya mitigasi konflik dengan satwa liar juga semakin intensif dilakukan melalui kelompok swadaya masyarakat bernama Rimung Aulia.

Sekretaris KSM Rimung Aulia, Yan Feriyal, menyampaikan bahwa warga setempat telah hidup berdampingan dengan harimau Sumatra dan orangutan selama bertahun-tahun. Pembentukan KSM Rimung Aulia menjadi salah satu langkah untuk mencegah interaksi negatif antara satwa liar dan masyarakat tanpa merusak habitatnya.

"Alhamdulillah setelah terbentuk KSM, masyarakat mulai menyadari bahwa mereka hidup berdampingan dengan satwa liar. Dengan begitu, kebutuhan ekosistem satwa liar dapat terjaga," kata Yan Feriyal pada, Jumat (9/12).

KSM Rimung Aulia, yang terbentuk pada tahun 2016 pasca-konflik antara satwa liar dan warga yang menyebabkan korban jiwa, dianggap oleh masyarakat sebagai edukasi terkait tanda-tanda keberadaan harimau dan upaya pencegahan interaksi negatif. 

Kelompok ini memberikan informasi kepada masyarakat tentang perilaku harimau serta melakukan patroli ke dalam hutan sebagai upaya mitigasi konflik.

"Mitigasi konflik satwa liar bagaimana caranya anggota kelompok swadaya ini memberi tahu kepada masyarakat ini pantangnya, kebiasaan harimau dan lain-lain," ungkap Yan Feriyal.

Masyarakat memahami beberapa pertanda keberadaan harimau di sekitar kampung, seperti bekas tapak kaki, cakaran di tanah, dan pertanda lainnya. KSM Rimung Aulia, yang terdiri sebagian besar dari anak-anak muda Gampong Panton Luas, melakukan patroli di hutan untuk mencegah konflik dengan satwa liar.

Keuchik Gampong, Abu Hanafiah, menjelaskan bahwa Panton Luas merupakan desa terakhir di Kecamatan Aceh Selatan dan berada di pinggir hutan. Konflik dengan satwa liar, terutama harimau dan orangutan, sering terjadi karena beberapa jalur ke kebun warga menjadi lintasan harimau.

"Alhamdulillah setelah KSM terbentuk, salah satu yang diminimalisir adalah konflik satwa liar dengan masyarakat lebih teratasi," kata Abu Hanafiah. 

Kelompok swadaya ini telah mendapatkan dukungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Pemkab Aceh Selatan, dan Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia.