Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkan terus menelusuri kasus mafia minyak goreng yang telah menjerat pejabat Kementerian Perdagangan hingga pengusaha sawit, untuk mewujudkannya keadilan bagi masyarakat.
- Janji Prabowo Setelah Dilantik Jadi Presiden, Pastikan Program Makan Bergizi Gratis Tanpa Kebocoran
- Perang Rusia-Ukraina Bisa Pengaruhi APBN Indonesia
- Politikus Senayan Kedapatan Asik Nonton Video Panas saat Sidang
Baca Juga
Harapan itu disampaikan politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu dalam diskusi publik bertajuk "Mengurai dan Membongkar Skandal Mafia Minyak Goreng" pada Selasa (26/4).
Dia juga meminta agar negara harus tegas terhadap korporasi besar yang terlibat skandal mafia minyak goreng dengan mencabut Hak Guna Usaha (HGU).
"Di sini negara harus tegas. Gak boleh lagi lah digertak-gertak sama yang namanya segelintir besar perusahaan besar yang mengatur tadi. Cabut sajalah HGU-nya, itu tanah rakyat. Suruh kelola PTPN kita," katanya.
Menurutnya, PTPN juga harus didesain masuk ke sektor hilir, jangan hanya mengekspor CPO. Akibatnya, negara pun dipermainkan oleh segelintir perusahaan besar.
"Negara dalam hal ini pemerintah juga harus hadir dalam menjamin keadilan bagi masyarakat yang terdampak akibat perilaku koruptif segelintir orang tersebut," ujarnya.
Selain Kejagung, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah menggarap dugaan skandal biodiesel yang perputaran uangnya hingga puluhan triliun. Bahkan, menurut data yang ditemukan PPAT terdapat selisih hingga Rp 4,2 triliun.
"Jadi saya berharap betul Kejagung bisa menelusuri, bukan hanya pelaku individu-individu maupun korporasinya kemudian mampu mengungkap modus dan juga motif. Begitu pun nanti dengan KPK. Ini anggaran yang luar biasa besar kemudian korbannya masyarakat kecil, ibu-ibu sampai ngantre berjam-jam setengah hari gitu," kata Masinton.
Untuk konteks kasus biodiesel yang tengah digarap KPK, Anggota Komisi XI DPR RI ini juga menyoroti Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang adalah lembaga badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Tapi di BPDPKS itu ada struktur pemerintahan yang di mana di situ ada beberapa ada Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, ada kalau gak salah 5-7 Kementerian gitu," ungkap Masinton.
Masinton menuturkan, berdasarkan data dan rapat-rapat dalam BPDPKS itu ternyata melibatkan empat perusahaan besar. Empat perusahaan besar ini kemudian yang menentukan harga baik itu yang menentukan subsidi harga biodiesel tersebut.
"Bahkan ada satu group usaha dia ekspornya berapa, subsidinya jauh lebih besar yang dia terima. Nah, kalau saya melihat kami rapat bersama BPDPKS bulan lalu itu peningkatan insentif biodiesel itu luar biasa," bebernya.
Sekarang, rencananya alokasi anggaran BPDPKS itu diproyeksikan pada tahun 2022 ini berkisar Rp 52 triliun. Menurutnya, itu bukan uang yang sedikit. Saat ini, peningkatannya selama 5 tahun yang tadinya Rp 5 triliun sekarang sudah mencapai Rp 70 triliun," ungkapnya.
"Alokasi anggaran untuk biodiesel itu berkisar Rp 52 triliun dan itu kemudian dari hasil hitung-hitungannya yang informasi juga kita dengar sedang digarap ATK ada selisih Rp 4,2 triliun," jelasnya.
"Jadi, kita berharap betul ini penegakan hukum yang sekarang berjalan, baik itu Kejagung dalam konteks kelangkaan Migor, kemudian yang di Kuningan (KPK) berkaitan dengan subsidi biodiesel," pungkasnya.
- KPK Siap Kaji UU BUMN soal Aturan Direksi dan Komisaris
- Kejagung Masih Dalami Peran Miss Indonesia 2010 di Kasus Korupsi Minyak
- Direktur Pemberitaan JakTV Dialihkan jadi Tahanan Kota, Ini Sebabnya