Libatkan Puspom TNI, KPK: Tak Ada Keberatan Penetapan 5 Tersangka OTT Basarnas

 Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata/RMOL
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata/RMOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menyatakan bahwa tidak akan gegabah dalam menetapkan seseorang atau pihak sebagai tersangka tanpa memiliki cukup alat bukti, mengikuti ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 


Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konteks polemik penetapan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsdya Henri Alfiandi, sebagai tersangka dalam dugaan kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa.

"Pasal 1 butir 14 KUHAP, dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," ungkap Alexander Marwata dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/7).

Menurut penjelasan dari Alexander Marwata, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut berdasarkan cukupnya alat bukti, termasuk keterangan dari pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang serta rekaman percakapan yang dianggap sebagai bukti elektronik.

Selama gelar perkara, KPK memastikan bahwa para pihak yang terlibat dalam proses tersebut, termasuk penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan KPK, dan anggota Puspom TNI, tidak ada yang keberatan dengan penetapan lima tersangka. Semua pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka terkait kasus ini.

Adapun kelima tersangka yang ditetapkan adalah Kepala Basarnas, Marsekal Madya Henri Alfiandi; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) berinisial Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR); Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA); dan Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).

Namun, dalam menghadapi polemik atas keterlibatan anggota TNI dalam penindakan kasus korupsi tersebut, KPK mengakui ada kekhilafan dan kesalahan dalam penanganannya. Oleh karena itu, KPK menyampaikan permohonan maaf kepada Panglima TNI beserta jajarannya atas insiden yang melibatkan anggota TNI dalam operasi penindakan tersebut.

"Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam kesempatan tersebut memohon maaf kepada Panglima TNI atas insiden ini dan menyatakan komitmen untuk menjalin kerjasama yang baik dengan TNI dalam penegakan hukum terkait kasus korupsi di masa depan," ujar Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat lalu.

KPK juga menegaskan bahwa kasus yang melibatkan anggota TNI akan diserahkan sepenuhnya ke Puspom TNI. Secara substansi, KPK telah memiliki cukup alat bukti untuk menetapkan lima tersangka tersebut, dan secara administratif, TNI akan menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprindik) setelah menerima laporan peristiwa pidana dari KPK.