LaNyalla: Negara Ini Semakin Sekuler, Liberalis dan Kapitalis

Diskusi Publik Bersama Ketua DPD RI "Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan" Oligarki, Demokrasi dan Konstitusi digelar Simpul Jaringan Umat Institute Sumsel dilaksanakan di Hotel 101, Selasa (28/6).(ist/rmolsumsel.id)
Diskusi Publik Bersama Ketua DPD RI "Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan" Oligarki, Demokrasi dan Konstitusi digelar Simpul Jaringan Umat Institute Sumsel dilaksanakan di Hotel 101, Selasa (28/6).(ist/rmolsumsel.id)

Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti menyampaikan kekecewaannya atas kondisi bangsa saat ini. Dia melihat saat ini negara dikuasai oleh segelintir orang, sementara banyak rakyat terabaikan.


Hal itu dikatakannya dalam Diskusi Publik Bersama Ketua DPD RI "Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan" yang digelar Simpul Jaringan Umat Institute Sumsel, di Hotel 101, Selasa (28/6).

La Nyala mengatakan, hampir satu tahun awal jabatannya dia terus berkeliling daerah. Bahkan dimasa pandemi covid-19, dari perjalanan turun itu, dia menemukan dua persoalan yang hampir sama yakni ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan yang sulit dientaskan.

"Sejak saat itu, saya terus menerus meresonansikan bahwa kita harus segera melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Karena negara ini semakin hari semakin sekuler, liberalis dan kapitalis. Saya mengajak semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan, bukan politisi. Karena negarawan tidak berpikir next election, tapi berpikir next generation," katanya. 

"Saya melihat ada persoalan didalam konstitusi kita. Kedaulatan rakyat didalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang. Bahkan kita telah meninggalkan Pancasila," tambahnya.

Dia mengatakan puncak semua itu adalah saat Indonesia melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam dengan cara yang ugal ugalan dan tidak menganut pola addendum.

“Sehingga kita menjadi bangsa yang lain dan tercabut  dari akar sejarahnya. Bangsa yang super majemuk ini tiba-tiba melakukan copi paste sistem demokrasi barat secara murni dan konsekuen. Dan secara sadar dan sengaja meninggalkan sistem demokrasi Pancasila yang dirumuskan para pendiri bangsa," paparnya.

LaNyalla menjelaskan bahwa perjuangan mengembalikan kedaulatan rakyat dalam terminologi Islam bersifat fardu ain, bukan fardu kifayah. Kata LaNyalla, kedaulatan rakyat harus dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.

Senator asal Jawa Timur itu mengungkap, kedaulatan rakyat semakin hilang dan terkikis karena ada persoalan serius di dalam konstitusi kita. Sebab, banyak pihak telah meninggalkan sistem demokrasi perwakilan sebagaimana didesain para pendiri bangsa.

“Kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag (fundamen filsafat) negara ini. Puncaknya terjadi saat kita melakukan amandemen konstitusi secara ugal-ugalan pada tahun 1999 hingga 2002," tutur LaNyalla.

Menurut LaNyalla, sejak saat itu bangsa Indonesia tercerabut dari akar sejarahnya. Falsafah Pancasila dalam sistem demokrasi Indonesia diganti dengan demokrasi ala Barat.

Begitu pula dengan peraturan perundangan-undangan, sejak amandemen tersebut banyak melahirkan peraturan perundangan yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan struktural.

Hal itu pula yang ditemukan LaNyalla selama berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota.

"Hal itu terjadi karena kita telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan. Kita juga telah meninggalkan demokrasi Pancasila yang dicirikan dengan prinsip keterwakilan semua elemen bangsa sebagai pemilik kedaulatan negara ini," tuturnya.

Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, sejak amandemen konstitusi, tak ada lagi ruang partisipasi elemen non-partisan untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Perjalanan bangsa diserahkan ke partai politik sebagai penentu tunggal.

"Negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya oligarki ekonomi dengan oligarki politik. Mereka menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka," paparnya.

Itulah pentingnya kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini, bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali, karena rakyat adalah pemilik sah negara ini.

Untuk mengurai persoalan itu, LaNyalla menegaskan harus dibenahi dari hulu, bukan hilir. Oleh karenanya, untuk memperbaiki Indonesia harus dimulai dengan memurnikan kembali demokrasinya.

"Kita harus kembalikan demokrasi yang selama ini dibajak kalangan oligarkis yang rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, yang bermoral dan yang berbudi pekerti luhur," tegas LaNyalla.