Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) masih menjadi perbincangan hangat.
- KPK Geledah Kantor DPRD OKU, Sita Dokumen APBD 2025
- Usai Geledah Dinas PUPR, Beredar Video KPK Datangi Rumah Dinas Bupati OKU Pasca OTT
- Pasca OTT Ternyata KPK Masih di OKU dan Geledah Kantor PUPR, Pejabat Panas Dingin
Baca Juga
Kasus yang menjerat Kepala Dinas PUPR OKU, tiga anggota DPRD OKU, serta dua kontraktor ini memunculkan berbagai spekulasi di masyarakat, termasuk dugaan keterlibatan kepala daerah.
Pengamat politik OKU, Marratu Fahri, menilai bahwa dalam kasus seperti ini, berbagai kemungkinan keterlibatan pihak lain bisa saja terjadi. Namun, ia menekankan pentingnya mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Menurut saya, semua kemungkinan ada. Artinya, bisa saja ada dugaan keterlibatan Pj Bupati dan Bupati terpilih dalam perkara ini. Tapi kan sekarang proses hukum sedang berjalan, jadi kita kedepankan asas praduga tak bersalah," ujarnya, Senin (17/3/2025).
Maratu juga menyoroti bahwa kasus ini sangat mencoreng citra pemerintah daerah dan masyarakat OKU. Ia berharap para penyelenggara pemerintahan dapat menjaga integritas dan menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran agar tidak terulang di masa mendatang.
Senada dengan Marratu, Anggi Yumartha seorang praktisi politik dan mantan Ketua Bawaslu OKU periode 2017-2018, menilai bahwa OTT ini mencerminkan adanya pola berulang dalam praktik korupsi di lingkungan pemerintahan OKU. Ia menegaskan bahwa sistem yang ada seolah-olah telah membentuk paradigma pembenaran terhadap praktik korupsi yang dilakukan secara kolaboratif.
“Karena telah seringnya dilakukan secara berulang, maka yang terjadi adalah terciptanya suatu bentuk paradigma pembenaran terhadap permufakatan jahat. Hal ini sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bahkan cenderung dibenarkan untuk dilakukan,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa dalam pembahasan anggaran daerah, koordinasi antara eksekutif dan legislatif pasti terjadi. Oleh karena itu, kemungkinan keterlibatan kepala daerah dalam kasus ini tidak bisa sepenuhnya dikesampingkan.
“Tidak mungkin pembahasan anggaran tidak ada koordinasi dengan kepala daerah. Tapi kita juga tidak bisa langsung menghakimi selagi tidak ada bukti ke arah itu, karena hukum kita berpegang pada asas praduga tak bersalah,” katanya.
Anggi menambahkan, kejadian ini harus menjadi momentum bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan terhadap praktik pemerintahan di Kabupaten OKU.
“Dengan adanya OTT ini, jelas menjadi cambuk bagi APH di OKU untuk lebih tegas dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan mencegah praktik korupsi yang sudah mengakar,” tandasnya.
- KPK Dalami Keterlibatan Pejabat Pemkab Lamteng di Kasus Suap Proyek di OKU
- Warga OKU Gelar Aksi Unjuk Rasa di Gedung KPK, Minta Kasus OTT Dinas PUPR Diusut Hingga Tuntas
- Bocah SD di OKU Tenggelam saat Mandi di Sungai Wall