Komnas HAM Ungkap Ada 3 Penghuni Tewas di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat

Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin/Net
Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin/Net

Sedikitnya tiga orang tewas akibat dikerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. Bahkan ditemukan alat yang digunakan untuk kekerasan.


Hal itu terungkap berdasarkan hasil sementara temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait keberadaan kerangkeng manusia yang melibatkan Bupati Langkat Terbit Rencana.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, pihaknya mencatat kurang lebih 52 orang yang tercatat di dokumen yang ada di kerangkeng tersebut.

"Kalau soal kondisi dan sebagainya seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, kami menemukan adanya kekerasan, bentuk kekerasan, pola kekerasan, sampai alat kekerasannya," ujar Anam kepada wartawan saat hendak memeriksa Bupati Terbit di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin siang (7/2).

Anam menyebut, pihaknya juga mendapatkan data bahwa sebanyak tiga orang kehilangan nyawa di kerangkeng tersebut

"Sebenarnya angka tiga itu angka Sabtu kemarin, itu yang kami bilang lebih dari satu, dan saat ini kami sedang mendalami lagi, karena potensial juga nambah. Lebih dari tiga (yang tewas)," ungkap Anam.

Anam pun merespons terkait adanya klaim yang menyebutkan bahwa kerangkeng yang dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM terungkap setelah Bupati Terbit terjaring tangkap tangan oleh KPK pada Selasa (18/1).

"Semua orang yang kami tanyain masyarakat yang dekat di sana maupun yang jauh di sana mengatakan itu tempat rehabilitasi, itu yang mereka kenal. Dokumen yang kami lacak itu juga tempat rehabilitasi," jelas Anam.

Bahkan, lanjut Anam, termasuk institusi yang berurusan dengan narkotika di Langkat juga menyebutkan bahwa kerangkeng tersebut merupakan tempat rehabilitasi pecandu narkoba.

"Itu yang sedang kami dalami (pembiaran), itu sejak tahun 2010 sampai sekarang 2022, berarti 12 tahun. Tunggu terkahir laporan Komnas HAM, karena itu akan mengejutkan banyak pihak," pungkas Anam.