Kisah Seniman Muda Astohari: Merekonstruksi Prasasti Sejarah dengan Ketelitian Tinggi

Astohari (baju putih) seniman muda saat menemukan prasasti kantor ledeng/ist
Astohari (baju putih) seniman muda saat menemukan prasasti kantor ledeng/ist

Tak banyak seniman seni rupa yang mampu mereplika prasasti peninggalan sejarah dengan tingkat kemiripan luar biasa. Namun, Astohari, seniman muda asal Tanjung Batu, Ogan Ilir, yang kini berdomisili di Desa Jirak, Musi Banyuasin, menjadi salah satu di antaranya.


Dikenal dengan keahliannya merekonstruksi prasasti bersejarah, karya Astohari tak hanya menghidupkan kembali sejarah dan budaya lokal tetapi juga berkontribusi besar dalam pelestarian warisan budaya Palembang.

Astohari, yang akrab disapa Totok, menjelaskan bahwa menciptakan replika prasasti adalah tantangan besar.

"Yang paling sulit itu adalah menciptakan kemiripan yang sempurna, terutama pada prasasti yang tulisannya sudah aus. Prosesnya mengharuskan kami mempelajari kembali huruf-huruf prasasti agar bisa menciptakan duplikasi yang akurat," ujarnya.

Pembuatan replika prasasti memakan waktu rata-rata dua bulan. Tantangan utamanya adalah menemukan bahan yang menyerupai batu asli prasasti. "Biaya bukanlah yang utama, tetapi mencari bahan yang mendekati aslinya adalah proses yang memerlukan banyak percobaan," tambahnya.

Astohari memulai perjalanan seninya sejak lulus dari Program Studi Seni Rupa Murni, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, pada 2015. Setelah sempat bekerja di sektor swasta, ia memutuskan untuk menekuni seni rupa sepenuhnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Astohari telah mengerjakan replika prasasti terkenal seperti Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, dan Telaga Batu. Proyek terbarunya adalah bekerja sama dengan FKIP Sejarah Universitas Sriwijaya dan Pj Wali Kota Palembang Dr. A. Damenta untuk pembuatan replika prasasti yang akan dipajang di Office Museum Gedung Walikota Palembang.

"Desember ini, saya juga akan mulai mereplika arca penari dari situs Teluk Kijing untuk Museum Penghulu Muhammad Soleh di Muba," jelasnya.

Selain membuat replika prasasti, Astohari juga mengembangkan seni rupa lain seperti lukisan, mural, dan patung. "Kami terbuka untuk berbagai proyek seni, selama sesuai kapasitas kami," katanya.

Baru-baru ini, ia meraih penghargaan sebagai pelaku seni rupa dalam Festival Randik Musi Banyuasin. "Penghargaan ini menjadi motivasi untuk terus berkarya dan melestarikan budaya," ungkapnya.

Astohari bercita-cita membuka sanggar seni yang menjadi wadah bagi generasi muda untuk belajar seni rupa. "Saya ingin sanggar ini menjadi tempat anak-anak muda mengembangkan bakat seni mereka, terutama dalam bidang seni rupa," ujarnya.

Sebagai seniman yang terus berinovasi, Astohari berharap karyanya dapat menginspirasi banyak orang dan memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian warisan budaya Palembang. "Jika karya saya bisa mendekati keaslian prasasti, itu sudah memberikan kepuasan yang luar biasa," tutupnya.