Kehilangan Tulang Punggung Keluarga, Istri Korban Fatality Manambang Muara Enim Syok Berat

Anggota Polsek Lawang Kidul saat melakukan olah TKP di lokasi jatuhnya dua pekerja pelepasan tower di areal IUP PT Menambang Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)
Anggota Polsek Lawang Kidul saat melakukan olah TKP di lokasi jatuhnya dua pekerja pelepasan tower di areal IUP PT Menambang Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)

Duka mendalam masih dirasakan Daryani (39), istri dari Muhammad Yusuf Wahyudin yang merupakan salah seorang pekerja yang tewas dalam fatality di areal PT Manambang Muara Enim (PT MME), Kamis (14/4) lalu. 


Ibu tiga orang anak ini masih tak percaya jika lelaki yang jadi tulang punggung keluarga tersebut telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Ditemui dikediamannya yang berlokasi di Jalan Budi Utama 2, RT 15, Kelurahan Sako Baru, Kecamatan Sako, Palembang. Dia lebih memilih bungkam dan masih enggan menanggapi berbagai pertanyaan dari tim Kantor Berita RMOLSumsel.  

Kehilangan suami seolah kehilangan masa depan. Bagaimana tidak. Selama ini, dia bersama anaknya hanya mengandalkan pendapatan dari suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Daryani sendiri kesehariannya hanya sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada pendapatan lain yang bisa menyokong kehidupan keluarganya. 

“Belum bisa diajak bicara, masih menjauh sama orang-orang dianya (Daryani),” kata Eti, kakak kandung Daryani ketika dibincangi, Selasa (19/4). 

Eti menceritakan, kabar meninggalnya Yusuf cukup mengejutkan keluarga. Sebab, selama bekerja pria kelahiran Bogor itu belum sekalipun mengalami kecelakaan kerja. Menurut Eti, almarhum Yusuf kurang begitu terbuka terhadap pekerjaan yang tengah digelutinya. Termasuk saat menjadi teknisi bongkar pasang tower. 

Sepengetahuannya, Yusuf hanya bekerja sebagai tukang las di bengkel yang tak jauh dari rumahnya. Ketika mendapat proyek keluar kota, Yusuf pun hanya mengatakan mendapat pekerjaan untuk mengelas.

“Jangankan kami, istrinya pun tidak tahu kalau Yusuf bekerja di CV atau PT untuk membongkar pasang tower. Biasanya dia pergi tidak ngomong kemana, kadang seminggu, dua hari, ataupun tiga minggu,” ungkapnya. 

Eti menceritakan, Yusuf dan Daryani menikah sejak 2010 lalu. Mereka dikaruniai tiga orang anak yang terdiri dari satu perempuan dan dua laki-laki.  Kedua anak laki-laki pasangan tersebut masing-masing baru beranjak kelas 5 SD dan berumur 2,5 tahun. Sedangkan anak perempuannya tahun ini baru masuk kelas 1 SD. 

“Kasian sekali, anak masih kecil-kecil tapi ditinggal suami yang jadi tulang punggung keluarga. Rumah saja mereka masih menyewa Rp500 ribu per bulan, belum listrik, air, dan lain-lain,” jelasnya.

“Wajar kalau dia (Daryani) begitu syok saat ini, karena kabar yang mengejutkan, ditambah suaminya tulang punggung keluarga, dan meninggalkan anak-anak yang masih kecil,” tambahnya. 

Adik sepupu Daryani, Marni mengatakan sampai saat ini belum ada informasi yang jelas dari pihak perusahaan terkait kronologi musibah yang menimpa kerabatnya tersebut. Mulai dari CV Galang Spider Computer yang memberi kerja, sampai PT Ulima Nitra (PT UN) yang menggunakan jasa korban.   

“Belum ada cerita yang bisa kami terima, sebab dari perusahaan belum ada penjelasan, kami hanya tahu dari saksi-saksi mata atau cerita-cerita saja,” imbuhnya. 

Marni menjelaskan, ada seseorang yang datang di hari pemakaman dan sempat dipikir oleh keluarga berasal dari perusahaan. Namun dirinya tidak mengetahui dari perusahaan mana orang yang datang tersebut.  “Ada santunan dari mereka, namun untuk menggelar tahlil saja,” ungkapnya

Dia berharap perusahaan harus bertanggungjawab dari atas kejadian yang menimpa kerabatnya tersebut. “Kalau kami tidak ingin menuntut atau menyalahkan pihak perusahaan, kami hanya ingin tanggung jawab saja bagaimana, mengingat beliau (Yusuf) meninggalkan anak yang masih kecil dan istri juga. Kami nanti ikut saja keputusan dari istrinya bagaimana,” tandasnya.