Kebun Sawit dan Lahan Gambut di Sumsel Rawan Terjadi Karhula

Ist/Rmolsumsel.id
Ist/Rmolsumsel.id

Sepanjang tahun 2021 lalu, Balai Pengendalian Prubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatera merekap ada sebanyak 646.75 kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dengan total 5.245 Ha luasan lahan mineral dan gambut yang terbakar.


Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Karhutla yang terjadi di Sumsel jelas mengami peningkatan aktivitas bencana yang rutin terjadi pada saat musim kemarau tiba itu. Dari catatan yang sama pada tahun 2020, luasan lahan yang terbakar di Provinsi Sumsel hanya terjadi sebesar 950 Ha. 

Kepala Balai PPIKHL Wilayah Sumatera, Ferdian Krisnanto mengatakan hingga saat ini, selain faktor iklim yang menjadi acuan kerja satgas kebencanaan di lapangan, Karhutla yang terjadi di Sumsel masih rentan terjadi di kawasan perkebunan sawit bergambut milik masyarakat seperti di Kabupaten OKI dan beberapa lokasi di sekitar tol Ogan Ilir (OI) yang merupakan lahan yang tidak terpelihara atau lahan tidur.

"Selain itu banyak juga spot-spot kecil di wilayah PALI, Musi Rawas, Muara Enim yang menjadi lokasi pembukaan lahan baru masyarakat untuk bidang pertanian," katanya kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Senin (23/5).

Hingga memasuki awal Mei 2022 ini, BMKG telah merilis kondisi iklim yang melanda Sumsel. Disebutkan saat ini wilayah Sumsel masuk dalam periode musim peralihan menjelang musim kemarau dengan suhu maksimal per 10 Mei terjadi mencapai 34.5 derajat celcius kemudian intensitas hujan tertinggi sebesar 55.5 mm per tanggal 6 Mei, sehingga prakiraan musim kemarau akan melanda pada akhir Mei hingga Juni.

"Kalau dari BMKG mengatakan kemarau pada tahun 2022 ini, iklimnya akan lebih kering dibandingkan 2021 lalu, meski demikian saat ini potensi hujan masih ada sehingga kami memanfaatkan semaksimal mungkin untuk terus melaksanakan patroli dan sosialisasi kepada masyarakat," bebernya.

Selain persiapan personel, penanganan dengan solusi permanen pencegahan karhutla terus dilakukan oleh tim PPIKHL seperti pelaksanaan deteksi dan monitoring dan melaksanakan modifikasi cuaca sebagai upaya menjamin agar gambut tetap basah, "melaksanakan patroli darat dan udara lebih luas, pemadaman sedini mungkin sampai pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya melibatkan masyarakat lebih lagi dalam mencehag karhutla," ujarnya. 

Sedangkan saat ditanyai terkait tindak lanjut pengelolaan lahan bekas karhutla, Ferdian menyampaikan bahwa status lokasi tersebut perlu untuk dicermati lebih dahulu, sebab Gubernur Sumsel sendiri dikatannya telah melakukan antisipasi terhadap lahan tidur dan lahan terlantar untuk dikelola sesuai dengan potensinya.

"Hal ini menjadi terobosan yang penting untuk langkah-langka pengaturan. Mengingat penurunan emisi sebagai kewajiban Indonesia untuk sektor lahan terbesar adalag dari kebakaran hutan dan lahan khususnya pada lahan gambut, selain pengelolaan seperti ini pengendalian perubahan iklim juga penting dilakukan," pungkasnya.