Kebakaran Berulang di Kebun Sawit Asal Malaysia [BAGIAN PERTAMA]

Areal konsesi PT Rambang Agro Jaya yang terbakar di bulan September 2021. (ist/rmolsumsel.id)
Areal konsesi PT Rambang Agro Jaya yang terbakar di bulan September 2021. (ist/rmolsumsel.id)

Lima kali kebakaran hutan dan lahan terjadi di konsesi PT Rambang Agro Jaya, anak perusahaan Kulim Berhad asal Malaysia, di Ogan Komering Ilir dalam enam tahun terakhir. Ada saling lempar tanggung jawab atas kebakaran lahan 2021. Laporan ini kolaborasi Tempo, Tempo Institute, RMOLSumsel.id serta dukungan International Media Support (IMS)


Pepohonan di area konsesi milik PT Rambang Agro Jaya yang berada di beberapa desa di Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan berubah warna jadi coklat kehitaman dan mengering. Ilalang di sebagian area konsesi perkebunan sawit itu juga sirna. Kondisi ini terjadi akibat kebakaran lahan di area konsesi anak perusahaan Kulim Berhad –korporasi sawit asal Malaysia— itu pada 21 September 2021.

Luas lahan Rambang Agro Raya yang terbakar mencapai 165 hektare. Angka ini mengacu pada data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan dan Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (BPPIKHL) Wilayah Sumatera. Kedua lembaga mengetahuinya lewat pengecekan citra satelit. Luas lahan terbakar hampir setara dengan area kebakaran lahan milik Rambang Agro Jaya pada 2019 –saat itu kebakaran lahan hebat terjadi di Sumatera Selatan yang mengakibatkan kabut asap menyelimuti wilayah Sumatera hingga Malaysia dan Singapura.

“Kebakaran tahun lalu itu sesungguhnya cukup dahsyat sampai butuh beberapa hari untuk memadamkannya,” kata Robbani, warga Desa Menang Raya, Kayu Agung pada pertengahan Januari 2022.

Meski lahan yang terbakar cukup luas, informasinya tidak sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengaku tak mengetahuinya. Rasio menyarankan agar mengkonfirmasi ke Kepala Seksi Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera. “Langsung sama Kasi Gakkum Wilayah Sumatera,” kata Rasio.

Kepala Seksi Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera, Hariyanto, juga tak mendapat laporan. Ia justru menyarankan agar mengkonfirmasi balik ke Jakarta. "Saya belum dapat laporan dan informasinya mas, mungkin langsung di Jakarta," kata Hariyanto.

Dia menjelaskan, lembaganya memang menerima laporan peristiwa kebakaran lahan milik beberapa perusahaan di wilayah Sumatera pada 2021. Laporan itu belum disampaikan ke Direktorat Penegakan Hukum KLHK karena masih tahap pengawasan hingga penyelidikan.

"Yang sudah naik ke pusat penegakan hukumnya ada di Bangka, bukan di Sumatera Selatan," katanya.

Berbeda dengan keduanya, Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Selatan, Yulkar Pramilus, mengetahui informasi kebakaran lahan milik Rambang Agro Jaya tersebut. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena pengawasan dan penindakan kebakaran lahan Rambang Agro Jaya merupakan tanggung jawab KLHK.

“Kalau sudah ditangani KLHK, kami tidak bisa ikut dalam penyelidikan dan pengawasan,” kata Yulkar.

Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Perkebunan, Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Herlan Kagami, membenarkan kebakaran lahan di area konsesi Rambang Agro Jaya pada 2021. Laporan yang diterimanya, luas area konsesi perusahaan yang terbakar hanya 50 hektare. Namun, Herlan dan tim belum berkunjung ke lokasi kebakaran.

“Tidak semua perusahaan yang kami awasi dan kunjungi karena total perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan sekitar 200, sedangkan sumber daya manusia kami kurang,” kata Herlan.

Kepala BPPIKHL Wilayah Sumatera, Ferdian Krisnanto, mengatakan sesungguhnya pihaknya sudah menginformasikan peristiwa itu melalui grup WhatsApp, yang didalamnya terdapat sejumlah pejabat KLHK, serta Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan.

Ferdian mengatakan lembaganya mengetahui luas area konsesi Rambang Agro Jaya yang terbekar berkisar 165 hektare lewat citra satelit menggunakan sensor warna. Area terbakar ini bisa saja lebih luas lagi, atau sebaliknya. Ia pun sudah melaporkan peristiwa ini ke Kepolisian Resor Ogan Komiring Ilir pada September 2021.

Walhi menyayangkan penanganan tak serius atas kebakaran lahan berulang di konsesi Rambang Agro Jaya itu. “Ini membuktikan masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap karhutla di Sumsel,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, M. Khoirul Sobri.

Estate Manajer PT Rambang Agro Jaya, Yayat Ruhiyat, mengklaim perusahaan sudah sangat ketat mencegah kebakaran lahan di konsesinya. Tapi pihak perusahaan tetap kecolongan. "Tempat kebakaran ini memang kadang ada aktivitas masyarakat mencari purun dan kayu. Kami mau mengusirnya, tentu tidak mungkin," katanya.

Areal Konsesi Sudah Lima Kali Terbakar

KEBAKARAN lahan di area konsesi Rambang Agro Jaya sudah sering terjadi. Sejak 2015, sudah lima kali kejadian kebakaran di kawasan tersebut.

Walhi Sumatera Selatan mencatat luas lahan Rambang Agro Jaya yang terbakar pada 2015 mencapai 262 hektare. Lalu kebakaran lahan pada 2019 di area perseroan mencapai 171 hektare. Tahun itu, ada 11 perusahaan di Sumatera Selatan mengalami kebakaran lahan dengan total seluas 179 ribu hektare.

KLHK menyidik kebakaran lahan di area konsesi Rambang Agro Jaya pada 2015 hingga 2019. Proses hukum perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap karena perusahaan tak mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada September 2021. “Sudah inkracht,” kata Direktur Sengketa Lahan dan Hutan KLHK, Jasmin Ragil Utomo.

Ia mengatakan putusan banding ini menyatakan perusahaan harus membayar ganti rugi atas kerusakan dan perbaikan sebesar Rp199,57 miliar. Sesuai salinan putusan pengadilan, perusahaan terbukti lalai atau sengaja membiarkan kebakaran lahan, lahan yang terbakar berada di area perusahaan, terdapat jejak kebakaran yang disebabkan oleh tindakan manusia, serta perusahaan tak memiliki sarana dan prasarana pencegahan yang memadai.

Pengadilan juga meminta perusahaan tak menanam sementara di lahan perkebunan seluas 500 hektar yang terbakar hingga upaya pemulihan dinyatakan tuntas. Jika tetap menanam, perusahaan dikenakan denda Rp50 ribu untuk setiap pohon sawit.

Yayat Ruhiyat mengatakan pihaknya menunggu eksekusi atas putusan pengadilan tersebut. “Kalau sudah inckraht tentu kami akan ikuti,” katanya.

Herlan Kagami berpendapat, putusan pengadilan itu bisa saja dijadikan rujukan atas kebakaran berulang pada 2021. Di luar itu, Herlan mengklaim pihaknya rutin mengecek kesiapan Rambang Agro Jaya dalam menangani kebakaran lahan, terakhir Desember 2021.

Kegiatan monitoring dan evaluasi Dinas Perkebunan Sumsel ke PT Rambang Agro Jaya. (ist/rmolsumsel.id)

Hasil pengawasan lembaganya, Rambang Agro Jaya dinilai memiliki peralatan pemadam kebakaran lahan yang memadai. Hanya saja, persuhaan ini belum memenuhi syarat keberadaan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA). Jumlah anggota KTPA Rambang Agro Jaya masih sedikit dan tak optimal untuk mengatasi kebakaran. Karena itu, Dinas Perkebunan merekomendasikan KTPA diperkuat. Anggota KTPA harusnya 15-30 orang yang berasal dari warga desa setempat. KTPA juga seyogyanya terbentuk di setiap desa yang berbatasan dengan perkebunan sawit.

Rambang Agro Jaya sendiri hanya memiliki satu KTPA beranggotakan 20 orang. Padahal perusahaan ini berbatasan dengan tiga desa yaitu Kedaton, Cinta Jaya, dan Menang Raya.

Meski tak sesuai ketentuan, Herlan berdalih tidak bisa menindaknya. “Pengambil tindakan itu adalah pemberi izin yakni KLHK dan kabupaten setempat,” kata Herlan.

Yayat Ruhiyat mengakui perseroan memang memiliki KTPA beranggotakan 20 orang. "Setiap dua minggu kami kumpulin mereka untuk tetap bersiaga," katanya.

Adapun Direktur Sengketa Lahan KLHK, Jasmin Ragil Utomo, mengatakan pihaknya belum bisa menindak peristiwa kebakaran lahan di area Rambang Agro Jaya pada 2021 karena masih berkonsentrasi dengan kejadian serupa pada 2015-2019.

"Yang pertama saja belum tentu mulus, nanti malah ketumpuk lagi. Yang penting pertanggungjawaban mereka dilaksanakan,” kata Jasmin.