Direktur Pembinaan dan Pengusaha Batu Bara, Lana Saria yang diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejati Sumatera Selatan sebagai saksi pidana pertambangan menjadi sorotan pembaca RMOLSumsel.id pada Rabu (6/3).
- Kaleidoskop 2024: Sorotan Berita Terpopuler dari RMOLSumsel
- Lima Peristiwa Besar di Sumsel Sepanjang Desember 2024: Hasil PSU Pagar Alam, hingga Pemukulan Dokter Koas Palembang
- Lima Berita Politik Paling Populer di Bulan November 2024, Sejumlah Paslon Klaim Kemenangan di Pilkada Sumsel
Baca Juga
Pemanggilan Lana ini untuk untuk mengungkap pidana pertambangan yang melibatkan puluhan perusahaan tambang di wilayah Sumatera Selatan. Selain berita pidana pertambangan, tanah kawasan gunung Dempo kota Pagar Alam yang ternyata dikuasai oleh tiga mantan pegawai juga mendapatkan perhatian pembaca.
Berikut lima berita populer RMOLSumsel.id sepanjang Maret 2024 yang dirangkum dalam kaleidoskop.
1. Tersangkut Pidana Pertambangan, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Lana Saria Dipanggil Kejati Sumsel

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria saat keluar dari Kantor Kejati Sumsel. (rmolsumsel.id)
Penyidik Pidsus Kejati Sumsel kembali memanggil pejabat Dirjen Minerba, kali ini Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara, Lana Saria pada Rabu (6/3).
Pemanggilan ini diduga tak terlepas dari penyidikan pidana pertambangan yang tengah disidik oleh Kejati Sumsel yang melibatkan puluhan perusahaan tambang. Sebelumnya Kejati Sumsel telah memanggil Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Hendardi pada 23 Desember 2023 lalu.
Dari pantauan di lapangan, Lana Saria datang diantar dengan menggunakan mobil double cabin Mitsubishi Strada B 9263 PBF berwarna putih sekitar pukul 10.00 WIB. Terlihat Lana yang mengenakan jilbab warna cream, kemeja putih dan celana warna cream memasuki Gedung Kejati Sumsel dikawal sejumlah pegawai minerba.
Lana sempat keluar dari Gedung Kejati Sumsel, ketika waktu Isoma dan kembali masuk sekitar 13.30 WIB. Hingga berita ini diturunkan, pemeriksaan terhadap Lana masih berlangsung.
Pemeriksaan ini semakin menguatkan adanya dugaan pidana pertambangan di Sumsel yang tengah disidik Kejati Sumsel. Untuk diketahui, Lana sebelum ini menjabat sebagai Direktur Teknik dan Lingkungan. Saat dia menjabat itulah, diduga pidana pertambangan dengan melibatkan puluhan perusahaan tambang terjadi.
Sementara ini, belum ada keterangan resmi dari Kejati Sumsel terkait pemeriksaan Lana Saria maupun kasus yang sedang dilakukan penyelidikan tersebut. Namun, diduga kuat, pidana pertambangan tersebut berkaitan dengan pidana terkait dengan reklamasi tambang di Sumsel.
Sebab, Kejati Sumsel informasinya juga telah memanggil sejumlah direksi perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lahat dan Muara Enim Sumsel. Tidak hanya perusahaan swasta, tetapi juga BUMN ikut dipanggil dalam penyelidikan kasus ini.
Seiring hal tersebut, penyidik Kejati Sumsel juga disebut telah turun langsung ke lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP), milik perusahaan yang tengah disidik.
Permasalahan ini mencuat setelah sebelumnya Kepala Kejati Sumsel Yulianto mengungkapkan kalau pihaknya tengah menyidik kasus besar dengan nilai kerugian negara yang fantastis. Sampai saat ini, Yulianto belum merinci kasus tersebut.
Namun, kepingan demi kepingan perkara yang dimaksud Yulianto perlahan terkuak. Pertama kali setelah Kejati Sumsel memanggil direksi sejumlah perusahaan tambang, yang salah satu surat pemanggilannya diterima oleh redaksi Kantor Berita RMOLSumsel.
Dalam surat tersebut, Direktur perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Desa Ulak Pandan, Kabupaten Lahat telah dipanggil pada 18 Januari 2024 lalu. Namun, saat dilakukan penelusuran pada situs resmi Kementerian ESDM, perusahaan ini tidak lagi muncul, yang secara sederhana dapat diartikan telah tidak lagi melakukan aktivitas produksi.
Selain itu, ada lagi perusahaan yang telah tidak lagi dalam masa produksi yang ikut dipanggil oleh penyidik pidsus Kejati Sumsel, yakni PT Aman Toebillah Putra (ATP). Dalam penelusuran, perusahaan ini pernah mendapat proper merah lingkungan hidup Kementerian LHK, sampai pernah juga divonis merusak lingkungan oleh PN Lahat.
Aktivitas perusahaan ini diketahui telah lama berakhir, namun diduga belum melakukan reklamasi dan ditinggalkan oleh perusahaan tersebut. Permasalahan di perusahaan ini disinyalir terjadi setelah perpindahan saham karena diakuisisi oleh PT SBWP.
Belakangan perpindahan saham ini diketahui pula tidak dilaporkan kepada pemerintah. Sehingga tanggung jawab reklamasi lepas begitu saja. PT SBWP ini diketahui juga melakukan akuisisi terhadap sejumlah perusahaan lain dengan sistem join operation.
Secara spesifik mengenai permasalahan reklamasi di Sumsel ini telah diulas dalam pemberitaan Kantor Berita RMOLSumsel pada Januari 2022 lalu, yang juga memuat daftar perusahaan yang diduga ikut dipanggil dalam pemeriksaan pidana pertambangan oleh Kejati Sumsel saat ini.
2.Kuasai Tanah Gunung Dempo, 3 Mantan Pegawai BPN Pagar Alam Ditetapkan Tersangka Lalu Ditahan

Tiga tersangka penjualan tanah Gunung Dempo usai menjalani pemeriksaan di Kejari kota Pagar Alam. (Taufik/RMOLSumsel.id)
Kejaksaan Negeri (Kejari) kota Pagar Alam menetapkan tiga orang tersangka kasus mafia tanah penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) kawasan hutan lindung gunung Dempo..
Adapun ketiga tersangka tersebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebelumnya bertugas di BPN Pagar Alam. Mereka berinisial N, YAP dan BAW. Ketiganya pun langsung ditahan di Lapas Pagar Alam setelah ditetapkan sebagai tersangka.
"Ketiga tersangka ditahan selama 20 hari kedepan. Meskipun ketiganya telah pindah dinas tapi telah kami lakukan upaya paksa penahanan "kata Kepala Kejaksaan (Kajari) Pagar Alam Fajar Mufti, Rabu (6/3).
Mufti menjelaskan, modus yang digunakan para pelaku adalah dengan melakukan pengalihan hak aset negara berupa kawasan hutan lindung di areal gunung Dempo dengan memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di tahun 2017 dan 2020.
Mereka kemudian membuat dokumen ukur dan pendataan tanah untuk di jadikan sertifikat tanpa memperdulikan batas hutan milik negara sehingga kemudian aset negara tersebut beralih menjadi milik pribadi sebanyak 4 SHM dengan luas lahan kurang lebih 7 hektare.
"Mereka ini membuat dan menerbitkan dokumen berupa sertifikat hak milik pribadi di lahan yang sebenarnya adalah hak milik negara yakni kawasan hutan lindung di areal gunung Dempo di tahun 2017 dan 2020 .dimana luas lahan yang dialihkan oleh mereka sudah mencapai 7 hektare sehingga negara di rugikan ratusan juta rupiah,"ujarnya.
Sebelum mengungkap modus maupun para pelakunya kata Fajar,pihaknya telah meminta keterangan dari beberapa pihak mulai dari petugas BPN,Dinas Kehutanan dan beberapa pihak lain yang terkait dimana kasus ini akan terus di kembangkan dan tidak menutup akan ada tersangka lain.
"Untuk sementara baru 3 orang ini yang kami tahan dan pihak lainnya baru sebatas saksi namun tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru sesuai perkembangan kasus ini,"kata dia.
3. Disebut Sarat Kepentingan, Seleksi Pejabat Pemprov Sumsel Dipertanyakan, Dimana Pj Gubernur Agus Fatoni?

Kantor Pemprov Sumsel/ist
Seleksi terbuka untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Eselon II atau selevel Kepala Dinas di Pemerintah Provinsi Sumsel yang dimulai sejak Januari 2024 belum juga diumumkan.
Padahal sebelumnya beredar informasi jika mereka yang terpilih dalam seleksi terbuka ini akan segera diumumkan, seiring keputusan panitia seleksi yang telah ditetapkan pada pekan terakhir Februari 2024 lalu. Namun belakangan, pengumuman mereka yang akan mengisi enam jabatan yang kosong di Pemprov Sumsel itu ditunda.
Beberapa waktu lalu, sejumlah aktivis anti korupsi di Sumsel juga sempat mempertanyakan transparansi dan kredibilitas dalam proses lelang jabatan ini. Mereka meminta jangan sampai peserta yang terpilih dalam seleksi tersebut tidak punya kompetensi yang memadai, atau bahkan sengaja diloloskan untuk memenuhi kepentingan tertentu.
Sistem yang dibuat dalam tahapan seleksi, keterlibatan pihak ketiga untuk mengawasi, dan transparansi kepada publik mengenai rekam jejak calon pejabat yang menjadi pertanyaan seakan tidak diperhitungkan dalam seleksi kali ini. Hal inilah yang kemudian memunculkan aroma kolusi yang kuat, yang mempertanyakan keterlibatan Pj Gubernur Agus Fatoni dalam permainan diproses ini.
Hal senada diungkapkan oleh pengamat Bagindo Togar, yang menyebut bahwa kolusi dalam seleksi JPT Pratama Pemprov Sumsel ini muncul dan kemudian menjadi lumrah, karena adanya kepentingan pribadi dari pejabat yang memanfaatkan proses seleksi ini untuk kepentingan politiknya di masa depan.
"Proses ini selalu dikaitkan dengan masalah kolusi karena ada kepentingan dari pejabat yang ingin memanfaatkan hal ini untuk kepentingan politiknya," ujar Bagindo. Sebab praktik kolusi masih bisa terjadi karena ada celah dalam kebijakan yang memungkinkan untuk meloloskan pejabat yang tidak layak.
"Seketat apapun sistemnya, masih ada celah untuk melakukan praktik kolusi. Bukan hanya transparansi, tapi pengawasan dari pihak eksternal dan internal juga harus ditingkatkan. Ini yang tidak terlihat, tidak terbuka pada publik," jelasnya.
Selain itu, Bagindo juga menekankan pentingnya penggunaan sistem merit dalam proses seleksi, sehingga portofolio pejabat dapat menjadi jaminan atas kompetensi mereka. "Dewan harus memperhatikan proses seleksi ini karena lelang jabatan ini telah lama menjadi rahasia umum bahwa kepentingan politik seringkali lebih dominan," tambahnya.
Di sisi lain, sejumlah permasalahan kepegawaian mencuat sejak hadirnya Pj Gubernur Agus Fatoni di Sumsel. Meskipun sebagai perpanjangan tangan Mendagri, Agus dinilai belum bisa menuntaskan permasalahan yang menjadi muara dari pelayanan terhadap masyarakat ini.
Masalah yang paling menjadi sorotan adalah maladministrasi dalam penunjukkan Pj Bupati dan Wali Kota di Sumsel, saat penunjukkan pejabat pengganti bagi mereka yang ditunjuk sebagai Pj Bupati dan Pj Wali Kota itu, karena menabrak Permendagri No.4 tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota.
Sengkarut dan berlarutnya permasalahan kepegawaian di Pemprov Sumsel inipun membuat anggota DPRD Sumsel angkat bicara. Askweni, dari fraksi PKS menyebut prestasi dan rekam jejak calon pejabat seharusnya tidak luput dari perhatian.
"Pemilihan pejabat tidak hanya berdasarkan teori, tetapi juga harus melihat kinerja mereka selama ini. Seharusnya semua proses seleksi berjalan sesuai aturan dengan hasil tes yang objektif," ujarnya. Sebab Pj Gubernur Agus Fatoni maupun panitia seleksi, harus bertanggung jawab kepada masyarakat atas proses ini.
"Dalam hal (seleksi) ini, pasti ada unsur subjektivitas. Namun (memilih) loyalitas juga harus diimbangi dengan kemampuan dan prestasi calon pejabat, jangan asal pilih loyal saja," tegasnya. Sehingga jika hal ini tetap tidak dipertimbangkan, maka bisa memunculkan masalah di kemudian hari.
Sementara itu, Pelaksana harian (Plh) Sekda Provinsi Sumsel Edward Chandra yang dikonfirmasi mengenai hal ini mengaku kalau saat ini seleksi itu masih berproses di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). "Itu (sedang) prosesnya di BKD," kata Edward melalui sambungan telepon.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumsel, Ismail Fahmi mengatakan, proses seleksi JPT Pratama untuk lima jabatan saat ini sedang berlangsung. Ismail mengakui, dalam proses seleksi tersebut terdapat sistem gugur pada seleksi administrasi dan asesmen.
"Benar seleksi JPT pratama pemprov sumsel terdapat sistem gugur pada seleksi administrasi dan asesmen. Untuk tahapan pembuatan makalah dan wawancara, semua peserta hadir membuat makalah dan diwawancara oleh Tim Pansel JPT Pratama Pemprov Sumsel," ungkapnya.
Ismail menambahkan, semua tahapan dilakukan secara terbuka dan transparan. Dia juga menepis tudingan adanya titipan pejabat dalam proses seleksi tersebut. "Tidak ada titipan, semua dilaksanakan secara terbuka," pungkasnya.
Untuk diketahui, Seleksi JPT Pratama kali ini dilakukan untuk mengisi jabatan Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Kepala Biro Humas dan Protokol.
4. Benarkan Pemeriksaan Pejabat Minerba, Kepala Kejati Sumsel Targetkan Pidana Pertambangan Naik Sidik Bulan Depan

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, Dr Yulianto SH MH. (noviansyah/rmolsumsel.id)
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel Yulianto angkat bicara terkait proses penyelidikan perkara mega korupsi pertambangan yang saat ini tengah berjalan.
Kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Yulianto menargetkan perkara yang melibatkan puluhan perusahaan tambang di Kabupaten Lahat dan Muara Enim ini naik ke tahap penyidikan pada bulan depan.
"Yang (perkara) tambang sedang berjalan, Insya Allah bulan depan akan kita naikkan ke tahap penyidikan," katanya. Yulianto secara tidak langsung juga mengonfirmasi pemeriksaan terhadap pejabat minerba.
Kasus pidana pertambangan ini bersama dengan kasus korupsi lainnya, menurut Yulianto selama ini memang telah menjadi atensi dari Kejati Sumsel. Kasus-kasus itupun kemudian bermuara ke meja hijau.
Beberapa diantaranya bahkan melibatkan BUMN dan sejumlah petinggi, yang secara tidak langsung pula menegaskan kalau Kejati Sumsel tidak pandang bulu terkait perkara yang sedang ditangani.
Yulianto menegaskan, pihaknya berkomitmen dan serius dalam menangani setiap perkara korupsi yang berasal dari aduan masyarakat. "Ada laporan, layak, langsung kami tindak lanjuti. Namun tetap ada skala prioritas," jelasnya.
Begitupun dengan kasus kali ini, pidana pertambangan yang ditaksir menyebabkan kerugian negara sampai triliunan rupiah.
Upaya yang dilakukan oleh Kejati Sumsel untuk mengungkap sejumlah perkara korupsi besar di Bumi Sriwijaya mendapat apresiasi berbagai pihak, utamanya aktivis anti korupsi.
Ketua BPI KPNPA Sumsel, Feriyandi yang berharap Kejati Sumsel di bawah kepemimpinan Yulianto semakin garang memberantas korupsi di Sumsel.
"Kami memberikan dukungan maksimal bagi Kejati Sumsel, apalagi kami juga kerap menyampaikan laporan yang kasusnya memang seharusnya sudah menjadi ranah mereka untuk diselidiki," katanya.
Kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) yang maksimal akan memberikan rasa keadilan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Itu pula yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi yang mengaku bangga dengan kinerja Kejati Sumsel dibawah kepemimpinan Yulianto.
"Kita masyarakat Sumsel ingin tahu kasus apa dan sebesar apa kerugian negara dalam pidana pertambangan ini. Karena kami tahu juga sudah ada dua pejabat minerba yang dipanggil," ujarnya.
Apalagi, Rahmat mengaku paham betul track record Yulianto yang sebelumnya juga sudah banyak berhasil mengungkap kasus korupsi besar di penugasan sebelumnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sehingga dia berharap pengungkapan kasus kali ini juga berjalan dengan maksimal, seiring dengan dukungan dari masyarakat.
5. Massa Desak Pj Bupati Banyuasin Copot Kepala Desa Sejagung

Massa masyarakat Sejagung Bersatu saat menyuarakan aspirasinya. (ist/rmolsumsel.id)
Puluhan massa yang mengatasnamakan Masyarakat Sejagung Bersatu mendatangi kantor Bupati Banyuasin pada hari Senin (18/3) siang untuk melakukan aksi damai.
Dipimpin oleh Ruslan sebagai koordinator aksi dan Sobri Efendi sebagai koordinator lapangan, massa tersebut menuntut pemecatan AR, kepala desa Sejagung, Kecamatan Rantau Bayur, Banyuasin.
Aksi tersebut dilancarkan atas dugaan bahwa kepala desa tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Massa menilai AR tidak pro rakyat, tidak memahami prinsip demokrasi, dan tidak kompeten dalam administrasi. Mereka juga mengklaim adanya penyelewengan dana desa yang dilakukan oleh kepala desa, serta penjualan lahan desa untuk kepentingan pribadi.
"Selanjutnya kepala desa diduga memperkaya diri, dengan melakukan dugaan penyelewengan dana bagi hasil tambang, dimana tidak semuanya masuk kas desa," ujar Ruslan sebagai koordinator aksi, didukung oleh Sobri Efendi koordinator lapangan.
Massa juga menyampaikan bahwa kegiatan tambang yang telah berlangsung selama lima tahun tidak memberikan dampak positif kepada masyarakat setempat. Mereka menambahkan bahwa kepala desa juga diduga menjual lahan desa tanpa izin dan untuk kepentingan pribadi.
Oleh karena itu, Masyarakat Sejagung Bersatu meminta kepada Pemerintah Kabupaten Banyuasin untuk melakukan audit terhadap dana desa serta menindaklanjuti tuntutan atau aspirasi mereka. Mereka mengancam akan kembali mendatangi kantor bupati dengan massa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Usai menyampaikan aspirasi, massa ditemui oleh Asisten I Setda Banyuasin, yang didampingi oleh Rayan Nurdiansya. Mereka menyatakan akan menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan rapat bersama instansi terkait.
Kapolres Banyuasin, AKBP Ferly Rosa Putra Sik, mengapresiasi aksi damai yang dilakukan oleh massa Masyarakat Sejagung Bersatu. Dia menyatakan harapannya agar permasalahan ini segera mendapatkan penyelesaian.
Setelah mendengar penjelasan dari pihak berwenang, massa membubarkan diri dengan pengawalan dari pihak kepolisian dan Satpol PP.
Kepala Desa Sejagung, Azhar MusLimin, saat dikonfirmasi membantah tuduhan yang dialamatkan padanya. "Tidak benar itu," katanya.
Menurutnya, tuduhan mengenai penjualan tanah dan penyelewengan dana desa tidak berdasar. Ia mengklaim bahwa tidak ada penjualan tanah dan telah menyampaikan penjelasan tersebut dalam rapat desa sebelumnya.
- Kaleidoskop 2024: Sorotan Berita Terpopuler dari RMOLSumsel
- Lima Peristiwa Besar di Sumsel Sepanjang Desember 2024: Hasil PSU Pagar Alam, hingga Pemukulan Dokter Koas Palembang
- Lima Berita Politik Paling Populer di Bulan November 2024, Sejumlah Paslon Klaim Kemenangan di Pilkada Sumsel