Indonesia Dilanda Virus Ganas pada 2023 dan 2026

Mengerikan apa yang disampaikan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Muhammad Anis Matta. Sebab ia memprediksi, krisis akibat penularan Covid-19 yang menimpa dunia dan Indonesia tidak akan berakhir dalam waktu dekat.


Lebih buruk lagi, bakal muncul virus lain dan lebih ganas menyebar pada 2023 dan 2026 usai Ppandemi Covid-19 berakhir. Akibatnya, pandemi virus ini akan semakin mempengaruhi kekacauan global.

Anis Matta seperti diberitakan JPNN.com, menyampaikan itu saat melakukan kunjungan ke kantor redaksi satu media daring di Jalan Palmerah, Jakarta, Kamis (20/8/2020).

"Ada satu dokumen yang saya baca, yang mengatakan bahwa kemungkinan 2023 dan 2026 ada lagi virus lain," ungkap Anis Matta.

Berkaca dari itu, Anis Matta menilai tidak terdapat definisi akhir dari krisis yang diakibatkan oleh penyebaran virus. Hal itu seperti persoalan teroris yang penyelesaiannya tidak bisa ditentukan waktu.

"Jadi ini satu jenis krisis yang tidak ada definisi akhirnya. Maksudnya tidak ada satu situasi nanti berakhirnya begini. Sejak 2001 misalnya anda mendengar isu teroris, selesai tidak isu itu? tidak," kata dia.

Dia menyatakan, ada faktor yang membuat situasi lebih berat daripada hari ini, yaitu menurunnya sistem global. Utamanya dengan kehidupan di kota yang menjadi tempat terkonsentrasinya manusia.

"Karena pada dasarnya virus itu berhubungan dengan kehidupan kota, di mana manusia terkonsentrasi dalam jumlah besar. Makanannya berupa hewan ini didekatkan kepada dia, potensi itu pasti terjadi," lanjut dia.

Selain itu, Anis Matta berbicara climate change atau perubahan iklim yang membuat situasi global menjadi berat. Dia mengungkapkan sesuai ramalan FAO, mungkin ada krisis pangan dalam dua tahun ke depan. Dia mengatakan sebagian besar dari musibah-musibah yang saat ini dihadapi faktornya adalah perubahan iklim, terlepas perdebatan perubahan iklim teori konspirasi atau tidak.

"Faktanya, jumlah bencana alam lebih banyak, banjir lebih banyak, tsunami lebih sering, kekeringan, kebakaran hutan dan seterusnya. Misalnya terjadi kebakaran luar biasa di Australia kemarin. Artinya jumlah ini lebih banyak dan mendisrupsi secara ekonomi, sosial, dan secara politik," ucapnya.

Kemudian, Anis Matta mengatakan, konflik geopolitik, terutama konflik Amerika-China, yang membuat kondisi dunia bisa menyulitkan.

Dia menyebut dengan istilah perang supremacy. Jadi satu bangsa ini muncul menyebabkan kematian yang lain, incumbent ini harus bertahan. Caranya dia harus menghabisi penantang ini.

"Sekarang mana yang kalah incumbent atau penantang, semua tidak tahu. Namun, sampai kapan berakhirnya tidak tahu. Namun, mereka berperang menggunakan semua sarana, perang dagang, teknologi, hingga budaya," ujar dia.

Berikutnya Anis Matta berbicara faktor teknologi. Anis Matta mengatakan saat ini semua dipaksa berhijrah ke sistem digital, dan hal itu telah dilakukan Partai Gelora dengan sukses menyelenggarakan 'Gelora Digifest 2020' dan 'Gelora Kemerdekaan 2020', serta event-event lainnya beberapa waktu lalu

Namun, soal hijrah ke sistem digital ini ternyata banyak instansi pemerintahan yang tidak siap dengan digitalisasi, karena tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai.

"Ketika hijrah ke situ korbannya berapa banyak. Jadi keempat faktor ini adalah faktor disrupsi, yang sekarang ini terjadi sekaligus. Krisis ini bersifat sistemik, multidimensi, dan berlarut, lama waktunya," kata Anis Matta.

Lebih lanjut, Anis Matta yang dikenal sebagai pakar geopolitik internasional ini mengatakan, dalam satu analisa sistem global, dikatakan setiap 80 hingga 100 tahun ada perubahan dalam sistem global, sementara saat ini sistem tersebut usianya sudah mencapai 75 tahun.

"Misalnya abad ke-16 itu abadnya Portugis, abad ke-17 yang dominan Belanda, Abad ke-18 dan ke-19 itu yang dominan Inggris, abad ke-20 itu Amerika. Sekarang dominasi ini akan bertahan atau tidak, tidak ada yang tahu. Pandemi akan mempercepat perubahan tersebut," pungkas dia.[ida]