Hardiknas Jadi Momentum Perbaikan di Sumsel, Jangan Jadikan Pendidikan Alat Mendulang Suara 

Firdaus Hasbullah/ist
Firdaus Hasbullah/ist

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa merupakan salah satu amanah Konstitusi yang di perjuangkan oleh para pendiri bangsa. Karenanya momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei 2023, harus menjadi bahan evaluasi sekaligus refleksi bagi para pemimpin tanpa terkecuali, mulai dari presiden, gubernur, dan bupati atau walikota.


“Cita-cita luhur untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul berkualitas dan kompetitif, melalui Pendidikan harus menjadi fokus utama para pemimpin khususnya pemprov Sumsel,” kata Ketua Rumah Bersama Heri Amalindo, Firdaus Hasbullah, SH atau biasa disapa FH, Selasa (2/5).

Lebih lanjut FH mengatakan, Pendidikan di Sumsel jangan hanya sekadar dijadikan alat untuk mendulang suara pada saat pesta demokrasi atau pilkada semata. 

"Pada saat pencalonan sebelum terpilih, Gubernur Sumsel terkenal dengan salah satu slogan kampanyenya yakni Kalau Aku Jadi Gubernur Sekolah dan Berobat Gratis Cukup dengan Modal KTP namun faktanya masih banyak masalah yang belum diselesaikan dengan baik, dengan kata lain janji tinggal janji meskipun perda terkait dengan Sekolah dan Berobat gratis tersebut belum dicabut," jelasnya. 

Selain itu penerapan sekolah gratis belum mampu meningkatkan standar pelayanan minimun di tingkat pendidikan dasar karena adanya keterlambatan pembiayaan.

“Seperti pernah terjadi keterlambatan pembayaran pada tahun 2021-2022 dengan alasan belum ada payung hukumnya. Nah ini, jangan sampai terjadi lagi dalam dunia pendidikan di Sumsel kedepan,” katanya.

Kemudian, sarana sekolah yang belum standar. Misalkan, untuk tingkat SMP/MTs masih ada yang belum memiliki laboratorium untuk melakukan observasi, sarana lapangan sekolah yang tidak memadai dan ruang kelas yang kurang nyaman untuk proses belajar mengajar.

Disisi lain, kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan juga masih menjadi masalah dan harus mendapatkan perhatian serius, karena masih banyak guru yang hanya mengejar tunjangan sertifikasi sehingga abai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

"Artinya, persoalan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan harus menjadi perhatian serius kedepan,” jelasnya.

FH menambahkan, sebagai provinsi yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, seharusnya pendidikan di Sumsel mampu memutus matarantai kemiskinan dan mendorong kesejahteraan bagi masyarakatnya. 

Persoalan lain yakni rasio antara guru dan siswa juga masih menjadi masalah serius, belum lagi persoalan infrastruktur atau sarana dan prasarana Pendidikan yang belum merata.

“Jika bidang Pendidikan benar-benar dikelola dengan baik, dengan melibatkan berbagai stakeholder yang ada, maka dapat dipastikan Sumsel bisa menjadi provinsi yang diperhitungkan di Indonesia,” jelasnya.

Kedepan, FH berharap pejabat yang bertanggung jawab dengan dunia Pendidikan, jangan semata-mata hanya fokus dan terjebak dengan acara-acara seremonial belaka, akan tetapi benar-benar mempraktekan berbagai aspek secara komprehensif agar bisa menjadikan Pendidikan di Sumsel lebih berkualitas.

“Merdeka Belajar yang merupakan konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Artinya pemangku kepentingan tersebut melibatkan semua pihak terkait mulai dari keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat,” tambahnya.

Dalam merdeka belajar, jelas FH, ada tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar. Yakni, partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tidak adanya ketertinggalan anak didik.

"Ketiga indikator tersebut bisa tercapai di Sumsel jika ada perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur kelas lebih baik dan platform pendidikan yang ramah dengan teknologi,” pungkasnya.