Habib Rizieq Bandingkan Tuntutan Kasusnya dengan Hukuman Koruptor

Habib Rizieq Shihab saat membacakan pledoi. (rmolnetwork/rmolsumsel.id)
Habib Rizieq Shihab saat membacakan pledoi. (rmolnetwork/rmolsumsel.id)

Sidang kasus tes PCR dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6), dengan agenda pembacaan pledoi. Dalam pledoinya, Rizieq mengaku heran dengan proses penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, tuntutan hukum bagi kasus prokes seperti dirinya lebih berat jika dibandingkan dengan kasus korupsi.


Rizieq yang dituntut enam tahun penjara membandingkan tuntutan kasus kasus korupsi Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki.

"Kasus korupsi Djoko Tjandra, ternyata Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki masing-masing hanya dituntut empat tahun penjara," katanya saat membacakan pledoi seperti yang dikutip dari Kantor Berita Politik rmol.id, Kamis (10/6). 

Kemudian, sambung Rizieq, terdakwa lain di kasus yang sama yakni mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte yang ikut membantu Djoko Tjandra dalam pelarian hanya dijatuhi 3 tahun penjara. "Brigjen Prasetjo lebih ringan lagi hanya, dituntut 2,5 tahun penjara," ujarnya.

Imam besar FPI ini memaparkan data Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dirilis pada 19 April 2020 lalu. Data sepanjang 2019, dari 911 terdakwa korupsi, 604 orang dituntut di bawah empat tahun penjara. 

Dalam kasus ini, tiga terdakwa yakni Habib Rizieq Shihab, Hanif Alatas, dan dr Andi Tatat, disangkakan Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga menyebarkan pemberitahuan bohong. 

Yakni terkait pernyataan bahwa Rizieq dalam keadaan sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 meski terkonfirmasi Covid-19 dengan alasan belum menerima hasil tes swab PCR. 

Pada sidang tuntutan Kamis (3/6) JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah kepada Habib Rizieq dengan hukuman pidana enam tahun penjara. 

Hal yang memberatkan tuntutan JPU di antaranya Rizieq berstatus bekas narapidana karena pernah divonis bersalah dalam perkara 160 KUHP tentang Penghasutan pada tahun 2003. Serta perkara 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang pada 2008, kedua perkara ini diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.