Gagah Sekali Politisi Ini, Dia Desak -desak Presiden RI

Hari ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga jadi "bintang parlemen". Dia dengan vokal mempersoalkan masih rendahnya penyerapan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang telah dialokasikan Rp695,2 triliun. Semua pejabat dan lembaga terkait ia desak, termasuk Presiden RI.


Eriko menyesalkan penyerapan anggaran itu masih 30 persen, sementara 2020 tinggal empat bulan lagi. Berbicara saat rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Bank Indonesia, Bappenas, OJK, BPS, Rabu (2/9/2020), Eriko membeber penyerapan anggaran PEN di pemerintah daerah baru Rp14,91 triliun atau 14,05 persen dari pagu Rp106 triliun.

Sektor kesehatan baru 14,04 persen dari pagu Rp 87,55 triliun. Sementara, UMKM baru 38,09 persen dari Rp 123 triliun.

“Ini masih jauh dan belum sampai 30 persen dari anggaran (PEN) itu. Jawab langsung Bu Menteri, ada kan dana ini Bu?” tanya Eriko.

“Ada pak,” jawab Srimul.

Politisi PDI Perjuangan itu, seperti dilansir JPNN.com, berupaya mengajak menyadarkan semua pihak, bahwa sebenarnya yang susah itu adalah mencari dana atau uangnya. Namun, sesal dia, ketika uangnya ada malah tidak bisa dipergunakan.

“Aneh enggak ini. Biasanya yang susah itu mengadakan uangnya. Nah, ini uangnya ada. Bu Menteri sudah menjawab lugas (uangnya ada), tetapi menggunakannya susah. Aneh enggak ini?” tanyanya lagi.

Legislator dari Dapil II DKI Jakarta ini meminta mulai dari Menkeu Sri Mulyani, OJK, BPS, BI, menyampaikan kepada presiden mengenai apa akar masalah dari semua ini.

Menurut Eriko, sebenarnya ada tiga persoalan yang memungkinkan dana ini tidak tersalurkan dengan cepat. Pertama, apakah data BPS benar atau tidak. Kedua, persoalan birokrasi.

“Betul tidak birokrasinya, sumber daya manusia memang mampu atau tidak di kementerian ini?” katanya.

Ketiga, kata dia, karena takut bermasalah dengan hukum. Untuk persoalan ini, lanjut Eriko, sebenarnya Ketua DPR Puan Maharani sudah mengundang dan melakukan pertemuan dengan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Dan BPK juga kami minta untuk jemput bola menempatkan orang untk mengawasi langsung di kementerian/lembaga. Jadi ada apa? Yang susah cari uang, (kok) memakai uang sulit? Aneh tidak ini? Aneh,” ujar Eriko.

Karena itu, Eriko meminta kepada Sri Mulyani dan lainnya menyampaikan kepada Presiden Jokowi, ada di mana persoalannya yang sebenarnya.

“Kalau memang orangnya tidak mampu, diganti,” tegasnya. Dia melanjutkan, kalau memang ada data tidak benar, maka BPS harus membenarkannya.

Ini kan baru survei, baru sensus. Terus dari mana dan apa persoalannya baru 30 persen. Ini tinggal empat bulan. Bagaimana mau memakai yang 70 persen dari Rp695 triliun dalam empat bulan? Ingat, yang susah itu mencari uang, susah sekali,” tandas Eriko. [ida]