Fatality dalam Aktivitas Pertambangan PTBA Sudah Diprediksi

Ilustrasi excavator amfibi. (ist/rmolsumsel.id)
Ilustrasi excavator amfibi. (ist/rmolsumsel.id)

Peningkatan produksi dalam aktivitas pertambangan sudah selayaknya diimbangi dengan peningkatan atensi terhadap keselamatan pekerja. Hal ini disampaikan oleh Deputi K-MAKI Sumsel Feri Kurniawan kepada Kantor Berita RMOLSumsel. 


Apa yang disampaikannya ini, menyoroti kejadian fatality di site Muara Tiga Besar Utara milik PTBA yang terjadi pada Kamis (22/12) lalu, dimana seorang operator excavator tenggelam dalam sump saat bekerja. 

Ulasan mengenai peningkatan produksi dan keselamatan pertambangan ini bahkan telah beberapa kali disampaikan oleh Feri. Terlebih sebagai perusahaan milik negara, PTBA seharusnya menurut Feri punya tanggung jawab lebih. 

"Sudah kita prediksi, karena peningkatan produksi terjadi secara masif. Hal ini sudah bisa dikategorikan kelalaian dari sistem keselamatan perusahaan, terlebih apabila benar korban bekerja di kolam tanpa mengenakan safety vest (pelampung) saat tenggelam," kata Feri. 

Fatality di akhir tahun yang terjadi dalam aktivitas pertambangan PTBA ini menurut Feri menjadi ironis, karena pada Juni 2022 lalu PTBA mendapat penghargaan dari Menaker Ida Fauziyah atas Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik sesuai Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012.

"Faktanya tidak demikian, sebelum dapat penghargaan terjadi fatality truk tangki meledak. Setelah mendapat penghargaan justru terdapat korban operator tenggelam, artinya penghargaan itu tidak relevan," sambung Feri. 

Tidak hanya bagian kesehatan dan keselamatan kerja di lingkup pertambangan. Pemimpin (KTT), menurut Feri adalah orang yang paling bertanggung jawab. Sebab telah mencoreng prestasi yang ditunjukkan oleh PTBA sepanjang 2022 ini. 

"Hal yang sangat fatal bagi perusahaan seperti PT Bukit Asam dengan fasilitas K3 dan operator K3 yang bersertifikat internasional, hingga wajar bila bagian K3 dan KTT ini harus diberikan sanksi berat," jelasnya. 

Begitu juga dengan kontraktor Pamapersada Nusantara (PAMA) dan sejumlah subkontraktornya dalam proyek bernilai triliunan di areal pertambangan PTBA yang sebelum ini disebutnya terlibat dalam dugaan kongkalikong untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. 

Sehingga manajemen PTBA menurut Feri sudah sangat layak melakukan evaluasi menyeluruh secara internal, maupun eksternal yakni meninjau kembali kerjasama dengan kontraktor tersebut sehingga bisa memaksimalkan potensi anak perusahaan dan bahkan kontraktor lokal. 

"PT Bukit Asam harus bertanggung jawab penuh dengan menghentikan sementara dan mengevaluasi kinerja sub kontraktor. Salah satu solusinya kedepan, tentu bisa mengaktifkan kembali anak usaha seperti PT SBS yang punya track record zero insiden pada tahun 2017 yang lalu," pungkasnya.