Diduga Melanggar Kode Etik, Seorang Advokat di Palembang Diberhentikan Sementara

Majelis Kehormatan Dewan DPD Peradi Sumsel saat menggelar sidang kode etik Advokat Teradu BIY . (Fauzi/RMOLSumsel.id)
Majelis Kehormatan Dewan DPD Peradi Sumsel saat menggelar sidang kode etik Advokat Teradu BIY . (Fauzi/RMOLSumsel.id)

Majelis Kehormatan Dewan DPD Peradi Sumsel menjatuhkan sanksi kepada seorang advokat berinisial BIY untuk tidak beracara selama 12 bulan.


Sebab, status BIY sebagai advokat dicabut sementara lantaran dinilai telah melakukan pelanggaran kode Etik.

Putusan ini dibacakan langsung ketua majelis Kehormatan yang diketuai Amirul Husni  dan Else Suhaimi, Davis Edwar yang masing-masing sebagai majelis anggota di kantor DPC Peradi Palembang Senin (15/1/2024).

Dalam putusannya majelis Kehormatan menilai bahwa tindakan BIY sebagai teradu telah melanggar Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pengaduan pelanggaran kode etik ini bermula dari adanya pemberian kuasa dari PT Amen Mulia (selaku pengadu), kepada advokat BIY (selaku teradu) untuk melakukan perlawanan terhadap penetapan eksekusi yang cacat hukum dan non executable di atas objek yang terletak di kawasan Jakabaring, Kota Palembang. 

Upaya perlawanan ini dikuasakan oleh PT. Amen Mulia kepada advokat BIY guna mempertahankan objek sita eksekusi, dengan alasan hukum salah satunya adalah dikarenakan terdapat beberapa objek milik pihak ketiga yang ikut diletakkan sita eksekusi. 

Namun bertentangan dengan kuasa yang telah diberikan, advokat BIY justru mengeluarkan surat yang mengatasnamakan PT Amen Mulia, yang berisi penyerahan secara sukarela bangunan dan tanah objek eksekusi yang seharusnya dipertahankan. Hal inilah yang kemudian menjadi pokok pengaduan pada perkara ini.

Kuasa hukum PT Amen Mulia Akbar Tan dan rekan mengatakan dengan putusan yang dijatuhkan Majelis Kehormatan Peradi Sumsel terhadap Advokat BIY, telah jelas secara hukum tindakan yang dilakukan Advokat BIY adalah tindakan yang telah melampaui kuasanya. 

"Inilah yang menjadi dasar pertimbangan telah terjadinya pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang dilakukan BIY,"kata Akbar Tan  kepada wartawan usai menghadiri putusan. 

Dikatakan Akbar, putusan ini merupakan tahap awal dari perjuangan kliennya. Kepada pihak yang merasa keberatan dengan putusan ini, masih ada upaya hukum untuk mengajukan banding ke Dewan Kehormatan Pusat Peradi.

"Namun kami tetap memberikan apresiasi penuh kepada majelis kehormatan Peradi Sumsel yang telah memeriksa dan mengadili persidangan dengan baik, sesuai dengan hukum acara yang diatur, sehingga atas kepemimpinan Ketua Majelis Kehormatan dapat terungkap fakta - fakta dalam perkara ini secara tepat,"ungkapnya. 

Akbar berharap pada akhirnya nanti akan terbit putusan yang telah memenuhi nilai-nilai keadilan bagi Pengadu, karena adanya ketegasan Ketua Majelis dalam memberi sanksi pemberhentian sementara kepada Advokat Teradu yang telah melanggar Kode Etik, sebagai bentuk penegakkan harkat dan martabat advokat, sebagaimana yang diamanatkan oleh Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 

"Apabila nanti ada upaya banding yang dilakukan oleh Advokat Teradu BIY, Kami berharap Majelis Kehormatan yang ditunjuk oleh Dewan Kehormatan Pusat PERADI untuk memeriksa dan mengadili pada tingkat banding, dapat mempertahankan dan menguatkan putusan yang telah baik ini,"harapnya.

Menanggapi putusan tersebut, BIY mengatakan putusan Majelis Kehormatan Dewan DPD Peradi itu ngawur, dan nyata sekali Majelis KD tidak paham hukum dan kode etik Advokat. 

"Putusan MKD sangat berbahaya, karena akan memaksa Advokat sebagai penegak hukum tidak menaati hukum. Saya akan banding terhadap putusan tersebut. Saya juga akan minta dilakukan pemeriksaan terhadap kompetensi Majelis Kode Etik,"singkatnya.