Deklarasi dukungan yang dihelat oleh organisasi Desa Bersatu di Indonesia Arena (GBK), Jakarta, pada Minggu kemarin (19/11), terhadap pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, diduga melanggar sejumlah aturan.
- Proses PAW Dua Anggota DPRD Sumsel Tunggu SK Mendagri
- Dewan Pers: Google Keberatan Perpres Publisher Rights dan Good Journalism
- Aset Pemprov Banyak Dikuasai Masyarakat, DPRD Sumsel Minta Segera Dilakukan Penertiban
Baca Juga
Desa Bersatu sendiri merupakan kelompok yang dibentuk oleh DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), yang merupakan organisasi kepala desa aktif.
Muhammad Asri Anas, Koordinator Nasional Desa Bersatu, menyatakan bahwa dukungan mereka terhadap Prabowo-Gibran berdasarkan komitmen pasangan calon tersebut terkait tata kelola dana desa sebesar Rp5 miliar dan evaluasi sistem pendamping desa.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Arjuna Putra Aldino, menekankan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak boleh menutup mata terhadap pelanggaran tersebut. Arjuna mendesak Bawaslu untuk segera memproses tindakan yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Desa maupun Undang-Undang Pemilu.
"Bawaslu jangan diam saja. Pelanggaran terjadi di depan mata. Undang-undang sudah jelas bunyinya, bukti juga sudah terang. Tunggu apalagi?" ujar Arjuna dalam keterangannya, Selasa (21/11).
Arjuna menyoroti bukti-bukti yang menunjukkan pelanggaran, termasuk undangan dan nametag yang mengindikasikan acara deklarasi dukungan. Ia juga menegaskan bahwa penegakan aturan pemilu tidak boleh bersifat tebang pilih, terutama jika pelanggaran dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan.
"Jangan karena yang melanggar anak Presiden aturan jadi tumpul. Bawaslu tidak boleh tebang pilih dan diskriminatif dalam menegakan aturan. Jika ini terjadi berkelanjutan maka masyarakat bisa main hakim sendiri. Bisa kacau," tegas Arjuna.
Arjuna juga mengingatkan Bawaslu bahwa negara ini adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtstaat). Oleh karena itu, penegakan hukum dalam pemilu harus didasarkan pada prinsip hukum, bukan mengikuti kehendak penguasa.
"Setahu saya dalam Undang-Undang Dasar masih tertera dengan jelas bahwa Negara ini adalah negara hukum (rechtsstaat). Belum berubah jadi Negara kekuasaan. Artinya Bawaslu harus tegak lurus dengan hukum. Bukan tegak lurus pada penguasa," tutup Arjuna.
- Buruh Titip Harapan pada Pemerintahan Prabowo-Gibran, Terutama Soal Upah
- Sumsel Bakal Jadi Daerah Percontohan Program Makan Siang dan Susu Gratis Prabowo-Gibran
- Gerindra Akui Sudah Ada Pembicaraan Kursi Menteri