Cerita Warga Palembang, Pertahankan Tradisi Bubur Asyura di Era Globalisasi

Pembuatan bubur Asyura di Sekretariat Pedas sebagai peringatan 10 Muharam/ist
Pembuatan bubur Asyura di Sekretariat Pedas sebagai peringatan 10 Muharam/ist

Tradisi bubur Asyura terus dipertahankan warga Kota Palembang. Tradisi yang berlangsung untuk memperingati 10 Muharam itu salah satunya dilakukan Palembang Darussalam Sepakat (Pedas).


Bertempat di Sekretariat Pedas di Jalan Datuk M Akib 22 Ilir, puluhan orang bekerjasama dengan baik membuat bubur Asyura yang nantinya dibagikan kepada anak yatim, warga sekitar dan anggota Pedas. 

Sekretaris Umum Pedas, Kms Ahmad Idham mengatakan, sedekah bubur Asyura berasal dari adat istiadat dan tradisi leluhur Palembang yang bersumber dari syariat agama dalam memperingati Hari Asyura yang jatuh pada 10 Muharram. 

"Syekh Abdus Samad al-Palembani dalam Risalahnya mengajarkan beberapa amaliah yang dikerjakan pada Hari Asyuro, antara lain yakni puasa, mengusap kepala anak yatim, sedekah, meluaskan belanja, shalat sunah, mandi, bercelak mata, silaturrahmi, berkunjung kepada alim ulama, membesuk orang sakit, memotong kuku, membaca surah al-Ikhlas 1000x, membaca tasbih dan lain-lain," ujar dia. 

Salah satu amaliah yang menjadi adat tradisi Palembang yaitu sedekah 'Bubur Asyuro' (suro). Tradisi yang berlangsung sejak ratusan tahun ini terus dipertahankan. 

"Tradisi ini harus harus kita jaga dan pelihara karena mengingatkan kita ada anak anak yatim piatu yang harus dibantu, untuk itu tradisi yng bagus ini harus dilestarikan dan dirawat kalau tidak akan luntur dan hilang, apalagi di era globalisasi saat ini," tandas dia. 

Adapun sejah terciptanya bubur Asyura yakni berawal dari kisah Nabi Nuh ketika terjadi tsunami super besar yang menenggelamkan bumi. Nabi Nuh saat itu menyelamatkan diri dalam sebuah kapal besar yang dibuatnya berdasarkan Wahyu, bersama para pengikutnya yang beriman serta bermacam jenis hewan berpasangan masuk ke dalam bahtera. 

Kapal berlayar selama 150 hari hingga air bah akhirnya surut. Kapal Nabi Nuh berlabuh di Bukit Judi pada hari Asyuro. Ketika berlabuh, mereka merasa lapar sedangkan persediaan bahan makanan sudah habis, tinggal saja sisa-sisanya.

Lalu Nabi Nuh menyuruh para pengikutnya untuk mengumpulkan sisa-sisa bahan makanan, seperti: kacang-kacangan, beras, gandum dan sebagainya. 

Setelah terkumpul masing-masing segenggam, agar supaya bisa cukup untuk dimakan oleh orang banyak, lantas Nabi Nuh membuatnya menjadi Bubur. Maka terkenallah dengan sebutan 'Bubur Asyuro'.