BPJS Jadi Syarat Buat SIM dan STNK, Ojol di Palembang Malah Bingung

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Kebijakan Presiden Jokowi dalam memperketat permohonan Surat Izin Mengemudi (SIM), dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dengan menggunakan BPJS kini mulai dikeluhkan masyarakat, khususnya para driver Ojek Online (Ojol) Palembang.


Pasalnya, kebijakan yang tertuang dalam Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional itu, memberatkan bagi warga yang tidak memiliki akses jaminan kesehatan tersebut.

Salah satu supir ojol Suhendri (47) menilai bahwa kebijakan yang diambil sangat berdampak bagi masyarakat yang tidak memiliki akses jaminan kesehatan tersebut. Dia dan keluarga pun hingga saat ini belum mempunyai BPJS Kesehatan. 

"Kami khawatir dengan peraturan tersebut nantinya akan lahir kerumitan baru dalam mengurus keperluan administrasi di lembaga negara," katanya saat ditemui di Pangkalan Driver Online sekitar Jalan Sudirman Palembang, Rabu (23/2).

Dia sendiri mengaku baru mengetahui adanya aturan tersebut. Hanya saja, dia berharap agar ada kemudahan yang diberikan. Karena, sebagai driver sendiri pendapatan tidak menetap. Apalagi, ditambah dengan pengeluaran seperti ini. "Itu mempersulit masyarakat, nanti kalau mau mengurus surat-surat jadi merasa terbebani kami. Apalagi kan driver ini bukan perbulan pendapatannya, kalau mau keluar iuran BPJS kesehatan untuk sekeluarga itu kan jadinya nambah pengeluaran kami," tutupnya.

Terpisah, Suhendri, Heri (55) mengaku terkejut mendengar adanya peraturan yang tertera dalam Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan sejak 6 Januari 2022. 

"Mengejutkan sih bagi saya, baru tahu hari ini juga. Kalau mau mengurus SIM dan STNK harus ada BPJS Kesehatan saya keberatan. Saya juga sudah ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), itu juga kan program pemerintah," ungkapnya.

Sebagai kepala keluarga yang memiliki tiga orang anak, Heri membayangkan kesulitan dirinya jika harus membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya.

"Sebenernya kan berat itu, iuran tiap bulan saya jadi nambah. Saya kan anak tiga, berarti 5 orang termasuk saya dan istri. Misalkan iuran perbulannya itu Rp40 ribu, jadi sudah Rp200 ribu perbulan pengeluaran saya," jelasnya.

Lebih lanjut Heri mengatakan, jika nanti mau mengurus STNK dan mesti ada BPJS Kesehatan, dirinya memilih untuk menunda melakukan pembayaran tersebut.

"STNK itu kan untuk bayar pajak, kalau memang mesti ada BPJS ya sudah saya gak bayar dulu. Siapa yang rugi, persyaratan itu mempersulit kami, berat sebelah. Kalau kami ini penghasilan tetap perbulan itu Rp3 juta gak masalah, tetapi kenyataannya pendapatan kami ini tidak pasti, kalau orderan ramai banyak dapet penghasilan, kalau sepi ya sedikit," terangnya.

Kendati demikian, Heri mengatakan apabila kedepan perusahaan Gojek juga mengadopsi aturan tersebut, maka dia akan mempertimbangkan kembali untuk ikut serta menjadi anggota aktif BPJS Kesehatan, kecuali dengan keringan.

"Biasanya itu dari pihak Gojek ada informasi, kayak peraturan BPJS Ketenagakerjaan kemarin disuruh untuk buat. Kalo BPJS Kesehatan ini belum ada info dari pihak Gojeknya. Kalau nantinya diharuskan buat, mungkin saya akan ikut asalkan ada keirngan dari pihak Gojeknya misalkan dibantu 50 persen pembayaran gitu," pungkasnya.