Banyak Menteri Salah Penempatan, Makanya Indonesia Darurat

Kinerja kabinet Presiden Jokowi hingga kini belum memberikan hasil yang memuaskan, krisis kesehatan terkait Covid-19 semakin terang benderang bagaimana cara menteri ini bekerja.


Para menteri ini bukannya tidak bisa bekerja karena mereka adalah orang-orang hebat dan cerdas namun penempatan bidangnya yang salah sehingga menimbulkan masalah baru lainnya. Sehingga ada masalah dalam penyerapan anggaran, mereka saling menyalahkan dengan mengatakan banyak baru menteri baru.

"Salah satu titik kritik, adalah Menteri Pendidikan, Pak Nadiem Makarim. Tapi sebelumnya juga sudah jadi pertanyaan mengapa Jokowi mengangkat Nadiem jadi menteri. Tidak pernah kuliah di Indonesia, tidak ada basis pendidikan. Bahkan harusnya dia itu cocok jadi Menteri Ekonomi Kreatif," ujar Wakil Ketua MPR RI, Dr Hiadayat Nur Wahid dalam diskusi webinar Obrolan Bareng Bang Ruslan dengan tema 75 Tahun Indonesia: Tantang dan Harapan, Kamis (20/08/2020).

"Terbukti sekarang amburadul. Bahkan banyak yang mempertanyakan saat Menteri Nadiem mengaku kalau dia sendiri terkejut kalau banyak daerah pelosok Indonesia banyak tidak mendapat jaringan internet," ungkap Wakil Ketua Majelis Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Melihat situasi ini kata HNW, Indonesia bukan hanya terkena darurat kesehatan saja tapi terancam kena darurat pendidikan juga karena hingga kini kebijakan dan sistem pendidikan yang dilakukan Menteri Nadiem masih banyak kendala.

Kemudian Menteri Agama, Jenderal Purn Fachrul Razi. Latar belakang militer sang menteri ternyata juga tidak pas dengan kebijakan yang seharusnya karena mengambilnya dengan cara menggunakan logika militer.

"Bahkan sebetulnya banyak tokoh tokoh agama yang tidak nyaman dengan Menag ini. Saat diskusi dengan komisi VIII terkait tentang pembatalan haji yang ternyata dilakukan secara sepihak. Meski sempat dianulir dan meminta maaf namun kan seharusnya tidak perlu terjadi," ucap HNW.

HNW juga mengkritisi kinerja Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang menghadirkan beragam hal yang tidak meyakinkan Indonesia negara hukum. Terkait soal pelarian Joko Tjandra, memang Yasonna berhasil menangkapnya kembali tetapi sebenarnya pelarian di Indonesia itu banyak sekali bukan hanya Joko Tjandra dan itu belum bisa ditangkap.

"Kemudian penegakan hukum berkaitan dengan keadilan hukum, bagaimana mungkin ada seorang TNI yang mengkritik pemerintah malah mendapat perlakuan tidak adil sementara ada seorang anak yang menghina Presiden Jokowi hanya dibiarkan. Inikan menjadi catatan kita juga," tegasnya.

Demikian pula kinerja Menteri Kesehatan, dr Terawan yang banyak disorot soal penanganan Covid-19 karena banyak diambil alih gugus tugas penanggulangan Covid-19.

Rencana pemberian insentif dari Presiden Jokowi kepada petugas medis hingga sebesar Rp 15 perorang hingga kini belum terealisasi. Imbasnya selain tenaga medis ini gagal untuk melanjutkan studinya karena tidak biaya mereka juga akhirnya menjadi korban Covid-19.

"Harusnya, untuk hal-hal yang seperti ini Menteri Kesehatan menjadi garda terdepan dan menagih janji presiden. Selain itu untuk apa pak presiden marah-marah soal penanganan Covid kalau sampai sekarang kemajuannya tidak ada. Harusnya Menkes kembali menjadi garda terdepan," kritik HNW.

Secara personal, HNW menilai dokter Terawan adalah orang yang baik dan terampil namun untuk mengatasi masalah kesehatan bangsa ini butuh orang lebih baik lagi dari Terawan.

Terkait semua penilaian itu, PKS tegas HNW tetap dijalur semula yakni sebagai partai oposisi.

"Ada suara yang meminta PKS untuk bergabung di kabinet. Tapi kita harus jujur, amanah, dan konsisten dalam mengambil sikap politik. Bahkan saat kita melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi, pembicaraan mengarah ke hal itu (Kabinet) ada. Tapi kami tetap diluar kabinet saja karena itu bagian dari demokrasi dan untuk menjaga demokrasi yang sesungguhnya dan Pak Jokowi mengerti hal. Untuk itu sebaiknya Jokowi fokus tujuan awal yakni memilih kabinet dari profesional," ucapnya.