Ahli Waris Berikan Klarifikasi Terkait Sengketa Lahan Plasma di Sungai Sodong

Ahli waris H Mahmud Matjan memberikan klarifikasi terkait sengketa plasma di Sungai Sodong/ist
Ahli waris H Mahmud Matjan memberikan klarifikasi terkait sengketa plasma di Sungai Sodong/ist

Kuasa Hukum dari ahli waris H Mahmud Matjan, M. Sanusi AS, SH mengklarifikasi terkait pemberitaan sengketa lahan di Desa Sungai Sodong Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI. 


Sanusi mengatakan, lahan seluas 298 Hektar tersebut merupakan plasma inti perusahaan PT. Sumber Wangi Alam (SWA) yang dimiliki oleh H. Mahmud Matcan. 

"Tujuan klarifikasi ini agar semua menjadi jelas, bisa dipahami semua orang dan tidak merugikan pihak lain," ucap Sanusi saat konferensi pers di Kopitiam Anugerah Palembang, Sabtu (4 /11).

Menurut Sanusi, adanya penggiringan opini terkait sengketa lahan dari sejumlah oknum yang mengklaim atas kepemilikan lahan sangatlah merugikan kliennya. 

"Pihak ahli waris memiliki bukti kesepakatan dengan pihak perusahaan bahwa lahan tersebut masuk ke dalam plasma inti dan tidak mengganggu milik orang lain," ujar Sanusi. 

Di kesempatan yang sama, perwakilan ahli waris Ichan mengatakan, hal yang dikatakan oknum atas klaim lahan plasma inti tersebut merupakan pembohongan publik. 

Ichan menjelaskan, pada tahun 1996 adalah tahap kedua ganti rugi pihak perusahaan kepada masyarakat yang berjumlah 109 orang, di mana nama tersebut tercantum dalam kepemilikan lahan seluas 298 Hektar tidak mau menerima ganti rugi. 

"Oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat membuat plasma di dalam inti. Dari 298 Hektar tersebut terdiri dari empat kelompok, salah satunya H. Mahmud Matjan yang memiliki lahan seluas 100 Hektar," jelas Ichan sambil menunjukan bukti dokumen kesepakatan. 

Lanjutnya, 100 Hektar tersebut berbentuk plasma pasif di mana H. Mahmud Matjan hanya menerima keuntungan yang dikelola perusahaan. 

Dari tahun 2002 hingga terjadi konflik di tahun 2011, pihak PT. SWA tetap membayar keuntungan kepada pihak H. Mahmud Matjan. 

"Namun pasca konflik di tahun 2011, pihak PT. SWA mulai tersendat dalam melakukan pembayaran," jelasnya lagi.

Di tahun 2023, ahli waris dari H.Mahmud Matjan diserahkan kepada perusahaan dengan perjanjian jual beli. Namun, ketika hendak melakukan replanting terjadilah keributan dari pihak yang juga mengklaim atas kepemilikan lahan tersebut. 

"Di hari keempat replanting, terjadi keributan di lahan tersebut, tepatnya pada tanggal 17 September lalu," ungkapnya.

Ichan menambahkan, saat keributan terjadi pada 17 September lalu, ada dialog antara pihak ahli waris dengan oknum yang mengklaim atas kepemilikan lahan plasma tersebut. 

"Saat itu ahli waris mempertanyakan dasar oknum tersebut mengklaim lahan tersebut. Oknum tersebut mengatakan telah membelinya dari salah satu warga bernama Krama Jaye tanpa bukti atau akta jual beli yang sah," tutupnya.