Ahli Beberkan Kerugian Negara Akibat Aktivitas Penambangan PT Andalas Bara Sejahtera 

Ahli kerusakan tanah dan lingkungan, Prof. Basuki Wasis, yang dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel/ist
Ahli kerusakan tanah dan lingkungan, Prof. Basuki Wasis, yang dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel/ist

Sidang perkara korupsi izin tambang yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang pada Jumat, 21 Februari 2025, mengungkap adanya kerugian negara akibat aktivitas penambangan di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) oleh PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) di Lahat.


Ahli kerusakan tanah dan lingkungan, Prof. Basuki Wasis, yang dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, menjelaskan bahwa aktivitas tersebut telah menyebabkan kerusakan serius terhadap lingkungan.

Dalam persidangan, Prof. Basuki mengungkapkan bahwa dirinya pernah turun langsung ke lokasi tambang untuk melakukan analisis atas permintaan Kejati Sumsel. Hasil temuannya menunjukkan adanya kerusakan tanah dan lingkungan di beberapa titik akibat kegiatan pertambangan ilegal. Menurutnya, dampak dari aktivitas tersebut dapat menimbulkan erosi dan merusak ekosistem.

“Setibanya di lokasi, saya melakukan analisa sesuai dengan keahlian saya. Dari pengamatan saya, ada kerusakan tanah dan lingkungan di beberapa titik yang berpotensi merugikan negara,” ungkap Prof. Basuki di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra, SH, MH.

Ia menjelaskan bahwa dalam undang-undang, kerusakan tanah akibat aktivitas pertambangan ilegal harus dilakukan pemulihan melalui proses reklamasi guna mengembalikan fungsi tanah yang rusak. Namun, dalam kasus ini, proses reklamasi tidak dilakukan, sehingga berdampak pada lingkungan sekitar.

Lebih lanjut, Prof. Basuki merinci kerugian negara yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang ilegal tersebut. Kerugian ekologis akibat erosi dan kerusakan tanah mencapai Rp2 miliar, sedangkan dampak terhadap ekosistem yang mengakibatkan berkurangnya populasi fauna mencapai Rp3 miliar.

Selain itu, kerugian lingkungan diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 miliar, dengan biaya pemulihan yang diperlukan mencapai Rp1,4 miliar. "Jika ditotal, nilai kerusakan ekosistem akibat penambangan batu bara ilegal ini mencapai Rp6,2 miliar," jelas ahli merincikan.

Dalam persidangan, selain Prof. Basuki, JPU Kejati Sumsel juga menghadirkan dua ahli lainnya, yakni Prof. Agus Surono, SH, MH sebagai ahli hukum pidana serta Dr. H. Ahmad Holidin, SH, MH sebagai ahli hukum lingkungan.

Kasus ini menjerat enam orang terdakwa, yang terdiri dari tiga petinggi PT Andalas Bara Sejahtera, yakni Endre Saifoel, Gusnadi, dan Budiman, serta tiga mantan petinggi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Lahat, yaitu Misri, Saifullah Aprianto, dan Lepy Desmianti.

Para terdakwa diduga melakukan aktivitas pertambangan di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) mereka dan masuk ke dalam area IUP OP milik PT Bukit Asam Tbk, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.