Ada Usulan Kampanye Cukup 30 Hari, Pramono Ubaid Tanthowi: Saya Gak Tahu Lagi Bagian Mana yang Dipadatkan

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. (Net/rmolsumsel.id)
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. (Net/rmolsumsel.id)

Meski sudah menyepakati Pemilu 2024 di 14 Februari, namun belum ada kesepakatan KPU dan Pemerintah mengenai masa kampanye. KPU merencanakan kampanye 120 hari, namun Pemerintah melalui Mendagri mengusulkan 90 hari.


Bahkan KPU juga mendengar ada suara yang meminta masa kampanye cukup diberi waktu 30 hari. Hal itu tentu saja membuat Komisioner KPU kebingungan. Sebab perhitungan dengan masa kampanye 120 hari saja sudah banyak yang dipadatkan.

Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi mengurai bahwa UU memang tidak mengatur berapa lama masa kampanye. UU hanya memberi patokan bahwa masa kampanye dimulai 3 hari sejak penetapan calon dan berakhir 3 hari sebelum hari H.

Pramono lantas membandingkan dengan masa kampanye Pemilu 2019 yang selama 6 bulan 3 minggu. Yakni terhitung dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Bahkan pada Pemilu 2014, masa kampanye berlangsung 15 bulan, yakni pada 11 Januari 2013 hingga 5 April 2014.

“Sebab kampanye dibolehkan sejak penetapan Parpol peserta Pemilu. Panjang banget ya?” ujarnya lewat akun media sosial pribadi, Minggu (30/1).

Terlepas persoalan itu, Pramono mengatakan, masa kampanye sangat terkait dengan dua tahapan lain. Pertama, sengketa pencalonan. Jika ada calon anggota DPD atau Caleg yang mengajukan sengketa ke Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara, maka sengketa seperti ini baru bisa diajukan setelah penetapan daftar calon tetap (DCT).

Kedua, lelang, produksi, dan distribusi logistik, terutama surat suara. Surat suara dapat diproduksi juga setelah penetapan DCT dan tuntas sengketa pencalonan. Karena surat suara harus memuat nama, tanda gambar atau foto, dan nomor urut peserta pemilu, serta caleg-calegnya.

Soal lelang diatur dalam Perpres Pengadaan Barang dan Jasa yang prosedurnya harus dipatuhi agar tidak terjadi inefisiensi atau korupsi.

“Selain itu, distribusi logistik bukan hanya ke seluruh wilayah Indonesia, seperti Pilkada, tapi juga ke seluruh TPS di 130 perwakilan RI di luar negeri,” kata mantan Ketua Bawaslu Banten itu.

Alhasil dari simulasi yang dilakukan KPU dengan regulasi yang ada sekarang, waktu yang dibutuhkan untuk sengketa dan logistik itu minimal 164 hari. Sengketa butuh 38 hari, sedangkan logistik butuh 126 hari.

“Itu minimal. Jadi 120 hari yang dirancang KPU itu sudah memadatkan proses sengketa serta lelang, produksi dan distribusi logistik Pemilu. Kalau ada yang minta masa kampanye lebih pendek lagi, saya nggak tahu di bagian mana lagi yang harus dipadatkan,” tukasnya.