Warga Muara Enim Berharap Punya Pemimpin yang Peduli Terhadap Nasib Petani

Petani di Muara Enim berharap punya pemimpin yang peduli dengan nasib petani/Dokumen RMOL
Petani di Muara Enim berharap punya pemimpin yang peduli dengan nasib petani/Dokumen RMOL

Sebelum adanya investasi besar-besaran di sektor pertambangan, Kabupaten Muara Enim lebih dikenal sebagai daerah agraris. Dimana sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani.


Namun, saat investor di sektor pertambangan masuk, sektor pertanian ini seakan terlupakan. Pemerintah seolah lebih berpihak terhadap sektor pertambangan ketimbang nasib petani yang kerap kesulitan  dalam berproduksi. 

Kondisi itu terlihat dari alih fungsi lahan pertanian maupun perkebunan menjadi kawasan pertambangan. Pemerintah juga tak pernah berpihak kepada masyarakat ketika terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan tambang. 

Sehingga, kalangan masyarakat petani di Kabupaten Muara Enim mengharapkan pemimpin yang dapat memperhatikan nasib mereka. 

Seperti yang dirasakan Muhammat (37), seorang petani karet asal Desa Melilian, Kecamatan Gelumbang, Muara Enim. Ayah dua orang anak ini merasakan betul betapa sulitnya hidup sebagai petani karet. 

Harga karet yang terus anjlok membuat pendapatannya dari getah tak cukup untuk menghidupi keluarganya. Hal itu diperparah dengan sulitnya petani dalam mendapatkan pupuk murah untuk tanaman karet. 

“Pupuk mahal, sementara harga karet anjlok. Jadi bingung kami menutupi biaya produksi. Sementara pemerintah selama ini tidak pernah memperhatikan nasib kami,” kata Muhammat. 

Tanpa kehadiran pemerintah, Muhammat mengatakan, petani karet selama ini berjuang sendirian dengan menanam tanaman lain seperti nanas yang bisa dijadikan pemasukan tambahan. "Ada juga yang membuat kolam ikan ataupun jenis usaha lain. Sebab, kami tidak bisa bergantung sepenuhnya dari hasil karet," ucapnya.

Dia juga merasa iri dengan sektor pertambangan yang seolah dianakemaskan pemerintah dalam setiap kegiatan produksinya. "Kalau ada konflik, petani seperti kami ini tidak ada keberpihakan. Sudah banyak kejadian, perusahaan masih enak saja menggarap lahan walaupun belum ada ganti rugi," terangnya. 

Sehingga, dirinya mengharapkan pemimpin yang mampu membawa kesejahteraan kepada petani. "Kami ingin pemimpin yang punya terobosan. Bagaimana meningkatkan pendapatan kami petani karet ini. Minimal bisa memberikan pupuk murah dan sebagainya. Intinya ada keberpihakan kepada petani," ucapnya. 

Senada diungkapkan petani kopi di ataran Penurunan Betung, Semendo Darat Ulu (SDU), Irwanto. Dia menilai, selama ini pemerintah Kabupaten Muara Enim tidak pernah serius terhadap petani, khususnya petani di Semendo Raya.

"Pemerintah terkesan lepas tangan terhadap kehidupan petani, bantuan ada namun mereka tidak pernah ada upaya memastikan bantuan tersebut tepat sasaran," tegasnya.

Irwanto menjelaskan, petani seperti dirinya membutuhkan sosok pemimpin atau Bupati yang memahami kondisi pertanian. Sejak zaman kepemimpinan Bupati Muara Enim, Kalamudin Djinab, belum ada pemimpin selanjutnya yang melakukan pembangunan secara merata khususnya di Semendo Raya.

Beberapa waktu lalu, di ataran Penurunan Betung, petani melakukan pembangunan lahan pertanian secara swadaya. Setelahnya barulah bantuan pemerintah turun.  Hal semacam ini sangatlah miris, Sumsel Mandiri Pangan cuma mimpi belaka kalau arah gerak pemerintah tidaklah jelas.

Konsep pertanian di wilayah Muara Enim tidak jelas, Semendo pernah diwacanakan sebagai kawasan Agropolitan, pertanyaannya Agropolitannya sebelah mana? 

"Selama ini tidak jelas konsepnya, selalu berubah, kita bisa lihat soal wacana Agropolitan itu sejak 2012 hingga kini belum jelas arahnya ke mana, sudah tau Semendo Darat Ulu tidak cocok untuk bawang putih, diberi bantuan Bawang putih, ini kajiannya seperti apa?," ungkapnya.

Terlebih soal dukungan infrastruktur ke kawasan pertanian selalu dianaktirikan. Pemerintah dinilai begitu lamban membangun kawasan pertanian. 

Percuma banyak kunjungan ke kawasan pertanian yang maju seperti Cianjur, Sumedang, Garut pulangnya tidak pernah membawa oleh-oleh keilmuan agar petani di Muara Enim lebih maju.

"Kami ingin pemimpin yang memiliki inovasi dan peduli terhadap petani, sehingga martabat petani kembali kepada posisi semula," tandasnya.