Ternyata Sinar Mas dan PLN EPI Ada dibalik Ambruknya Jembatan yang Ditabrak Tongkang di Sungai Lalan Muba!

Jembatan Lalan yang ambruk ditabrak tongkang batu bara. (ist/rmolsumsel.id)
Jembatan Lalan yang ambruk ditabrak tongkang batu bara. (ist/rmolsumsel.id)

Jembatan Lalan yang dibangun dengan anggaran Rp135 miliar ambruk ditabrak tongkang batubara beberapa hari lalu. Lima nyawa hilang dan akses transportasi masyarakat pun terputus. Dalam penelusuran, ternyata ada Sinar Mas dan PLN di balik kejadian ini.


Batu bara yang diangkut operator pelayaran PT Apau Sejahtera Abadi tersebut diketahui milik PT Barasentosa Lestari yang memiliki izin operasi PKP2B di wilaya Muba, Mura, Muratara seluas 23.300 Ha. 

Barasentosa Lestari merupakan bagian dari Golden Energy and Resources (Sinar Mas Grup) yang menguasai cadangan batubara sekitar 189 juta ton dengan kualitas 3.900-4.600 kalori di tiga kabupaten tersebut.

Sebelum menabrak, batubara itu diketahui diangkut dari pelabuhan PT Sriwijaya Bara Logistic (SBL). Pelabuhan SBL di Sungai Lalang Muba itu diakuisisi oleh PLN Energi Primer Indonesia dari Atlas Resources pada 8 Januari 2019 di Jakarta.

Dengan status memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan, komposisi pemegang saham PT SBL diketahui adalah PT PLN Batubara Investasi sebanyak 25,5 persen, PT Sriwijaya Muba Logistik (anak usaha Atlas Resources) sebanyak 73,7 persen saham dan PT Aquela Pratama Indonesia sebanyak 0,8 persen saham. 

Buntut dari insiden itu, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Palembang telah mengeluarkan sanksi berupa menahan sementara Surat Persetujuan Olah Gerak Kapal (SPOGad) kepada Tugboat Madelin Spirit dan tugboat Paris 22.

Hal ini disampaikan Kasi Keselamatan Berlayar Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Palembang, Capt Bintarto M.mar Selasa (20/8). 

"Bukan pencabutan izin berlayar, melainkan tidak dikeluarkan Surat Persetujuan Olah Gerak Kapal (SPOGad) baik Tugboat Madelin Spirit maupun Tugboat Paris 22 termasuk tongkang Sentana Jaya yang bermuatan batubara," kata Capt H Bintarto M.mar kepada RMOL Sumsel. 

Untuk diketahui, SPOGad merupakan surat persetujuan yang diterbitkan oleh Syahbandar dalam bentuk dokumen elektronik bahwa kapal secara teknis administratif telah memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran untuk melakukan pergerakan di pelabuhan.

Sehingga, dengan tidak dikeluarkannya surat ini, kapal tersebut tidak bisa melakukan pergerakan di pelabuhan baik untuk bersandar, bongkar muat barang maupun pelayaran. 

"Untuk berapa lama saya tidak bisa menjelaskan tergantung dari kesepakatan antara Tugboat Madelin Spirit maupun Tugboat Paris 22 dalam menyelesaikan tanggung jawab terhadap jembatan P.6 Lalan yang mereka tabrak kalau kewajiban sudah selesai bisa saja kita terbitkan surat Persetujuan Olah Gerak Kapal (SPOGad)-nya," jelasnya. 

Sementara itu, Direktur Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA), Rahmat Sandi mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang izin operasional pelabuhan khusus batu bara di Sumsel secara keseluruhan. 

Menurutnya, selain polusi dari aktivitas bongkar muat, lalu lintas tongkang batu bara yang melintasi sungai juga sudah membahayakan.

"Kita baru saja kehilangan lima nyawa warga akibat insiden ambruknya Jembatan Lalan di Musi Banyuasin, yang disebabkan oleh tongkang batu bara. Berapa banyak lagi nyawa yang harus melayang sebelum pemerintah bertindak?" kata Rahmat.

Ia menambahkan pemerintah harus segera mengevaluasi dampak operasional pelabuhan dan memastikan keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama. "Jangan sampai kejadian serupa terulang. Keselamatan rakyat tidak bisa ditawar," tegasnya. 

Dia mengatakan, industri batu bara seharusnya bisa menyediakan jalur khusus yang dibangun mereka sendiri yang aman dari pemukiman penduduk. "Jangan tahunya mengeruk keuntungan saja. bangun lah infrastruktur sendiri," pungkasnya. (*/tim)