Status Lahan Berubah, Helmy Yahya Tagih Kejelasan dari Kementerian ATR/BPN

Helmy Yahya saat menagih kejelasan Kementrian ATR/BPN. (Istimewa/rmolsumsel.id)
Helmy Yahya saat menagih kejelasan Kementrian ATR/BPN. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Seiring penangkapan Kepala BPN Palembang berinisial NS oleh Polda Metro Jaya, bersama dua pejabat dan mantan pejabat atas dugaan kasus mafia tanah, mencuat pula kasus lain yakni perubahan status lahan milik pesohor Helmy Yahya di kota Palembang.


Melansir akun instagramnya, Helmy yang juga pernah bertarung di beberapa Pilkada di Sumsel ini mengungkapkan kalau tanah miliknya di kawasan Kampung Kapitan tiba-tiba berganti status, tanpa ada pemberitahuan, maupun sosialisasi dari pihak terkait.

Diceritakan Helmy, tanah yang berada dibelakang tenda putih atau tepatnya berada persis di tepi sungai musi itu merupakan tempatnya dulu mandi, dan bermain sewaktu kecil. Tanah itu didapatkannya secara bertahap sampai akhirnya memiliki sampai 5000 meter persegi. 

"Semuanya bersetifikat hak milik atas nama saya," katanya dalam video yang diunggahnya di akun instagram tersebut, Jumat (15/7).

Helmy juga mengungkapkan kalau dirinya berencana membangun hotel dan fasilitas pariwisata lainnya di lokasi tersebut. Namun, memang hingga saat ini belum terwujud karena belum ada infrastruktur yang dibangun pemerintah disana. Sehingga, untuk sementara waktu dia membangun satu pusat kuliner di lahannya itu dan diharapkan mampu memberikan lapangan kerja untuk warga sekitar.

"Dengan dibangunnya satu pusat kuliner diharapkan menjadi destinasi wisata, karena memang disana kampung kumuh yang berada di tengah Kota Palembang," ujarnya.

Akan tetapi dia dibuat terkejut saat karena lahan yang semula diperuntukkan bagi pariwisata dan kegiatan pendukung lainnya, tiba-tiba berubah peruntukkannya menjadi kawasan lindung religius.

"Kami sebagai pemilik tanah disitu tidak pernah disosialsiasikan dan (diajak) berunding tiba-tiba berganti," tegasnya.

Dia mengaku telah mempelajari Undang-undang, jika memang berganti status oleh pemerintah. Seharusnya, pemilik diajak berunding dan tentunya pergantian status tersebut harus menguntungkan. Jika tidak menguntungkan maka harus ada ganti rugi. Karena itu, dia meminta kepada Menteri ATR baru untuk memberikan penjelasan terkait persoalan tersebut.

"Saya mohon betul. Karena sudah satu tahun belum ada revisi dan terus berputar-putar alasannya. Jadi saya minta penjelasan bagaimana tanah yang memiliki kepemilikan sah bisa berubah. Jadi sekali lagi bantu agar kami mendapat kejelasan ini," pungkasnya.