Safari politik Ganjar Pranowo ke Surabaya dan Jember dipandang sebagai potret rusaknya demokrasi di Indonesia.
- Safari Politik ke Danau Toba, Ganjar Didoakan Nenek Berusia 90 Tahun Jadi Presiden
- Ganjar Safari Politik di Asahan: Kami Senang Tingkat Kerukunan Beragamanya Bagus
- Safari Politik, Try Sutrisno Pesan ke Cak Imin Jangan Sampai Kebablasan
Baca Juga
Menurut Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, safari politik yang dilakukan Ganjar itu seharusnya tidak mengatasnamakan Gubernur Jateng.
"Ganjar mulai gerilya ke Jatim. Beberapa pekan lalu sempat lari pagi dan jogging di Stadion GBK. Persoalanya, pada Ganjar masih melekat status pejabat negara atau pejabat publik," kata Jerry, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (9/5).
Menurutnya, posisi Ganjar saat ini telah berubah sebagai kandidat calon presiden yang diusung PDI Perjuangan, sejak dideklarasikan di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4).
Doktor komunikasi politik alumnus America Global University itu memaknai manuver Ganjar sebagai upaya memanfaatkan jabatan sebagai gubernur Jateng, yang baru akan berakhir pada 5 September 2023.
"Harusnya Ganjar Pranowo mundur dulu sebagai gubernur, setelah itu silahkan saja kampanye dan safari politik," sarannya.
Dari fenomena safari politik Ganjar, Jerry berpendapat, memang ada yang memberi contoh, agar cara-cara yang tidak sehat dalam pemenangan kandidat Capres bisa digunakan.
"Memang ajaran salah telah dicontohkan Jokowi selama ini, yakni, no neutral and no justice," tuturnya.
"Lihat saja, selain Jokowi secara gamblang mengendorse langsung sampai terkesan jadi makelar politik Ganjar, memang sistem demokrasi dibuat rusak," pungkasnya.
- Qodari Anggap Gugatan Kubu 01 dan 03 Hanya Pura-pura
- Ganjar: Kekuasaan Disalahgunakan untuk Mendukung Kandidat Tertentu
- Kantongi 96 Juta Suara, KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024