Prestasi PON Menurun, KONI Sumsel Bakal Rombak Kepengurusan

Susana kegiatan Diskusi Publik yang membahas PON 2024 dan Masa Depan Olahraga Sumsel/Foto: RMOL
Susana kegiatan Diskusi Publik yang membahas PON 2024 dan Masa Depan Olahraga Sumsel/Foto: RMOL

Prestasi atlet Sumsel di Pekan Olahraga Nasional (PON) Banda Aceh-Medan 2024 yang hanya mampu finish di posisi 21 klasemen membuat pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel segera melakukan langkah evaluasi. 


Bahkan dalam waktu dekat, KONI Sumsel akan melakukan perombakan pengurus. Hal itu diungkapkan Sekretaris Umum KONI Sumsel, Tubagus Sulaiman saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik "PON 2024 dan Masa Depan Olahraga Sumsel: Evaluasi, Refleksi, dan Aksi" yang digelar RMOLSumsel Research and Development, Jumat (28/9) malam. 

"Kami akui dari sisi kepengurusan, ada posisi yang tidak tepat atau tidak cocok. Makanya dalam waktu dekat kami akan lakukan PAW (Pergantian Antar Waktu)," kata Tubagus. 

Dia mengatakan, perombakan pengurus itu diharapkan dapat memberikan penyegaran untuk mempersiapkan atlet pada ajang PON di NTT dan NTB, empat tahun mendatang.

"Dalam waktu dekat ada beberapa agenda. Seperti gelaran Porprov hingga persiapan PON mendatang," ucapnya. 

Diakui Tubagus, pelaksanaan PON 2024 lalu memiliki banyak beberapa kelemahan yang harus dievaluasi kedepannya. Beberapa diantaranya seperti memaksimalkan potensi cabang olahraga (cabor) terukur. Sebab, dari evaluasi sebelumnya, banyak medali yang dihasilkan melalui cabor terukur. 

Seperti perolehahan dua medali yakni emas dan perak dari atlet cabor lari 200 dan 400 meter Srimaya. Kemudian, ada juga atlet cabor dayung yang turut menyumbang dua emas serta. 

"Jadi untuk cabor terukur akan kami maksimalkan. Sebab, untuk cabor akurasi yang pemenangnya ditentukan berdasarkan penilaian juri, hasilnya tidak bisa maksimal," kata Tubagus. 

Selain itu, tambah Tubagus, persoalan anggaran juga menjadi masalah yang krusial dalam persiapan perhelatan PON 2024. Dia membandingkan, besaran anggaran yang dimiliki Jabar dengan Sumsel. 

"Jabar itu hampir Rp500 miliar. Sementara Sumsel sekitar Rp20 miliar. Jadi sedikit banyak memang ada pengaruhnya," ungkapnya. 

Di sisi lain, KONI Sumsel juga mengalami kendala lantaran tidak dianggarkannya dana hibah untuk organisasi di anggaran induk 2024. "Kami baru bisa mendapatkan dana hibah di Anggaran Belanja Tambahan (ABT) karena masalah administrasi. Tapi, ini akan menjadi bahan evaluasi kami untuk lebih siap kedepannya. Untuk itu juga, diperlukan pengurus yang berpengalaman mengenai hal ini yang nantinya akan dipertimbangkan dalam proses PAW," bebernya. 

Sementara itu, Perwakilan Pengurus Provinsi Cabor Sepatu Roda, Cik Naya mengaku cukup kecewa dengan pelaksanaan PON kali ini. Sebab, dari daftar orang yang berangkat, dia menilai banyak yang kurang berkontribusi terhadap pembinaan atlet selama ini. 

"Kami Pengprov ini sudah habis waktu, tenaga dan uang untuk melatih mereka hingga bisa memenangi kejuaraan dan tembus PON. Berangkat ke PON pun masih biaya sendiri. Sementara, ada orang di dalam daftar yang minim kontribusinya dibiayai keberangkatannya. Kami yang pengurus ini melihatnya cukup sakit hati," ungkapnya. 

Untuk itu, dia meminta kepada pengurus KONI Sumsel agar lebih intens berkomunikasi dengan cabor. "Utamanya mengenai proses pembinaan atlet ini. Perlu sering dilakukan pertemuan agar pengurus tahu apa kendala yang dialami cabor," ucapnya. 

Cabor Kekurangan Sarana dan Peralatan Berlatih, Terganjal Sewa Venue untuk Gelar Kejurda

Sejumlah pengurus Provinsi (Pengprov) cabang olahraga (Cabor) yang ada di Sumsel mengeluhkan minimnya sarana dan peralatan bagi atlet untuk meningkatkan kemampuannya. Seperti yang diungkapkan Sekretaris Umum, Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Sumsel, Zulfaini. 

Dia mengatakan, saat ini banyak sarana olahraga khususnya di Jakabaring Sport City (JSC) yang mengalami kerusakan. Seperti lintasan lari di venue atletik itu sudah rusak karena sering dimasuki truk besar untuk perhelatan konser. 

"Kemudian gawang untuk cabang lari gawang itu juga banyak yang sudah rusak," ucapannya 

Peralatan dan sarana tersebut, kata Zulfaini, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan atlet. "Itu belum termasuk peralatan habis pakai yang harganya cukup memakan anggaran. Hal-hal yang seperti ini kadang atlet atau pelatih keluar uang pribadi," terangnya. 

Hal lain yang tak kalah pentingnya yakni penggunaan sarana olahraga untuk perhelatan Kejuaraan Daerah (Kejurda). Saat ini, kata Zulfaini, sarana olahraga di JSC sudah tidak bisa digunakan lagi karena harga sewanya yang mahal. 

"Kalau mau gelar Kejurda itu harus bayar mahal. Ini harus jadi perhatian karena percuma atlet latihan tiap hari kalau tidak diukur kemampuannya lewat kejuaraan. Kami harap KONI maupun Dispora bisa mendesak pengelola untuk memberikan diskon khusus," terangnya. 

Hal serupa ikut dirasakan Cabor Sepatu Roda. Cik Naya, Pengurus Cabor Sepatu Roda menuturkan, sewa venue JSC untuk menggelar kejuaraan olahraga cukup mahal. "Untuk latihan, terkadang kami menggunakan lokasi lain seperti di halaman parkir Kantor Gubernur. Sementara untuk kejuaraan biasanya menggunakan venue lain yang lebih murah," ucapnya. 

Atlet Butuh Perhatian Lebih dari Pemerintah

Pemerintah dinilai kurang memperhatikan nasib para atlet. Seperti diungkapkan oleh sejumlah atlet yang hadir dalam diskusi publik "PON 2024 dan Masa Depan Olahraga Sumsel: Evaluasi, Refleksi, dan Aksi" yang digelar RMOLSumsel Research and Development, Jumat (28/9) malam. 

Atlet Loncat Indah, Ridho Akbar mengatakan, selama ini atlet seperti dirinya tidak mempermasalahkan terkait kurangnya peralatan untuk latihan. Sebab, dengan alat seadanya, mereka masih bisa berlatih dan meraih prestasi. 

Hanya saja, mereka minta diperhatikan saat mengalami cedera. "Biaya pemulihannya kami sendiri yang menanggung. Tidak ada perhatian pemerintah," ucapnya. 

Menurutnya, atlet seperti dirinya orientasinya tidak terlalu mengejar bonus. Dia mengatakan, saat mengikuti PON 2024, dirinya tidak tahu besaran bonus yang akan diterima. Pikirannya hanya bagaimana memenangkan laga dan memberikan yang terbaik. 

"Tetapi, momen saat kami cedera, jangan kami dibiarkan berjuang sendiri. Kalau bisa pemerintah harus hadir. Sejauh ini, saat saya cedera semua biaya kami yang tanggung," tuturnya.

Senada diungkapkan Atlet Cabor Catur, Tomi Kurniawan. Dia mengatakan, saat perhelatan Porprov Lahat 2023 lalu, ketika bertanding atlet disuruh membawa peralatan catur sendiri. 

"Bayangkan saja, masa atlet yang mau berlaga disuruh membawa alat bertandingnya sendiri. Jadi dimana peran pemerintah maupun pengurus KONI," ucapnya. 

Tomi berharap kedepannya nasib para atlet bisa lebih diperhatikan. "Kesejahteraan atlet kedepannya perlu diperhatikan lagi. Banyak atlet yang bersedia berkorban untuk mencapai prestasi. Tapi kalau tidak diakomodir, bukan tidak mungkin mereka akan kabur membela provinsi lain," tandasnya.