Pesan ‘Kepak Sayap Kebhinnekaan’ Dinilai Tak Jelas, Puan Maharani Diprediksi Sulit Dulang Suara di Sumsel    

Penjual cilok tengah melayani pembeli di Jalan Jenderal Sudirman, dengan latar belakang baliho besar Kepak Sayap Kebhinnekaan milik Ketua DPR RI, Puan Maharani, Rabu (25/8). (humaidy kenedy/rmolsumsel.id)
Penjual cilok tengah melayani pembeli di Jalan Jenderal Sudirman, dengan latar belakang baliho besar Kepak Sayap Kebhinnekaan milik Ketua DPR RI, Puan Maharani, Rabu (25/8). (humaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Baliho besar warna merah bergambar Ketua DPR RI, Puan Maharani dengan tulisan ‘Kepak Sayap Kebhinnekaan’ yang terpasang melintang di papan reklame Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Jenderal Sudirman tepatnya di depan RS Bhayangkara Palembang, bukanlah satu-satunya.


Namun ada lagi disejumlah titik jalan utama di Kota Palembang yang memunculkan politisi perempuan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. Ada di Jalan Basuki Rahmad, Jalan POM IX dan Jalan Demang Lebar Daun.

Bicara tentang sosok Puan Maharani dan Sumsel sendiri, memang ada tarikan politik, yakni dari sang kakek yang tak lain Presiden RI pertama Ir Soekarno.

Menurut Sejarawan Sumsel, Syafruddin Yusuf, dahulunya partai yang paling berjaya di Sumsel adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). Pendiri PNI di Sumsel, yakni dr AK Gani, merupakan figur nasionalis sekaligus Soekarnois, yang berjasa dan tokoh Pergerakan Kemerdekaan, khususnya di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).

AK Gani sendiri, sambung dia, pada 27 Agustus 1945 mendirikan PNI Wilayah Sumatera di Palembang dan sekaligus memimpin partai tersebut.

“Dulu PNI merupakan partai yang paling besar dan berjaya, sekarang jayanya PDIP tidak bisa disamakan dengan PNI. Rasanya keinginan Puan sulit tercapai di Sumsel, karena masyarakat sekarang sudah lebih jeli berpikir,” kata dia kepada Kantor Berita RMOLsumsel.

Dosen FKIP Jurusan Sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) ini menilai, terlebih masyarakat Sumsel melihat PDIP tidak sama dengan PNI yang dulu. Selain itu, sekarang partai-partai sudah banyak, dan belakangan citra PDIP agak kurang bagus.

“Aku kira agak sulit Puan mendapatkan suara di Sumsel,” ujar dia.

Kaitannya dengan sosialisasi pemasangan baliho Puan di Sumsel, Syafruddin melihat ada pesan yang ingin di sampaikan. Hanya saja, pesan itu dinilainya tidak jelas.

“Itu (Kepak Sayap Kebhinekaan) kan bahasa sastra, kecuali dia menyebut sebagai calon presiden, itu jelas. Pesannya sendiri saya lihat kurang komunikatif. Karena pesannya kurang komunikatif, bisa saja suaranya terdongkrak tapi bisa saja hancur,” ungkap dia.

Syafruddin menuturkan, bisa saja suara Puan terdongkrak di Sumsel, kalau masyarakat menyadari Puan sebagai calon pemimpin masa depan dan memang perlu di pilih. 

Hanya saja, pada situasi pandemi ini bisa jadi pesan yang disampaikan puan tersebut berbalik, tadinya mendapat respon positif bisa menjadi negatif.

“Mungkin orang berpikiran dari pada masang baliho yang belum saatnya, lebih baik berikan sembako kepada rakyat terutama di daerah-daerah pinggiran ini,” tutur dia.

Khusus di Sumsel, terang Syafruddin, masyarakat lebih melihat calon presiden lebih kepada sosok dari figur dan sejauh mana figur itu bisa mengena kepada masyarakat Sumsel.

“Partai itu tidak begitu berpengaruh di Sumsel, beda kalau di Jawa Tengah, Jawa Timur, atau Jawa Barat dimana faktor partai sangat menentukan. Kalau di Sumsel roda partai kurang bergerak di masyarakat, jadi figur yang lebih diutamakan untuk memilih itu,” terang dia.

Sebaliknya, Syafruddin justru merujuk figur yang cocok menjadi calon Presiden RI adalah Anis Baswedan. Namun Anis cenderung kesulitan karena tidak ada partai.

“Aku lihat figur Anis di Sumsel bagus, karena keturunan Arab. Sumsel ini Arabnya kuat, jadi mau tidak mau dalam pemilu, faktor agama, faktor ulama ada pengaruh dalam pemilihan,” kata dia.

Baliho besar Kepak Sayap Kebhinnekaan milik Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang terpasang di Jalan Basuki Rahmad, Palembang, Rabu (25/8). (humaidy kenedy /rmolsumsel.id)

Sementara, Ketua Yayasan dr AK Gani, Husin Bastari mengatakan, munculnya baliho Puan Maharani di Sumsel hanya sekadar tebar pesona. Sebenarnya masyarakat juga tidak yakin Puan ingin jadi calon Presiden RI berikutnya.

“Puan kan tidak begitu dikenal di Sumatera Selatan, selama ini Puan tidak ada perhatiannya di Sumsel, apa lagi saat pandemi sekarang Puan tidak turun ke Sumsel,” kata diam seraya menilai justru sosok Ganjar Pranowo yang memiliki peluang besar maju sebagai calon presiden.

Terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI), Arianto menyatakan, dari tagline Puan Maharani ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’, jika diartikan dalam survei opini publik, Puan ingin melihat kenegarawanannya memimpin.

“Kalau dilihat dari sikap kenegarawanan, dipastikan Puan meraih suara-suara di Sumsel ini yang nasionalis,” ujar dia.

Jadi, ungkap Arianto, mau tak mau walau PNI dan PDIP secara struktural tidak ada hubungan, namun secara psikologis punya hubungan yang kuat. Karena PDIP sudah menjelma menjadi partai nasionalis, dimana siapapun bisa masuk, baik agamawan, ataupun tokoh dan lain-lain.

“Basis Sumsel ini mau tak mau Puan bisa menariknya, karena PDIP di Sumsel memang kuat secara hitungan partai. Kemarin DPRD Provinsinya menang, tapi hitungan kursi PDIP kalah,” ungkap dia.

Arianto menambahkan, wajar saja kalau Puan ingin kembali ke Sumsel dan menebar sejumlah baliho di Sumsel. Terlebih target basis PDIP itu di Sumsel dan di Sumatera ini yang utama.

“Kalau saya melakukan survei, memang agak kurang kuat PDIP (di Sumatera) kecuali di Medan. Untuk di Sumsel sudah kuat, tapi harus diperkuat lagi karena Puan ingin menang besar. Apalagi Sumsel tidak ada perwakilan di Pilpres tahun 2024  dalam tanda kutip tokoh  dari Sumsel, cuma Puan yang ada darah Sumsel,” tandas dia.