Pengamat Anggap Lapas dan Rutan Masih Tempat "Aman" Berbisnis Narkotika

ilustrasi lapas. (Istimewa/rmolsumsel.id)
ilustrasi lapas. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Pengamat Kebijakan Lembaga Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi menganggap Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) masih menjadi tempat yang aman untuk berbisnis narkoba. Hal ini merujuk dari hasil ungkap kasus Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mabes Polri yang mendapati peredaran narkoba kelas kakap dikontrol para napi di rutan dan lapas.


Menurutnya, dengan kondisi ini maka program yang digagas Ditjen PAS dalam membenahi rutan dan lapas kurang efektif. Seperti, program pemindahan napi bandar narkoba ke Lapas Nusakambangan. 

"Ini program hanya membuang anggaran karena tidak didahului pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) petugasnya," katanya.

Lapas Nusakambangan yang berklasifikasi Lapas super maximum security memang memiliki keamanan ketat dan dilengkapi sejumlah peralatan pengawasan mutakhir. Namun hal itu tidak berarti bila keberadaan ada oknum petugas turut membantu napi menyelundupkan handphone untuk berbisnis narkoba.

Arthur melanjutkan, pentingnya pembenahan SDM di tubuh Ditjen PAS mendesak dilakukan sebagai kunci pemberantasan narkoba di rutan dan lapas. Publik pun masih ingat dengan kasus Karutan Kelas I Depok, Anton yang diringkus jajaran Satresnarkoba Polrestro Jakarta Barat pada 25 Juni 2021 lalu karena kasus sabu.

Menurut Arthur, carut-marutnya kinerja petugas Ditjen PAS di rutan dan lapas berimbas pada kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sia-sia. "Sehingga BNN panas. Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian, mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke lapas itu begitu saja," tutupnya.