Mengenal Azhari, Atlet Difabel Sumsel Peraih Perak Paralimpiade Kanada 1976

Azhari menunjukan medali hasil kemenangannya sebagai atlet.  (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)
Azhari menunjukan medali hasil kemenangannya sebagai atlet. (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Keterbatasan fisik tak menghalanginya untuk meraih prestasi. Dia adalah Azhari. Seorang atlet difabel asal Sumsel yang pernah meraih medali perak di ajang Paralimpiade Toronto, Kanada di tahun 1976.


Namanya memang jarang terdengar. Walaupun prestasi yang dibuatnya bagi Indonesia maupun Sumsel tak bisa dianggap remeh. Azhari saat ini tak lagi berkecimpung di dunia olahraga. Dia menyambung hidup dengan menjadi pengrajin  kaki dan tangan palsu.

Awal Mula Menjadi Atlet

Azhari lahir di Sumenep, Madura tahun 1949. Dia terlahir sebagai penyintas difabel. Namun hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja maupun berprestasi. Menjadi atlet bukanlah impian seorang Azhari. Melainkan hanya kebetulan yang menjadi takdir.

“Pengennya hanya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja,” kata Azhari beberapa waktu lalu.

Diceritakan oleh Azhari, dirinya terbiasa berlari mengembala sapi milik tetangganya waktu masih dibangku sekolah dasar. Hal tersebut ia lakukan setiap sore ketika menggiring sapi masuk ke kandang.

Beberapa kaki dan tangan palsu yang dikerjakan oleh Azhari. (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Di usia 12 tahun, dirinya membulatkan tekad untuk mencari peruntungan dengan merantau ke Solo, Jawa Tengah. Pria 72 tahun itu memulai perjalanan sebagai atlet ketika dirinya tinggal di Organisasi Orang Cacat di Solo. Dirinya bertugas jaga parkir dan menjual koran kala itu.

Melihat hal tersebut, seorang teman menawarkannya untuk ikut latihan bersama. Menurutnya Azhari berpotensi menjadi atlet lari. Namun tak hanya lari, ia juga berlatih lempar lembing, lempar jauh, dan olahraga atletik lainnya.

Hingga ditahun 1969, Azhari sempat memperoleh emas pertamanya pada pekan Olahraga (POR) Pentjan.

Kemudian selain menjadi atlet, Azhari masih mengejar impiannya hingga pada tahun 1973. Azhari dipindahkan ke Kota Palembang, Sumsel untuk menjadi PNS di salah satu panti sosial. “Akhirnya dipindahkan ke Palembang untuk tugas disini,” imbuhnya.

Di Kota Pempek, Azhari tetap melanjutkan aksi atletiknya dalam ajang Pekan Olahraga Penderita Cacat (POR PERCA) yang didirikan oleh Yayasan Pembina Olahraga Penderita Cacat (YPOC).

Atlet Internasional

Sejumlah medali yang dimenangkan Azhari sebagai atlet, salah satunya Paralimpiade Toronto, Kanada. (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Berbagai peluang datang untuk Azhari lebih mengepakkan lagi sayapnya, salah satunya tawaran untuk mengikuti seleksi Paralimpiade Toronto yang digelar di Kanada tahun 1976.

Mendapat dukungan penuh dari Gubernur Sumsel waktu itu, Asnawi Mangku Alam, proses Azhari mengikuti seleksi akhirnya dimulai.

“Aku menemui Pak Asnawi mau bilang ingin ikut seleksi olimpiade, akhirnya aku dikasih uang saku sekitar Rp50 ribu kalau tidak salah,” jelasnya.

Akhirnya, Azhari terpilih untuk mewakili Indonesia bersama dengan tujuh atlet lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air.

Dari Paralimpiade Toronto di Kanada, Azhari berhasil membawa pulang medali perak setelah kalah tipis dari atlet asal Israel. Namun dirinya tetap bangga telah berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

“Aku bangga waktu itu, olimpiade dunia bisa ikut dan bawa pulang juara,” jelasnya.

Setahun berikutnya, Ajang Internasional yang juga diikuti oleh Azhari adalah Fesfic Games di Australia. Pada ajang tersebut, Azhari menjelaskan ungkapan rasa balas dendamnya ketika gagal membawa pulang medali emas dari Kanada.

Foto kenangan Azhari bersama atlet Indonesia ketika ajang Paralimpiade Toronto, Kanada. (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Alhasil, Azhari berhasil meraih dua medali emas, dua perak, dan satu perunggu.

“Di Australia saya tekadkan agar bisa membawa emas untuk Indonesia,” terangnya.

Ruang kerja Azhari ketika mengerjakan kaki dan tangan palsu untuk pelanggannya. (hummaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Karier Azhari sebagai atlet harus terhenti setelah itu sebab dirinya harus dipensiunkan untuk meremajakan atlet-atlet muda Bumi Sriwijaya.

Azhari kembali melakukan aktivitasnya sebagai PNS di Panti Sosial Bina Daksa Wudi Perkasa, serta tetap membuat alat bantu kaki dan tangan palsu bagi para penyandang difabel.

Hingga kini, diusianya yang sudah senja tersebut, dirinya masih menjadi seorang pengrajin kaki dan tangan palsu.