Masuk Rumah Limas, Berasa Ada di Masa Lampau, ke Museum Peh !

Sebagai rumah tradisonal, Rumah Limas kini sudah jarang digunakan oleh masyarakat Palembang.


Selain keterbatasan lahan, membangun rumah limas juga membutuhkan dana yang lebih banyak ketimbang membangun rumah pada umumnya.

Meski demikian, kita bisa menemukan Rumah Limas di halaman belakang Museum Negeri Sumatera Selatan, Museum Balaputra Dewa Palembang.

Yuk mengenal lebih banyak tentang Rumah Limas di Museum Balaputra Dewa yang bisa dijadikan sarana rekreasi dan edukasi kultural.

Saya terbilang sering berkunjung ke Museum Balaputra Dewa, namun ketika disebut rekreasi dan edukasi kultural ke Museum yang berada di Jalan Srijaya Kilometer 5,5 nomor 288, Alang Alang Lebar, Kota Palembang, Sumatera Selatan antusias saya tidak pernah berkurang.

Ya, jelas karena disini saya bisa mendapatkan banyak ilmu tentang sejarah kerajaan Sriwijaya. Bukan hanya itu, setiap kali berkunjung saya selalu ditemani seorang pemandu wisata (Guide) sehingga saya benar-benar paham sejarahnya.

Kali ini saya akan memasuki Rumah Limas ditemani dengan Guide Zaidan yang juga penerima tiketing masuk. Hanya dengan membayar Rp 2.000 per orang untuk dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak, saya sudah bisa puas berkeliling di museum ini.

Sebelum ke Rumah Limas, saya harus melalui ruang-ruang pameran koleksi museum.

Saat saya berdiri di dekat pintu keluar ruang pameran, saya melihat Rumah Limas dan sontak saya langsung teringat dengan uang pecahan Rp10.000 yang memiliki gambaran persis.

Rumah Limas merupakan rumah tradisional khas Provinsi Sumatera Selatan. Sesuai namanya, rumah adat ini berbentuk limas. Rumah Limas terdiri dari bangunan yang bertingkat-tingkat dengan filosofi budaya tersendiri untuk setiap tingkatnya yang kerap disebut masyarakat sekitar sebagai bengkilas.

“Rumah Limas ini masih jadi primadona pengunjung, kadang tujuan pengunjung datang hanya untuk melihat dan berfoto di Rumah Limas,” kata Zaidan, memecah keheningan saya yang masih terpanah dengan keindahan rumah tersebut.

Rumah yang sudah berumur ratusan tahun ini merupakan rumah panggung. Rumah panggung dipilih karena pada zaman dahulu masyarakat mendirikan rumah ini di atas rawa-rawa, sehingga rumah panggung dapat menghindarkan penghuninya dari air rawa dan binatang-binatang rawa.

Mau masuk Rumah Limas setiap pengunjung harus melepas alas kaki untuk menjaga kebersihan Rumah.

Ketika masuk, akan terlihat sangat luas. Bahan material dalam membuat dinding, lantai, serta pintu menggunakan kayu tembesu.

“Sementara untuk tiang rumah, pada umumnya menggunakan kayu unglen yang tahan air,”jelas Zaidan.

Menariknya lagi, ketika memasuki rumah, saya dapat langsung melihat sebuah piano tua berbahan kayu yang masih dapat dimainkan. Kemudian di sekelilingnya berbagai perabotan berusia tampak terpajang dengan rapi.

Masuk Rumah Limas ini, saya langsung membayangkan aktivitas penghuni rumah di masa lampau.

Di sudut ruangan terdapat mesin tenun manual yang biasa digunakan penghuni rumah menenun kain tenun khas Sumatera Selatan. Kemudian saya juga dapat melihat secara langsung dapur dengan berbagai perkakas kunonya.

Berkeliling Rumah Limas di Museum Balaputera Dewa memang sangat menarik.

Tapi, perlu diingat, kita tak dapat sembarangan menyentuh barang-barang yang ada di dalamnya. Jadi lebih baik bertanyalah kepada Guide untuk memastikan barang mana yang boleh dan tidak boleh disentuh.

“Rumah limas dalam budaya Palembang mempunyai makna filosofis yang mendalam. Tiap ruangan diatur dengan menggunakan filosofi kekijing,” Kata Zaidan.

Dalam kekijing terdapat lima tingkatan ruangan yang diatur berdasarkan penghuninya, yaitu usia, jenis kelamin, bakat, pangkat, dan martabat.

Tingkatan pertama adalah trenggalung. Trenggalung merupakan ruangan yang difungsikan untuk menerima tamu jika pemilik rumah sedang mengadakan hajat.

Pada ruangan ini terdapat pagar trenggalung, uniknya jika dilihat dari luar suasana di dalam ruangan tidak terlihat, namun orang yang ada di ruangan bisa melihat suasana di luar.

Hal menarik lainnya yang ada di ruangan ini adalah lawang kipas. Lawang atau pintu yang jika dibuka akan membentuk langit-langit ruangan, namun jika ditutup akan membentuk dinding dan selasar pada ruangan trenggalung.

Ruangan kedua setelah trenggalung adalah jogan. Kekijing tingkat dua ini diperuntukan bagi anggota keluarga pemilik rumah yang berjenis kelamin laki-laki.

Masuk lebih ke dalam, kekijing tingkat tiga lebih memiliki privasi ketimbang ruangan sebelumnya, hal tersebut terlihat dari adanya penyekat ruangan. Ruangan tingkat tiga ini hanya digunakan oleh tamu undangan khusus ketika pemilik rumah sedang mengadakan hajat.

Masuk ke kekijing tingkat empat, ruangan ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang dihormati dan mempunyai ikatan darah dengan pemilik rumah.

Sementara kekijing tingkat lima disebut juga dengan ruangan gegajah. Ruangan ini hanya boleh dimasuki oleh orang yang dihormati dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam keluarga dan masyarakat.

Uniknya di dalam ruangan gegajah terdapat undakan lantai yang disebut amben. Amben inilah yang digunakan untuk mengadakan musyarawah para penghuni gegajah. Selain itu juga terdapat kamar pengantin, yang hanya difungsikan jika pemilik rumah sedang mengadakan pesta pernikahan.

Kepala Museum Balaputra Dewa H Chandra Amprayadi menambahkan, Rumah Limas dijadikan icon pada uang pecahan Rp10.000 oleh Bank Indonesia (BI) sejak Oktober 2005 lalu.

“Gambaran Rumah Limas bisa juga dilihat pada uang pecahan Rp10.000, coba lihat sama persiskan,” ungkapnya, sambil menunjukkan uang pecahan Rp10.000.

Chandra mengakui, Museum Balaputra Dewa sering dikunjungi oleh orang-orang penting, hingga pejabat. Bahkan, pihaknya juga sering mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan pelajar di Sumsel, untuk meningkatkan daya tarik.

“Sering sekali dikunjungi, apalagi oleh pejabat pemerintah. Terlebih kita juga sering mengadakan agenda untuk kunjungan pelajara,” pungasnya.