Makan Korban, Kontraktor Proyek Rehabilitasi Kantor Gubernur Diduga Abai dengan Keselamatan Kerja

Ilustrasi: Serikat Pekerja yang berdemo di depan pintu masuk kantor Gubernur Sumsel yang menjadi lokasi jatuhnya seorang pekerja hari ini (9/12). (net/rmolsumsel.id)
Ilustrasi: Serikat Pekerja yang berdemo di depan pintu masuk kantor Gubernur Sumsel yang menjadi lokasi jatuhnya seorang pekerja hari ini (9/12). (net/rmolsumsel.id)

Seorang pekerja proyek rehabilitasi gedung kantor Gubernur Sumsel dilarikan ke Rumah Sakit terjatuh pada Kamis (9/12). Pekerja tersebut, jatuh saat melakukan perbaikan atap di bagian pintu masuk kantor Gubernur yang berada di Jl Kapten A Rivai itu.


Kejadian menghebohkan ini membuat suasana di lingkungan tersebut ramai. Terlebih pada saat kejadian, banyak ASN dan masyarakat yang berlalu lalang di seputar kawasan tersebut. Pekerja itu lantas dilarikan ke RS Charitas untuk mendapat penanganan medis.

Beruntungnya, dari informasi terakhir yang diterima Kantor Berita RMOLSumsel, si pekerja tidak mengalami luka yang serius.

Informasi yang dihimpun, kejadian bermula saat pekerja dan sejumlah rekannya melakukan perbaikan di atap bagian depan kantor Gubernur itu. Namun, korban terpeleset dan langsung terjatuh dari ketinggian sekitar 10 meter, karena disinyalir tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD).

Proyek rehabilitasi itu sendiri, merupakan proyek pengadaan yang dilakukan oleh Biro Umum dan Perlengkapan Pemprov Sumsel dengan nilai pagu Rp10 miliar. Proyek itu merupakan proyek pengerjaan konstruksi yang dimenangkan oleh CV Mulia Jaya, yang beralamat di Jl Tanjung Sari II Kelurahan Kalidoni Palembang.

Kasubbag Pemeliharaan Gedung dan Peralatan Kantor Biro Umum dan Perlengkapan, Sarmedi. (ist/rmolsumsel.id)

Pemprov Mengaku Sudah Peringatkan Kontraktor

Kejadian kecelakaan kerja ini dibenarkan oleh Kabiro Umum dan Perlengkapan, Sandi Pahlevi melalui Kasubbag Pemeliharaan Gedung dan Peralatan Kantor Biro Umum dan Perlengkapan, Sarmedi. Namun, dirinya membantah jika pekerja tersebut tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).

“Kalau informasi yang kami terima, (korban) sudah pakai APD. Makanya cederanya tidak terlampau parah,” ucapnya.

Hanya saja, kejadian tersebut akan menjadi bahan evaluasi. Sebab, Sarmedi menerangkan jika sebelum proyek dimulai, pihaknya telah mengingatkan kepada perusahaan pemenang tender untuk mematuhi aturan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

“Seluruh pekerja sudah diminta agar menggunakan kelengkapan APD selama bekerja. Mulai dari rompi, helm, sepatu hingga peralatan safety lainnya itu harus terpasang,” bebernya.

Untuk kasus ini, Sarmedi memastikan jika korban dan seluruh pekerja dalam proyek tersebut telah dilindungi oleh BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. “Kedepan kami meminta pihak ketiga untuk lebih ketat mengawasi pekerjanya. Sehingga kejadian serupa tidak kembali terjadi,” tandasnya.

Seorang pekerja proyek rehabilitasi Kantor Gubernur Sumsel yang terjatuh dari ketinggian 10 meter, Kamis (9/12). (ist/rmolsumsel.id)

Tak Sesuai Aturan, Saksi Sebut Korban Baru Bergabung

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, pekerjaan konstruksi di ketinggian telah diatur sedemikian rupa melalui Undang-Undang dan turunannya. Bahkan secara rinci dijabarkan dalam Permenaker No.9 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada Ketinggian.

Ada perbedaan fundamental mengenai pengertian bekerja pada ketinggian, seperti dijelaskan dalam aturan ini. Sebelumnya, praktisi keselamatan kerja menyebut bekerja pada ketinggian adalah pekerjaan yang berada di atas 1,8 meter, maka dalam beleid ini tidak disebutkan batasan ketinggian dalam pekerjaan itu, namun aspek ketinggian lebih ditekankan pada adanya potensi untuk jatuh.

“Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di tempat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“.

Permenaker No.9 tahun 2016 ini juga mewajibkan kepada pengusaha dan atau pengurus untuk menerapkan K3 dalam lingkup pekerjaan di ketinggian. Dimulai dari: (1) Perencanaan; (2) Prosedur Kerja; (3) Teknik Bekerja yang aman; (4) Penggunaan APD dan Angkur (penambat); dan (5) Pemanfaatan tenaga kerja yang kompeten.

Lebih jauh dijabarkan, dalam tahap Perencanaan harus dipastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dengan kondisi ergonomi yang memadai melalui jalur masuk (access) atau jalur keluar (egress) yang telah disediakan.

Kemudian masih dalam tahap Perencanaan pihak pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya tenaga kerja, dan tentunya menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan.

Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi: (1) Teknik dan Cara perlindungan Jatuh; (2) Cara pengelolaan peralatan; (3) Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan; (4) Pengamanan tempat kerja; dan (5) Kesiapsiagaan dan tanggap darurat.

Untuk menghindari kecelakaan kerja dalam kasus ini, seperti dituliskan pada Pasal 31, maka pengusaha atau CV Mulia Jaya wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan di ketinggian yang dibuktikan dengan Lisensi K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

Akan tetapi hal ini berbeda di lapangan. Sebab korban jatuh dalam proyek rehabilitasi di kantor Gubernur Sumsel itu, nyatanya merupakan pekerja yang baru bergabung di perusahaan. “Aku idak tahu jugo wong itu, kareno baru bergabung (dalam pekerjaan),” jelas Sugi, salah satu saksi kejadian kepada awak media.