Ketum JMSI: Jangan Gunakan UU Pers untuk Merusak Citra Wartawan

Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa membuka Rakerda JMSI Sumatera Utara di Hotel Danau Toba Medan/RMOLSumut.
Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa membuka Rakerda JMSI Sumatera Utara di Hotel Danau Toba Medan/RMOLSumut.

UU 40/1999 tentang Pers harus benar-benar dijadikan panduan bagi para insan pers atau wartawan, dalam menjalankan profesionalitas produk jurnalistik.


Begitu ditekankan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa dalam sambutan pembuka Rakerda I JMSI Sumatera Utara dan pelantikan pengurus JMSI Kota Medan serta Kabupaten Batubara di Hotel Danau Toba Medan, Sabtu (12/3).

Acara ini juga dirangkai dengan seminar dengan Thema "Media Siber, UU Pers dan UU ITE".

“(UU Pers) jangan malah dimanfaatkan atau dirusak oleh pihak lain, yang mengambil keuntungan pribadinya. Sehingga merusak citra positif insan pers atau wartawan,” kata Teguh Santosa.

Teguh mengajak insan pers khususnya anggota JMSI, untuk menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan potensi pembangunan dan pariwisata di daerah masing-masing.

Untuk itu, CEO RMOL Network ini berharap, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk bisa memanfaatkan potensi dimiliki wartawan khususnya anggota JMSI untuk merancang pembangunan yang lebih maju.

Sementara itu, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Dewan Pakar JMSI Pusat, M. Agung Dharmajaya, mengingatkan tentang pentingnya kecermatan dalam menggunakan kata dalam penulisan berita.

Dia menjelaskan, kasus aduan yang paling banyak masuk ke Dewan Pers adalah media siber yang kurang tepat dalam penggunaan kata ‘diduga’ dalam penyajian berita.

“Jangan jadikan kata diduga untuk memvonis orang, misalnya 'diduga kuat' dan 'diduga keras' sebab kata ini secara tidak langsung sudah mempertegas atau memvonis,” tegasnya

Agung juga mengimbau, wartawan agar menyajikan berita yang benar landasan awalnya, sehingga menjadi berita yang baik dan selamat dari persoalan hukum.

“Jangan malah dibalik membuat atau menyajikan berita yang baik tapi tidak dilandasi kebenaran atau unsur 5W plus 1H, sehingga dikhawatirkan berimbas persoalan hukum di kemudian harinya,” pungkasnya.