Ada proses konstitusional yang bisa dilakukan masyarakat yang menolak keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja, yakni melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
- Wujudkan Relawan Berkarakter
- Jadi Menu Wajib Lebaran, Begini Cara Mudah Anti Ribet Membuat Ketupat
- Kampung Budidaya, Solusi Tingkatkan Industri Ikan di Sumsel
Baca Juga
Hal itu disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Prof Abdul Muti yang melihat banyak masyarakat menggelar demo di berbagai wilayah untuk menolak UU tersebut.
"Kalau memang terdapat keberatan terhadap materi dalam UU dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru," kata Abdul Muti kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (7/10).
Muhammadiyah sendiri menjadi salah satu ormas yang turut menolak RUU Cipta Kerja sebelum akhirnya disahkan DPR RI dan pemerintah, Selasa kemarin (6/10). Selain karena masih dalam masa pandemi Covid-19, di dalam RUU juga banyak pasal kontroversial.
Memang, usulan Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR. Dalam hal ini sebanyak UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari UU tersebut.
"Tetapi masih ada pasal terkait dengan perizinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja," ujar Abdul Muti. Abdul Muti mengatakan, terkait masalah perizinan dalam UU Ciptaker memang diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP). "Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi peraturan pemerintah," tandasnya.
- Peduli Lingkungan, Pelepah Pinang dan Anyaman Bambu jadi Wadah Daging Kurban
- Zelensky Dapat Bantuan, Tank AMZ-10 Dikirim ke Ukraina Untuk Bantu Serang Rusia
- PDHI Sumsel Temukan 60 Persen Kambing di Kota Palembang Tak Penuhi Syarat Berkurban