Kasus Korupsi Tukin di Ditjen Minerba Diduga Mengalir 1 Miliar ke Pemeriksa BPK RI

ilustrasi/RMOL
ilustrasi/RMOL

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, mengumumkan adanya dugaan aliran uang korupsi dalam kasus pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) di Ditjen Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode tahun 2020-2022. Uang korupsi tersebut diduga mengalir ke pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dengan total mencapai Rp 1,035 miliar.


KPK telah menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Mereka adalah Priyo Andi Gularso (PAG), Novian Hari Subagio (NHS), Lernhard Febrian Sirait (LFS), Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Rokhmat Annashikhah (RA), Abdullah, Beni Arianto (BA), Hendi, Haryat Prasetyo (HP), dan Maria Febri Valentine (MFV). Dari kesepuluh tersangka, hanya sembilan orang yang ditahan pada hari ini, sedangkan Abdullah tidak dilakukan penahanan karena kondisinya sedang sakit.

Firli Bahuri menjelaskan bahwa Kementerian ESDM telah merealisasikan pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) sebesar Rp 221,9 miliar selama periode tahun 2020-2022. Namun, para tersangka diduga melakukan manipulasi dan menerima pembayaran Tukin yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka diduga memanipulasi daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif, serta melakukan pembayaran ganda kepada beberapa orang yang telah ditentukan.

"Diduga dalam proses pengajuan anggarannya, tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung," kata Firli.

Dalam rincian jumlah yang diduga diterima oleh para tersangka, Firli mengungkapkan bahwa Priyo menerima Rp 4,75 miliar, Novian menerima Rp 1 miliar, Lernhard menerima Rp 10,8 miliar, Abdullah menerima Rp 350 juta, Christa menerima Rp 2,5 miliar, Haryat menerima Rp 1,4 miliar, Beni menerima Rp 4,1 miliar, Hendi menerima Rp 1,4 miliar, Rokhmat menerima Rp 1,6 miliar, dan Maria menerima Rp 900 juta.

Firli juga mengungkapkan bahwa uang yang diduga diterima oleh para tersangka tersebut kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk diduga mengalir ke pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp 1,035 miliar. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk operasional kantor, pengobatan pribadi, sumbangan nikah, dan pembelian aset seperti tanah, rumah, kendaraan, serta logam mulia.

"Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp 27,6 miliar. Hingga saat ini, KPK telah berhasil mengembalikan sebesar Rp 5,7 miliar dan 45 gram logam mulia sebagai upaya untuk memulihkan aset yang merupakan hasil korupsi dalam kasus ini," ungkap Firli.

Kasus ini masih dalam proses penyelidikan dan KPK akan terus melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengungkap kebenaran serta menegakkan hukum dalam rangka memberantas korupsi di Indonesia.