Kaleidoskop 2023: Kasus Korupsi Menonjol di Sumsel, Akuisisi Anak Usaha Hingga Penyelewengan Dana Nasabah

Ilustrasi Korupsi. (net)
Ilustrasi Korupsi. (net)

Kasus korupsi yang menonjol di Sumatera Selatan menjadi perhatian publik sepanjang tahun 2023. Dalam laporan yang dirangkum Kantor Berita RMOLSumsel.id terdapat empat kasus menonjol dengan jumlah kerugian negara dengan nilai fantastis.


Mirisnya, empat kasus tersebut semuanya menggunakan uang negara yang disalahgunakan demi mendapatkan keuntungan pribadi.

1. Akuisisi Anak Usaha PT Bukit Asam

Pada kasus pertama adalah akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam (PTBA) yang menelan kerugian negara Rp 100 miliar. Dalam kasus ini, terdapat lima tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan sejak Kamis (22/6/2023) lalu.

Lima orang tersangka tersebut yakni Eks Dirut Utama PT Bukit Asam Tbk periode tahun 2011-2016 Milawarma, Wakil Ketua Saham Akuisisi Saham PT SBS Nurtima Tobing, Eks Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk Anang Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Saiful Islam, dan Pemilik PT Satria Bahana Sarana (SBS) Tjahyono Imawan.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, kasus ini bermula saat PTBA melalui anak perusahaannya PT Bukit Multi Investama (BMI) mengakuisisi saham PT Satria Bahana Sarana milik tersangka TI.

Seiring waktu berjalan, penyidik menemukan adanya kecurigaan dalam proses tersebut sehingga didapati adanya kerugian negara mencapai Rp 100 miliar. Sebab, perusahaan yang diakuisisi tersebut dinilai tidak layak.

Akibatnya, kelima tersangka itu kini sudah ditahan di rutan Pakjo. Mereka pun dijerat pasal 2 ayat (1) atau Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kasus tersebut kini telah memasuki persidangan. Jaksa pun sudah menghadirkan lima orang saksi dari pihak PT SBS dan PT Bukit Multi Investama (BMI) yang juga anak perusahaan dari PTBA.

2. Penyelewengan Distribusi Semen di PT Semen Baturaja

Kasus berikutnya adalah PT Semen Baturaja. Dalam perkara ini, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan mengungkap potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 30 miliar.

Akibatnya, dua tersangka pun ditetapkan pada Rabu (7/6) lalu. Mereka adalah, Mantan Dirut PT Baturaja Multi Usaha (BMU) Laurencus Sianipar (April 2016-Januari 2018) dan mantan kepala keuangan PT BMU Budi Oktarita (2016 -2017). Untuk diketahui, BMU. sendiri merupakan anak perusahaan PT Semen Baturaja (Persero)

Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, modus yang dilakukan kedua tersangka adalah melakukan penyimpangan distribusi semen. Tindakan itu kemudian memunculkan kecurigaan pihak internal PT Semen Baturaja.

Manajemen Semen Baturaja kemudian meminta dilakukan pemeriksaan mendalam terkait dugaan itu ke Kejati Sumsel hingga keduanya ditetapkan tersangka.

Belakangan dalam persidangan terungkap, bahwa kedua tersangka telah menyelewengkan distribusi semen selama 4 tahun. Kedua tersangka melakukan kegiatan distribusi tanpa izin dari PT Semen Baturaja sejak 2017 sampai 2021 itu, hingga terjadi kerugian negara mencapai Rp 2,6 miliar.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka pun divonis 5 tahun 6 bulan penjara oleh Hakim Pengadilan Tipikor Palembang, pada Selasa (28/11) lalu. Mereka dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor. 

Selain pidana pokok, kedua terdakwa juga dijatuhi hukuman pengganti kerugian negara setara tanggung renteng. Dalam sidang, terdakwa Laurence Sianipar mantan Direktur PT BMU wajib mengganti uang negara sebesar Rp450 juta.

Menurut amar putusannya apabila terdakwa Laurance Sianipar tidak sanggup membayar diganti pidana tambahan selama 3 bulan penjara.

Sementara, khusus terdakwa Budi Oktarita mantan Kabag Keuangan PT BMU, wajib mengganti kerugian negara senilai Rp1,6 miliar.

3. Dana Hibah KONI Sumsel

Korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumatera Selatan sebesar Rp5 miliar Tahun Anggaran (TA) 2021 ikut menjadi perhatian publik.

Mulanya, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan menetapkan dua tersangka dalam perkara tersebut. Mereka adalah Suparman Roman sebagai Sekretaris Umum KONI Sumsel serta satu tersangka lainnya bernama Akhmad Thahir sebagai ketua harian KONI Sumsel periode 2020-2023.

Suparman Roman dan Akhmad Thahir pun ditahan di Rutan Pakjo Palembang sejak Kamis (24/8) kemarin. Seiring waktu berkembang, penyidik Kejati Sumsel ternyata ikut menetapkan Ketua Umum, Hendri Zainudin sebagai tersangka.

Namun, Hendri tak ditahan seperti kedua anak buahnya tersebut. Mantan Presiden Klub Sriwijaya FC ini hanya menjadi tahanan rumah karena statusnya sebagai Caleg DPRD Provinsi Sumsel dan dinilai penyidik tidak akan menghilangkan barang bukti maupun melarikan diri.

Setelah ditetapkan tersangka, Hendri menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta dan dua sertifikat tanah dan rumah kepada penyidik karena diduga hasil keterlibatan korupsi.

Belakangan, nama mantan Gubernur Sumsel Herman Deru ikut disebut-sebut dalam sidang kasus dana Hibah di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang.

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Akhmad Yusuf Wibowo mengakui bahwa pencarian dana hibah tahap tiga dan empat dilakukan tanpa membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ).

"Usulan pencairan dari KONI (Sumsel) kami minta dulu persetujuan (dari Pak Gubernur Sumsel Herman Deru). Setelah disetujui (lalu) diproses, jadi Gubernur Sumsel Herman Deru yang mendisposisi," ungkap Yusuf dalam lanjutan sidang pada Selasa (19/12). 

 

Untuk diketahui pencairan dana hibah untuk KONI Sumsel sebelumnya sudah dilakukan sebanyak dua kali, namun belum dilakukan pelaporan pertanggungjawaban. Dijelaskan oleh Yusuf, di masa dirinya menjabat itu, secara kebetulan berlangsung Pekan Olahraga Nasional (PON), sehingga KONI Sumsel kembali mengajukan pencairan dana hibah.

Yusuf mengaku didesak oleh dua pihak dalam pencairan dana hibah tersebut. Kedua pihak yang dimaksud yakni, Gubernur Sumsel saat itu dan pihak KONI Sumsel. 

Atas desakan inilah, dia mengaku langsung memproses permintaan persetujuan dari Gubernur untuk pencairan dana tersebut. Kendati setelah dana dicairkan, Yusuf mengaku tidak mengikuti prosesnya. "Setelah disposisi turun dari Gubernur Sumsel maka berkas pencarian masuk ke BPKAD. Jadi saya tidak monitor lagi proses pencairan rekeningnya siapa penerima dana hibah," ujarnya. 

4. Penyelewengan Dana Nasabah BNI Cabang Kayuagung

Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) menetapkan satu orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi uang nasabah di salah satu bank pelat merah yang ada di Sumsel, Jumat (15/12).

Tersangka berinisial AT yang merupakan pegawai salah satu bank pelat merah. Penetapan tersangka berdasarkan No TAP 19/L6/FJ1/12/2023 tanggal 15 Desember 2023. Hanya saja, saat menggelar press release kasus tersebut, Kejati Sumsel tidak menyebutkan secara eksplisit bank pelat merah yang dimaksud. 

Penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, disinyalir bank pelat merah dalam perkara korupsi yang disidik Kejati Sumsel merupakan Bank BNI. Kasus tersebut informasinya terjadi di Cabang Kayu Agung yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Sementara AT yang menjadi tersangka dalam kasus ini memiliki jabatan terakhir sebagai Supervisor Pemasaran. 

Modusnya, tersangka AT mengatasnamakan nasabah untuk membuka rekening, membuat ATM dan mengaktifkan mobile banking. Dengan menggunakan dua instrumen tersebut yaitu ATM dan mobile banking, tersangka bisa menarik uang dari tabungan nasabah dalam periode satu tahun 2022-2023. 

Hal inipun dibenarkan oleh Legal Wilayah Regional 03 BNI, Reza Saktipan yang berbincang dengan awak media. Dia mengatakan, pegawai BNI berinisial AT yang ditetapkan tersangka oleh Kejati Sumsel itu saat ini memang telah diberhentikan. 

Bahkan, pemberhentian yang bersangkutan jauh sebelum dirinya berstatus tersangka atas kasus pencurian dana nasabah tersebut. "Untuk AT sudah diberhentikan," kata Reza, didampingi Wakil Pemimpin Wilayah 3, Penta Dharma. 

Menurutnya, kasus yang tengah diselidiki Kejati Sumsel muncul berdasarkan laporan yang dibuat pihaknya. "Jadi memang kami yang melaporkan kasus itu ke pihak Kejati Sumsel. Sebagai bentuk dukungan bersih-bersih BUMN. Prosesnya disambut baik oleh penyidik dengan penetapan tersangka," ungkapnya. 

Dijelaskan Reza, kronologi awal kasus tersebut bermula dari penyelidikan internal yang menemukan sejumlah transaksi mencurigakan yang terjadi dalam rekening nasabah. Kemudian, tim internal BNI melakukan penelusuran hingga didapati transaksi tersebut tidak diketahui nasabah yang bersangkutan. 

Mengenai dana nasabah yang digelapkan AT, Reza memastikan jika seluruh dana tersebut sudah ditransfer kembali ke rekening masing-masing korban. 

"Seluruh dana sudah kami kembalikan. Bahkan, pak Pimwil mendatangi langsung satu per satu nasabah yang jadi korban untuk menjelaskan duduk persoalan kasus tersebut. Beberapa nasabah yang didatangi juga banyak yang terkejut karena dana di rekening tabungannya ternyata berkurang," terangnya. 

Kasus korupsi perbankan tersebut saat ini masih didalami penyidik Kejati Sumsel. Sekitar 24 orang saksi telah diperiksa. Sementara pengejaran terhadap tersangka juga terus dilakukan.