Jepang Cari Dana Rp364 Triliun untuk Hidupkan Industri Baterai

ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)
ilustrasi (istimewa/rmolsumsel.id)

Jepang ingin merebut pangsa pasar industri baterai global yang sejak beberapa tahun terakhir telah dikuasai China dan Korea Selatan.


Untuk mengembangkan industri baterai di negaranya, Negara Sakura membutuhkan investasi dari sektor publik dan swasta sebesar 24 miliar dolar AS atau sekitar Rp 364 triliun. 

"Pemerintah akan berada di garis depan dan memobilisasi semua langkah untuk dapat mencapai tujuan tersebut, tetapi kami tidak dapat mencapai tujuan ini tanpa upaya sektor swasta," ujar Menteri Industri Jepang Yasutoshi Nishimura yang tengah gencar menyerukan investasi, dikutip dari Reuters pada Rabu (30/8).

Untuk target 2030, Jepang akan meningkatkan kapasitas produksi domestik baterainya yang digunakan untuk kendaraan listrik (EV) dan sistem penyimpanan energi menjadi 150 GWh dari sekitar 20 GWh saat ini. Mereka juga akan meningkatkan hampir 10 kali lipat kapasitas produksi global di perusahaan Jepang menjadi 600 GWh.

Bersamaan dengan target produksi yang kian meningkat untuk delapan tahun ke depan, permintaan mineral seperti nikel, litium, dan yang lainnya diproyeksikan juga akan meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang, karena bahan tersebut dianggap penting untuk teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Selain akan menyiapkan bahan untuk produksi, Jepang telah mengamankan 30 ribu pekerja terlatih untuk pembuatan baterai dan rantai pasokan pada tahun 2030.

Upaya yang gencar dipersiapkan ini, dilakukan karena negara ini tengah menargetkan komersialisasi skala penuh pada industri baterai, yang menjadi produk andalan bagi Jepang untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050.

Baterai menjadi teknologi yang paling dianggap penting dalam elektrifikasi mobil dan perangkat mobilitas lainnya.