IPHI: BPKH Tak Perlu Ikut Cawe-cawe Menstabilkan Rupiah

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diminta untuk tetap konsisten menjalankan tugasnya secara profesional dan akubtabel dalam mengelola dana haji. Tak perlu tergoda untuk bermanuver melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dengan dalih mencari manfaat lebih dari dana haji.


Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) H. Ismed Hasan Putro terkait pemberitaan media yang menyebutkan bahwa jika haji 2020 ditiadakan, dana sebesar 600 juta dolar AS yang dikelola BPKH dapat dipakai untuk memperkuat rupiah.

“Jika sampai terjadi pemaksaan kehendak menggunakan dana haji di luar kepentingan haji, maka berarti mengkhianati calon jamaah haji yang telah menitipkan dananya kepada BPKH,” ujar Ismed dalam keterangannya, Kamis (4/6).

Ismed menambahkan, BPKH tentu tidak ingin disebut menzalimi orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji. Para calon jamaah haji itu  telah mengorbankan waktu, untuk mengumpulkan rupiah dengan darah dan air mata selama bertahun-tahun.

“Ingatlah bahwa mengkhianati orang yang akan menunaikan ibadah haji itu bisa mengundang azab dan laknat Allah SWT,” kata Ismed mengingatkan.

BPKH sendiri menyatakan bahwa pernyataan tersebut adalah bagian dari ucapan silaturahmi secara online Kepala Badan Pelaksana (BP) Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kepada Gubernur dan jajaran Deputi Gubernur BI pada 26 Mei 2020.

Namun sampai hari ini pun, masih ada sejumlah pihak yang mendorong agar BPKH menginvestasikan dana haji sebesar 600 juta dolar AS untuk menambah manfaat bagi jamaah calon haji.

Menurut Ketua Umum IPHI itu, BPKH tak perlu cawe-cawe dalam usaha menstabilkan nilai rupiah. Itu bukan kewenangan BPKH melainkan menjadi tugas Bank Indonesia.  Tugas BPKH adalah mengelola dana haji yang jumlahnya triliunan rupiah itu secara akuntabel dan memiliki nilai tambah untuk kemaslahatan umat, khususnya bagi calon jamaah haji.

“Jangan sampai justru calon jamaah haji dan umat terkaget-kaget karena dana haji telah direkayasa melalui financial engineering yang pada akhirnya menimbulkan kerugian besar. Ingat kasus Jiwasraya,” tambah dia.

Ismed mengingatkan agar BPKH  taat pada tata kelola keuangan yang prudent dan akuntabel.  Jika tidak, bukan tidak mungkin akan terjadi apa yang dikhawatirkan dan ditakutkan oleh umat bahwa dana haji justru tidak bisa dipertanggungjawabkan keamanannya.

Atas dasar pemikiran itu IPHI mengajak agar dewan pengawas BPKH bekerja secara profesional dan amanah, menjaga dana haji yang dikelola oleh Badan Pelaksana dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

IPHI juga mengajak ormas Islam secara reguler mencermati secara kritis kinerja BPKH mencegah terjadinya penyimpangan.

Indonesia katanya, dapat belajar dari Tabung Haji Malaysia yang telah berhasil mengelola dana haji, bisa meringankan biaya haji dalam bentuk subsidi biaya mencapai 50 persen kepada jamaah. Bahkan, mampu memberikan dividen setiap tahunnya.

Ke depan, tambah Ismed, BPKH harus sudah bisa mewujudkan harapan jamaah bukan hanya meringakan biaya tetapi juga menyewa tempat yang lebih layak dengan kualitas yang nyaman dan dekat dengan Masjidil Haram.