Beda pilihan politik antar partai adalah sesuatu yang lumrah. Namun, ketika ada kader yang tidak sejalan dengan pilihan politik partainya, hal ini menjadi tantangan serius.
- Mahfud MD Targetkan RKUHP Sah Sebelum Desember
- Hadapi Debat Capres-Cawapres, Mahfud MD Ngaku Tak Lakukan Persiapan Khusus
- Kepiawaian Manajerial Lucianty Dinilai Bakal Menjadi Kunci Kebangkitan dan Kesejahteraan Muba
Baca Juga
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menjelaskan, fenomena ini disebut dengan split ticket voting.
"Hal ini terjadi karena kader partai tak sejalan dengan pilihan politik partai di Pilpres dan Pileg. Fenomena ini terjadi di semua partai politik," kata Adi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, di Jakarta, Minggu (25/12).
Kader-kader partai, sebagai individu dengan latar belakang, pengalaman, dan nilai yang beragam, mungkin memiliki perspektif yang tidak selalu sejalan dengan kebijakan yang diadopsi oleh partai.
Hal ini bisa menciptakan ketidakselarasan yang berpotensi menimbulkan perpecahan internal atau konflik yang dapat merugikan kestabilan partai.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menggarisbawahi, fenomena ini terjadi karena kegagalan menanamkan ideologi dan identitas kepartaian saat pengkaderan.
"Kader partai tak bisa dikontrol dengan ideologi dan identitas partai, jadinya kader partai suka-suka hati saja dalam menentukan pilihan politik yang kerap tak sejalan dengan partai," pungkasnya.
- Siang Ini, Komisi II DPR Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2024
- Keserentakan Pemilu Digugat ke MK, DPR Siap Evaluasi Bersama Stakeholder
- KPU Kota Palembang Gelar Simulasi Pemungutan Suara Pemilu 2024 untuk Uji Kesiapan