Berperan Penting Sebagai Sentra Produksi Pangan Nasional, Sumsel Diminta Antisipasi El Nino

Mentan Syahrul saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Antisipasi Iklim Ekstrim El Nino bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan/ist
Mentan Syahrul saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Antisipasi Iklim Ekstrim El Nino bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan/ist

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa enam provinsi di Indonesia yang selama ini berperan sebagai sentra produksi pangan nasional, juga memiliki peran penting untuk menghadapi iklim ekstrim El Nino. Mentan Syahrul pun sudah melapor keenam provinsi tersebut kepada Presiden Jokowi. 


"Saya sudah lapor kepada presiden bahwa yang bisa menyelamatkan Indonesia ada enam provinsi, salah satunya Sumatera Selatan. Beliau sudah setuju untuk segera disiapkan langkah-langkahnya," ujar Mentan Syahrul saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Antisipasi Iklim Ekstrim El Nino bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Palembang, Senin (17/7) siang. 

Dampak El Nino terhadap pertanian nasional akan sangat besar bila tidak ditangani dengan baik. Syahrul menyebut, kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil panen. Bahkan El Nino akan menyebabkan penundaan dalam penanaman tanaman yang berimbas pada penurunan luas tanam, bahkan kegagalan panen.

"Selain itu, penyakit akan bermunculan, terutama pada kawasan yang terkena kekeringan ekstrim," katanya.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia berupaya keras untuk memastikan pemerintah daerah dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan adanya fenomena El Nino dalam sektor pertanian.  Hal ini sangat penting bagi Sumatera Selatan (Sumsel), yang ditunjuk sebagai daerah penyangga pangan dalam rangka menghadapi El Nino. Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, meminta agar hasil produksi beras tetap ditingkatkan di tahun ini. 

"Hasil produksi beras di Sumsel sebenarnya sudah sangat baik, bahkan melebihi kebutuhan. Pada tahun 2022, produksi beras di Sumsel mencapai 743 ribu ton, meningkat dari 622 ribu ton pada tahun 2021. Meskipun kondisi di Sumsel terbilang aman, kita harus memastikan kepentingan bangsa terpenuhi," jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa beberapa upaya telah dilakukan, antara lain identifikasi dan pemetaan lokasi yang terdampak kekeringan, pengelompokan wilayah menjadi zona merah, kuning, dan hijau. Selanjutnya, upaya percepatan penanaman untuk mengejar curah hujan yang tersisa.

Selain itu, meningkatkan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk percepatan penanaman, serta memperbaiki infrastruktur air seperti pembangunan embung, dam parit, sumur dalam, sumur resapan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, dan peningkatan pompanisasi.

"Kami juga akan menyediakan benih yang tahan kekeringan, serta mengimplementasikan program adaptasi dan mitigasi dampak El Nino sebesar 1.000 hektar. Pengembangan pupuk organik terpusat dan mandiri juga perlu dilakukan," katanya.

Selain itu, diperlukan dukungan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Asuransi Pertanian. "Kami juga akan mempersiapkan gudang pangan hingga tingkat desa," tambahnya.

Sebagai daerah penyangga pangan dalam menghadapi El Nino, Sumsel diharapkan dapat meningkatkan produksi beras. "Ini harus terus didorong, karena Sumsel memiliki lahan yang beragam dan ketersediaan air yang melimpah. Potensi ini harus dimanfaatkan," jelasnya.

Gubernur Sumsel, Herman Deru, menjelaskan bahwa Sumsel sudah aman dalam hal ketersediaan pangan. Namun, untuk menjadi penyangga pangan nasional, Sumsel perlu mengimplementasikan berbagai upaya seperti persiapan pembangunan embung, menjaga kelembaban tanah, serta berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

"Kami berharap dapat mencapai target dari Kementan untuk mencapai surplus satu juta ton," tegasnya.

Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sumsel, Nandang Pangaribowo, menjelaskan bahwa El Nino masih terpantau di wilayah Pasifik. "Wilayah Pasifik bagian barat, terutama di Sumsel, akan mengalami penurunan curah hujan yang dapat menyebabkan kekeringan, kebakaran hutan, dan masalah lainnya," jelasnya.

Menurut Nandang, musim kemarau di Sumsel diperkirakan akan berlangsung hingga pertengahan Oktober, dengan puncaknya diperkirakan terjadi antara bulan Juli hingga September.

Daerah-daerah yang diprediksi akan mengalami kekeringan yang sangat ekstrem antara lain Kecamatan Banyuasin, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Timur. "Beberapa wilayah di Sumsel Tengah seperti Kabupaten Muara Enim dan Lahat juga termasuk dalam daerah yang berpotensi mengalami kekeringan," tambahnya.