Belum Selesai Ganti Rugi, Lahan Warga Sudah Ditambang PT Bukit Asam

Robert Aritonang (kiri) bersama istrinya Polinawaty (kanan) menunjukkan peta kebun miliknya yang digarap oleh PT Bukt Asam. (ist/rmolsumsel.id)
Robert Aritonang (kiri) bersama istrinya Polinawaty (kanan) menunjukkan peta kebun miliknya yang digarap oleh PT Bukt Asam. (ist/rmolsumsel.id)

Tangis Polinawaty, warga Palembang pecah saat melihat kebun kelapa sawit miliknya yang berada di Desa Darmo Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim sudah rata dengan tanah, Kamis (6/10).


Kebun seluas 67 hektar yang dibeli secara bertahap sejak 2007 itu sebagian besar telah berubah menjadi areal pertambangan PT Bukit Asam (PTBA).  Parahnya lagi, lahan tersebut digarap tanpa proses ganti rugi.

“Kebun sawit ini kami beli hektar demi hektar selama belasan tahun. Tapi, sekarang sudah rata digarap jadi tambang,” kata Polinawaty.

Dia bersama suaminya, Robert Aritonang sudah berjuang cukup lama untuk membangun kebun sawit tersebut. “Kami belum pernah menerima ganti rugi. Tapi, tiba-tiba tanah kami sudah digarap seperti ini. Makanya saya benar-benar sakit hati,” ujarnya.

Ditambahkan suami Polinawaty, Robert mengaku, pihaknya memiliki surat menyurat yang sah atas kepemilikan lahan kebun kelapa sawit itu. Mulai dari akta jual beli notaris, Kades hingga Camat. “Saya mengumpulkannya dari 2007 sampai 2010. Kami tanami sawit dari yang tadinya hutan. Umur sawit itu rata-rata sudah sekitar 10 tahun dan beberapa kali menghasilkan,” ucapnya.

Kemudian, di 2012 manajemen PT Bukit Asam mulai melakukan pembebasan lahan yang masuk di dalam areal Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan. Sejumlah lahan yang berada di sekitar kebunnya juga banyak yang ikut dibebaskan. “Lalu, kami mengecek juga lahan punya kami. Apakah ikut masuk. Ternyata setelah dicek juga ikut masuk,” katanya.

Lahan yang masuk areal IUP perusahan sekitar 34 hektar. Sisanya sekitar 33 hektar masuk kawasan HGU perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Bumi Sawindo Permai. Hanya saja, seluruh lahan tersebut dibelinya secara pribadi dari warga. Meskipun masuk dalam status HGU dan IUP.

Karena harga sawit saat itu tidak menentu, mereka pun sepakat untuk menjual sebagian lahan yang masuk kawasan IUP. Sebab, posisinya juga berada di tengah area pertambangan. “Kalau lahan sekeliling sudah dijual semua dan tinggal lahan kami saja kan tidak bagus juga. Jadi kami saat itu berpikir, kalau nantinya ditawar oleh PTBA akan langsung dijual saja,” ungkapnya.

Tetapi, hingga bertahun-tahun, tidak ada pembicaraan dari perusahaan yang ingin membebaskan lahan miliknya. Dia pun berpikir, jika perusahaan tidak jadi melakukan pembebasan. Singkatnya, pada Januari lalu, dia dikabari jika lahan miliknya telah dibuka dan digarap menjadi tambang oleh PT Bukit Asam. Melihat hal tersebut ia pun spontan menghentikan kegiatan penambangan karena ia merasa belum ada ganti rugi dari PTBA.

“Tiba-tiba saja sudah dibuka. Kami bingung karena tidak ada proses ganti rugi atau pembicaraan sebelumnya,” bebernya.

Lahan yang masuk areal IUP sudah digarap sekitar 28 hektar. Kemudian, pada Maret lalu, seluruh lahan yang masuk IUP dan juga sebagian besar lahan di kawasan HGU PT BSP juga ikut digarap perusahaan.

“Jadi petani saya mengabari kalau lahan yang diareal HGU juga ikut digarap. Sekarang lahan yang masih berdiri pohon kelapa sawit tersisa sekitar lima hektar lagi. Seluruhnya digarap menjadi tambang,” ucapnya.

Dia pun telah menempuh jalur hukum dengan mengajukan somasi ke PT Bukit Asam. Somasi juga diajukan ke PT BSP karena dari informasi yang didapatnya, penggarapan lahan yang dilakukan PT Bukit Asam karena sudah memberikan ganti rugi ke PT BSP.

"Saya tunggu satu minggu, jika tidak ada solusi dan itikad baik dari PT Bukit Asam dan PT BSP, saya akan menempuh jalur hukum," tegasnya.

Menurut perwakilan manajemen PT PAMA, Djoko Worsito mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu menahu masalah lahan ini apakah sudah dibebasakan atau belum. Sebab mereka hanya diperintah untuk bekerja. Sedangkan menurut Perwakilan PTBA Joko bahwa untuk lahan yang masuk IUP PTBA itu sudah dilakukan ganti rugi.

Kemudian untuk lahan yang masuk HGU PT BSP itu didapatkan dengan cara kerjasama antara PTBA dan PT BSP. Untuk masalah lahannya merupakan tanggung jawab PT BSP yang juga menurut informasinya sudah sebagian besar diberikan ganti ruginya.

Manajemen PT BSP, Filliandri didampingi Humas, Adit, membenarkan jika ada warga yang intinya meminta klarifikasi atas lahan miliknya terutama yang diduga masuk dalam HGU PT BSP. Untuk memastikan apakah lahan warga tersebut masuk dalam HGU PT BSP dan apakah sudah atau belum diganti rugi, pihaknya meminta kepada mereka untuk bisa membawa surat-surat kepemilikan yang asli bukan fotocopy.

"Mereka mengaku memiliki lahan tersebut, jadi kita minta mereka bawa surat-suratnya yang asli," pungkasnya singkat.

Sementara, Sekper PTBA Apollonius Andwie C mengatakan akan menelusuri permasalahan tersebut ke bagian yang membidanginya. "Nanti saya cek dulu ke teman-teman, jika tidak saya yang menjawabnya bisa melalui Pak Dayan (Humas,red)," tandasnya.