Bagindo Togar: Polisi dan Pelaku Unjuk Rasa Dituntut untuk Saling Patuh Undang-undang

Pemerhati Politik Forum Demokrasi Sriwijaya ( ForDes) Bagindo Togar Butar-Butar/ist
Pemerhati Politik Forum Demokrasi Sriwijaya ( ForDes) Bagindo Togar Butar-Butar/ist

Pemerhati Politik Forum Demokrasi Sriwijaya ( ForDes) Bagindo Togar Butar-Butar menilai peran polisi dalam mengamankan beragam aksi  mahasiswa beberapa waktu lalu terakhir telah sesuai dengan regulasi yang terkait Profesi Kepolisian.


Dikatakannya, dalam aksi demo atau unjuk rasa itu ada Undang-undang antara para pelaku demonstrasi dan polisi yang bertugas mengawasi aksi tersebut.

"Untuk pelaku aksi unjuk rasa itu dilindungi UU nomor 9 tahun 1998  sedangkan Peran Polisi diatur oleh  UU nomor 2 tahun 2022.  Sehingga antara pelaku unjuk rasa dan kepolisian harus saling memahami serta menjalankannya," ujar Bagindo Togar saat diwawancarai usai kegiatan Konferensi Wilayah ke-X Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Sumsel di aula Balai Diklat Kemenag, Minggu (17/4/2022).

Aksi massa dari sejumlah Mahasiswa dalam berunjuk rasa di Simpang Lima DPRD Sumsel beberapa waktu lalu (Foto: Dokumen RMOL) 

Mantan Ketua IKA FISIP Univeristas Sriwijaya (Unsri) itu mencermati pengawalan Polri, dalam pengamanan aksi unjuk rasa itu telah mengacu kepada perintah UU. Menurutnya Polisi saat ini tengah memasuki paradigma baru pasca reformasi. Dimana pihak kepolisian  tidak diperkenankan melarang,  mengintimidasi atau  melakukan sesuatu yang tidak manusiawi kepada  pelaku aksi unjuk rasa.

"Polisi kini tengah memasuki paradigma baru,  bukan lagi era  orde baru.  Pasca tahun 2003, institusi POLRI juga melakukan  reformasi baik secara internal juga external. Polisi tidak diperkenankan lagi  melarang,  mengintimidasi atau  melakukan sesuatu yang tidak manusiawi kepada  pelaku aksi unjuk rasa. Dan untuk pelaku aksi juga tak pantas  melakukan pemaksaan sesuai  kehendaknya semata," jelasnya.

"Sebab negara ini menata semua permasalahan publik dengan beragam ketentutuan atau UU. Jadi antara pelaku aksi unjuk rasa dan polisi harus saling menghargai predikat, posisi serta legal standingnya sehingga proses juga tujuan  unjuk rasa akan efektif. Tidak ada pemaksaan kehendak,  apalagi ekspresi  gagah gagahan. Polisi dijamin dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2022. Sedangkan pelaku aksi unjuk rasa juga dijamin UU nomor 9 tahun 1998. Semua Undang-Undang itu dibuat untuk kepentingan bersama," tambahnya.

Bagindo menjelaskan, gerakan aksi massa yang dilakukan pada umumnya merupakan bentuk jalan terakhir jika akses prosedural itu macet, tak diappresiasi atau tersumbat. "Disisi lain, tatkala aksi unjuk rasa berlansung, diantara pihak pengunjuk rasa diharapkan dapat menjaga kondisi fisik, akal sehat dan kendali emosi masing masing," jelasnya.

Aparat Kepolisian bersiaga menjaga jalannya aksi unjuk rasa di DPRD Sumsel beberapa waktu lalu. (Foto: Dokumen RMOL)

Dalam kesempatan itu, Bagindo Togar berpesan kepada  organisasi mahasiswa dan organisasi pemuda untuk tidak mudah terprovokasi.  "Jangan pernah  percaya  pada sumber kebenaran tunggal. Carilah pembanding atau sumber informasi sebanyak banyaknya  sehingga diperoleh kebenaran yang lebih tergaransi. Diera modern ini tergolong lebih mudah,murah juga terbuka mencari beragam sumber informasi.

Ketika ditanya peran polisi dalam pengawasan distribusi minyak goreng,  Bagindo Togar mengungkapkan, Polri jangan latah mengawasi di pasar pasar, tapi di produsen dan distributor Minyak goreng. Untuk di pasar pasar, lebih tepat  pengawasannya  dilakukan oleh Lurah,  Camat Sat Pol PP dan PD Pasar. 

"Pada level elite Pemerintah Daerah dan Polri itu melakukan pengawasan sistemik ditingkat distributor  dan produsen. Sehingga terukur jelas antara kapasitas  di produsen serta stock di pasar tradisional maupun modern. Prinsipnya, lakukan koordinasi serta pengawasan permanen," pungkasnya.