Ancaman Kesejahteraan Jurnalis, AJI Palembang Luncurkan Link Pengaduan Online

Diskusi Ketenagakerjaan dan Launching Link Pengaduan AJI Palembang’, di Sekretariat AJI Palembang, Sabtu (18/3/2023). (dok. AJI Palembang)
Diskusi Ketenagakerjaan dan Launching Link Pengaduan AJI Palembang’, di Sekretariat AJI Palembang, Sabtu (18/3/2023). (dok. AJI Palembang)

Permasalahan yang dihadapi jurnalis dalam menjalankan kerja seringkali dianggap sebelah mata. Bahkan kerap dikesampingkan dari persoalan yang ada.


Seperti intimidasi, ancaman, upah yang tak sesuai hingga tunjangan hari raya tidak diberikan. Kenyataan pahit tersebut hampir dirasakan oleh para jurnalis.

Kesejahteraan jurnalis belum menyentuh taraf merata untuk setiap pekerja. Kondisi tersebut menjadi perhatian besar bagi AJI Palembang, sebagai wadah untuk pekerja jurnalis.

Oleh karena itu, AJI Palembang membuat wadah bagi jurnalis untuk mengadukan masalah yang terjadi. Pengaduan dilakukan secara online melalui website ajipalembang.id, dengan mengisi data yang diminta.

Masalah yang diadukan tersebut, akan ditampung AJI Palembang lalu dibahas dan dilakukan diskusi secara mendalam. Proses tersebut menjadi salah satu langkah untuk mengusut tuntas masalah yang dihadapi, sehingga dapat tercapai kesejahteraan jurnalis.

Adanya pengaduan online tersebut digagas oleh AJI Palembang bidang Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan, sebagai bentuk program kerja yang kontinu.

Hal itu terwujud karena berkaitan dengan banyaknya permasalahan yang meliputi lingkup kerja jurnalis di lapangan, sekaligus mengkampanyekan kebebasan pers serta kesejahteraan jurnalis.

Persoalan kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis menjadi hal penting yang dibahas dalam acara ‘Diskusi Ketenagakerjaan dan Launching Link Pengaduan AJI Palembang’, di Sekretariat AJI Palembang, Sabtu (18/3/2023).

Narasumber dalam diskusi yakni AJI Palembang, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian (Disnaker) Kota Palembang.

Dalam kegiatan tersebut, AJI Palembang juga meluncurkan link pengaduan online, yang bisa diakses oleh para jurnalis se-Sumsel untuk pengaduan terkait ketenagakerjaan, Tunjangan Hari Raya (THR) dan lainnya.

Berangkat dari masalah yang terjadi, AJI Palembang berusaha keras untuk menyuarakan kesejahteraan jurnalis terkhusus untuk wilayah Palembang Sumsel.

Ketua AMSI Sumsel, Sidratul Muntaha menyuarakan persoalan kesejahteraan jurnalis. Ia mengatakan bahwa persoalan kesejahteraan jurnalis tergantung perusahaan media yang menaungi. Sebab jurnalis menjadi penunjang untuk perusahaan media tetap eksis, sehingga adanya timbal balik kesejahteraan yang menjadi imbalan yang setimpal untuk para jurnalis.

“Jurnalis sebagai profesi yang sangat unik, karena ketika dibayar upah kecil tetap saja mau. Jiwanya tidak menutup untuk terus melakukan karya, walau upah tak sesuai,” ucapnya, 

Ketua PFI Palembang Muhammad Atta mengatakan, banyak pewarta foto di Sumsel berstatus

sebagai kontributor atau pekerja harian lepas. Seorang kontributor akan mendapat upah berdasarkan total karya yang dihasilkan.

Dia menggarisbawahi secara teknis kerja kontributor, tergantung media yang menghimpun. 

Namun ketika masalah terjadi saat peliputan, kerap kali perusahaan media lepas tangan dengan permasalahan tersebut lalu diambil alih oleh organisasi jurnalis.  Hal tersebut menjadi sorotan bagi PFI Sumsel hingga saat ini.

Menanggapi hal itu, Disnaker Kota Palembang yang diwakilkan oleh Noviar Marlena selaku mediator mengatakan, persoalan status kontributor hanya sebuah istilah.

Menurutnya, penyebutan kontributor tidak tercantum dalam status pekerja yang ada pada Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan. 

"Dalam ketenagakerja tidak dikenal kontributor. Hanya ada PKWT, PKWTT dan Karyawan Tetap. Istilah media itu kontributor tapi kerjanya harian. Dalan Ketenagakerjaan itu disebut harian lepas, itu harus ada perjanjiannya," katanya.

Selain dari tiga status yang disebutkan di atas, Noviar Marlena menegaskan jika tidak ada sebutan kontributor. Ia pun meminta untuk pengusaha media, membuat jelas status karyawan berdasarkan pada UU Ketenagakerjaan.

"Kontributor itu tidak jelas, kalau harian lepas itu jelas ada aturannya. Kalau harian lepas dapat THR, jadi sifatnya proporsional. "Kalau kontributor itu istilah dari perusahaan, mereka tidak terdaftar pada Dinas Ketenagakerjaan," ujarnya

Noviar Marlena menyinggung resiko kerja para jurnalis, yang kerap terkena sasaran baku hantam. Ketika jurnalis tak memiliki status kerja yang sesuai UU Ketenagakerjaan, maka jaminan keselamatannya sulit didapatkan 

"Kecelakaan kerja itu semua ditanggung. Makanya kami mewanti-wanti rekan jurnalis, harus jelas hubungan kerjanya," katanya.

Hal itu menjadi sorotan bagi Noviar Marlena, karena profesi jurnalis memiliki andil penting dalam sebuah media.

"Jurnalis ini sang penting untuk media maka seharusnya dijadikan karyawan tetap," ujarnya.

Noviar Marlena juga menekankan kepada jurnalis, untuk mendapatkan hubungan kerja jelas, jaminan kerja, hak-hak sesuai UU kerja seperti upah, lembur, cuti, dan THR. 

"Itu normatif artinya harus diberikan. Kami prihatin dengan pekerja jurnalis ini," ungkapnya.