Tolak PDIP, Mulyadi-Ali Mukhni Belum Tentu Menang

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai keputusan pasangan calon Pilkada Sumbar Mulyadi-Ali Mukhni mengembalikan rekomendasi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sebagai langkah yang dilandasi kepentingan politik jangka pendek.


Menurut dia, Mulyadi dan Mukhni khawatir tingkat elektabilitas menurun drastis setelah pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani, yang berbicara soal Sumatra Barat dan Pancasila.

"Namun, kalau dilihat, dengan mengembalikan mandat ke PDIP tidak serta merta membuat mereka memenangi Pilkada yang akan digelar 9 Desember 2020 yang akan datang," kata Karyono, Senin (7/9).

Dia menjelaskan, faktor kemenangan dalam kontestasi pilkada tidak hanya diukur dari sebuah pernyataan. Kemenangan atau kekalahan dalam kontestasi politik elektoral disebabkan oleh banyak variabel.

"Namun, wajar saja jika Mulyadi-Mukhni menghitung dampak resiko dari pernyataan Puan. Namun, disaat yang sama perlu dihitung resiko timbal baliknya," ungkap dia.

Karyono mengatakan, pasangan bakal calon Mulyadi-Mukhni berharap pengembalian mandat PDIP bisa menambah dukungan dari pemilih atau minimal pendukungnya tidak migrasi ke paslon lain.

Namun, di waktu yang sama pasangan Mulyadi-Mukhni juga berpotensi kehilangan dukungan, setidaknya dari basis pemilih PDIP.

"Semua keputusan ada risikonya. Pertanyaannya kemudian, apakah dengan mengembalikan mandat ke PDIP lebih menguntungkan atau merugikan secara politik. Hal ini perlu dipetakan secara presisi," beber dia.

"Untuk mengetahui peta pergeseran pemilih memerlukan data riset yang menguji seberapa besar pengaruh pernyataan Puan terhadap perubahan pilihan. Tingkat dukungan Mulyadi-Mukhni bisa bertambah, bisa konstan atau sebaliknya malah menurun. Namun Mulyadi-Mukhni sudah terlanjur membuat keputusan hanya berdasarkan asumsi, tinggal tunggu hasilnya nanti," tutur dia.