Pengadilan Tinggi Bandung menganulir vonis Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021 yang memvonis hukuman mati kepada enam terpidana kasus narkoba jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram. Para terdakwa mendapat keringanan hukuman belasan tahun penjara dalam banding.
- Ditinggal PKB, PKS Tetap Jalankan Koalisi Semut Merah
- Pastikan Muchendi Bakal Calon Bupati OKI, Partai Demokrat Harus Tetap Berkoalisi di Pilkada
- Dipecat Tanpa Pesangon, Mantan Karyawan PT PSP Ngadu ke Disnaker Palembang
Baca Juga
Hal ini membuat anggota DPR RI dari Komisi III, Didik Mukrianto, hanya geleng-geleng kepala mengetahui hal itu. Didik pun merasa heran dengan alasan atau pertimbangan hakim meloloskan para terpidana itu dari hukuman mati.
“Untuk kejahatan luar biasa narkoba dengan barang bukti sedemikian besar, pengurangan hukuman yang dilakukan oleh PT (Pengadilan Tinggi) Bandung tentu cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar,” kata Didik kepada wartawan, Minggu (27/6).
Didik mengatakan, hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba bukan hanya untuk memberikan hukuman setimpal atau pun untuk memberikan efek jera semata. Hukuman tersebut juga untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya narkotika.
“Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam UU Narkotika. Kita berkewajiban menjaga warga negaranya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional,” jelasnya.
Legislator Partai Demokrat ini melanjutkan, dalam konvensi internasional itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif, dan maksimal.
“Salah satu perlakuan khusus tersebut yakni dengan cara menerapkan hukuman berat yakni pidana mati,” katanya.
Menurut Didik, meski independensi hakim harus dihormati, namun pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik.
“Kejahatan yang tidak termaafkan. Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi Jaksa harus kasasi,” ucapnya.
Didik meminta masyarakat mengawasi setiap perilaku hakim. Jika melihat ada perilaku hakim yang tidak sepantasnya, masyarakat dapat melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial, terlebih bila berkaitan dengan kasus narkoba.
“Selain itu, saya berharap Komisi Yudisial terus melakukan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap hakim-hakim yang berpotensi berperilaku menyimpang,” tukasnya.
- Soal Penentuan Nomor Urut, PAN Palembang Tunggu Putusan MK
- Luhut Klaim Pendukung Demokrat, Gerindra dan PDIP Juga Ingin Pemilu 2024 Ditunda
- Lima Pejabat Unila Mangkir, KPK Dalami Arahan Seleksi Tertutup Mahasiswa Baru